Anak-anak dan Remaja Dunia Hadapi Risiko ”Bencana Generasi”
Jutaan anak dan remaja kehilangan pendidikan karena karantina dan pembatasan selama pandemi Covid-19. Kondisi itu bisa memperburuk kesehatan mental dan fisik anak.
Oleh
Pascal S Bin Saju
·3 menit baca
AMSTERDAM, KAMIS — Pandemi Covid-19 sangat memengaruhi hak-hak anak dan remaja di seluruh dunia. Mereka menghadapi risiko ”bencana generasi” dengan dampak jangka panjang jika setiap pemerintah negara-negara yang dilanda Covid-19 tidak segera bertindak.
Organisasi nirlaba KidsRights di Belanda, seperti dilaporkan AFP pada Kamis (3/6/2021), mengatakan, jutaan anak dan remaja telah kehilangan pendidikan karena karantina dan pembatasan selama pandemi Covid-19. Dikatakan, akan ada dampak jangka panjang dalam hal kesehatan fisik dan mental anak-anak.
KidsRights menyelenggarakan survei di sejumlah kawasan. Organisasi ini menempatkan Eslandia, Swiss, dan Finlandia sebagai negara terbaik karena mampu menjamin hak-hak anak mereka. Sementara Chad, Afghanistan, dan Sierra Leone sebagai yang terburuk dari total 182 negara.
Marc Dulleart, pendiri dan pemimpin KidsRights, mengatakan, efek pandemi pada anak-anak telah melampaui prediksi kelompok tersebut pada awal tahun lalu. ”Selain pasien virus korona baru, anak-anak paling terpukul, tidak secara langsung oleh virus itu sendiri, tetapi pada dasarnya akibat tindakan yang ditangguhkan dari pemerintah di seluruh dunia,” katanya.
Pada Agustus 2020, Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres memperingatkan, dunia menghadapi ”bencana generasi” akibat penutupan sekolah di tengah pandemi virus korona baru. Membawa anak kembali bersekolah secara aman harus menjadi prioritas utama.
Guterres menyebutkan, ketika terjadi penutupan sekolah di 160 negara pada Juli 2020, lebih dari 1 miliar siswa terdampak. Sedikitnya 40 juta anak ketinggalan sekolah di tingkat pendidikan dini.
”Pemulihan pendidikan adalah kunci untuk menghindari bencana generasi,” tambah Dulleart terkait perkembangan terbaru soal dampak Covid-19 bagi anak-anak dan remaja.
Lembaga nonpemerintah pegiat hak-hak anak dan remaja itu mengatakan, sekolah untuk lebih dari 168 juta anak telah ditutup selama hampir satu tahun penuh. Satu dari tiga anak di seluruh dunia tidak dapat mengakses pembelajaran jarak jauh, sementara sekolah mereka masih ditutup.
Kemiskinan
Selain itu, 142 juta anak jatuh ke dalam kemiskinan secara material karena ekonomi global sedang dilanda pandemi. Sementara itu, 370 juta anak tidak lagi menerima makanan gratis di sekolahnya.
KidsRights memberikan penghormatan kepada pesepak bola Manchester United dan Inggris, Marcus Rashford, atas kampanyenya untuk memperpanjang pemberian makanan gratis di sekolah.
Organisasi bantuan dan advokasi anak internasional yang berbasis di Amsterdam, Belanda, ini juga memuji Bangladesh, negara miskin di Asia Selatan, karena mengambil alih saluran TV nasional untuk pembelajaran di rumah. KidsRights pun memuji Belgia dan Swedia karena berusaha menjaga sekolah tetap buka.
Sementara itu, 80 juta anak di bawah usia satu tahun kehilangan vaksinasi rutin untuk penyakit lain karena gangguan pada sistem perawatan kesehatan.
Laporan organisasi itu mengatakan, ada juga ”peningkatan yang menakjubkan” dalam kekerasan rumah tangga selama karantina wilayah karena Covid-19. Anak-anak dari rumah tangga ini sering menjadi korban kekerasan.
KidsRights memasukkan Palestina dalam daftar untuk pertama kalinya. Palestina ditempatkan di posisi ke-104 karena fokus pada perawatan kesehatan meskipun dalam keadaan sulit.
Namun, seperti tahun-tahun sebelumnya, KidsRights memberikan skor rendah kepada Inggris, Australia, dan Selandia Baru. Ketiga negara ini kurang memberikan perlindungan hukum bagi anak-anak yang berkekurangan di keluarga mereka.
Inggris dan Selandia Baru masing-masing berada di peringkat ke-169 dan ke-168, di bawah Korea Utara, Suriah, Irak, dan Sudan, dan tepat di atas Eritrea.
Austria dan Hongaria juga turun drastis karena diskriminasi. Survei tersebut menggunakan data PBB untuk mengukur bagaimana negara-negara memenuhi Konvensi PBB tentang Hak Anak. (AFP/REUTERS)