Kapal Singapura Terbakar, Pesisir Sri Lanka Tercemar
Akibat kebakaran yang menimpa kapal berbendera Singapura, MV X-Press Pearl, pesisir Sri Lanka tercemar oleh bijih plastik, minyak, dan zat kimia. Otoritas Sri Lanka menyatakan, pencemaran laut itu adalah yang terparah.
Oleh
Laraswati Ariadne Anwar
·3 menit baca
COLOMBO, SABTU — Pencemaran bijih plastik dan zat kimia kibat kebakaran kapal X-Press Pearl di Pelabuhan Colombo telah merambah sejumlah kota pesisir di Sri Lanka. Otoritas negara tersebut mengatakan bahwa ini merupakan pencemaran lingkungan terburuk sepanjang sejarah Sri Lanka dan butuh waktu bertahun-tahun untuk menanganinya.
Lautan biji plastik yang hanyut ditemukan di pesisir Kota Kalutara yang terletak 43 kilometer di sebelah selatan ibu kota Sri Lanka, Colombo, pada Sabtu (29/5/2021). Persoalan serupa juga terjadi di pesisir Kota Negomo yang berada 40 km di utara Colombo.
Kedua kota ini terkenal dengan wisata pantai. Akibat pencemaran itu, pihak berwenang menutup kegiatan wisata. Pemerintah setempat menurunkan sejumlah petugas yang memakai alat pelindung diri lengkap untuk membersihkan kedua pantai tersebut.
Bijih plastik yang mencemari pesisir itu adalah jenis polietilen yang berasal dari puing-puing kapal X-Press Pearl. Kapal berbendera Singapura ini mengalami kebakaran saat hendak memasuki Pelabuhan Colombo, 20 Mei. Sampai sekarang, para petugas gabungan Otoritas Pelabuhan Sri Lanka dan angkatan laut masih sibuk memadamkan api.
”Ini pencemaran terburuk yang pernah kami alami. Ada bijih plastik, minyak, dan zat kimia. Ekosistem laut dan pantai sudah pasti terdampak parah,” kata Kepala Badan Perlindungan Lingkungan Kelautan Sri Lanka Dharshani Lahandapura.
Menurut surat kabar lokal, The Island, X-Press Pearl bertolak dari Kota Hazira di India menuju Singapura. Mereka dijadwalkan bersandar sebentar di Colombo. Ketika hendak memasuki pelabuhan, kapal terbakar. Otoritas kelautan Sri Lanka pun segera datang mengevakuasi 25 awak kapal.
Api terus membesar, sedangkan Otoritas Pelabuhan Sri Lanka tidak memiliki peralatan memadai untuk memadamkan kebakaran kapal yang memiliki bobot mati 27.000 ton itu. Mereka kemudian meminta bantuan tiga kapal asing, yaitu Smit Salvors yang berbendera Belanda serta dua kapal India, Posh Teal dan Salwar.
Menurut juru bicara Angkatan Laut Sri Lanka, Indika de Silva, X-Press Pear, mengangkut 25 ton asam nitrat. Ada juga muatan sodium hidroksida dan kosmetika.
Penyelidikan oleh Pemerintah Sri Lanka sejauh ini menunjukkan adanya kebocoran dari tangki asam nitrat. Kebocoran terjadi sejak 11 Mei dan sudah diketahui oleh para awak kapal. ”Kalau ini terbukti, tentu akan ada sanksi atas ketidakjujuran mereka ketika hendak memasuki Pelabuhan Colombo,” kata De Silva.
Tumpahan minyak dan zat-zat kimia itu mengotori pesisir Colombo sepanjang 80 km. Selain keindahan alamnya, wilayah itu juga kaya dengan berbagai spesies rajungan, udang galah, dan bakau.
Pemerintah Sri Lanka mengeluarkan larangan bagi nelayan untuk melaut dan menangkap ikan di perairan tersebut. Warga sipil juga diminta tidak berwisata, apalagi berenang di pantai yang tercemar. Belum diketahui waktu yang dibutuhkan untuk benar-benar bisa membersihkan polusi itu.
Menteri Perikanan Sri Lanka Kanchana Wijisekera mengatakan, pemerintah akan memberikan ganti rugi kepada 5.600 nelayan yang kehilangan mata pencarian selama proses pemadaman api dan pembersihan perairan. Belum ada keterangan jumlah tunai kompensasi yang akan diberikan.
Kasus kebakaran terakhir di Colombo terjadi pada September 2020. Kapal New Diamond yang mengangkut minyak bumi terbakar dan meledak. Butuh waktu tujuh hari untuk memadamkan apinya. Tumpahan minyak mengotori pesisir sepanjang 40 kilometer. Pemerintah Sri Lanka menjatuhkan denda 17 juta dollar AS kepada perusahaan pemilik kapal. (AFP/DNE)