Raup 95 Persen Suara, Bashar al-Assad Perpanjang Kekuasaan
Presiden Suriah Bashar al-Assad terpilih kembali menjadi presiden Suriah setelah memenangi pemilihan umum presiden yang dianggap tidak demokratis pada 26 Mei lalu.
Oleh
kris mada
·3 menit baca
DAMASKUS, JUMAT — Presiden Suriah Bashar al-Assad terpilih kembali menjadi presiden Suriah setelah memenangi pemilihan umum presiden yang dianggap tidak demokratis pada 26 Mei lalu. Dengan demikian, Assad yang telah berkuasa selama 21 tahun akan memperpanjang periode pemerintahannya hingga 2028.
Assad memperpanjang masa jabatan di tengah protes internasional atas perang saudara dan tudingan kecurangan pemilu di Suriah.
Dalam pengumuman pada Kamis (27/5/2021), Ketua Parlemen Suriah Hammoud Sabbagh menyebut, Assad memenangi 95,1 persen suara sah. Adapun total pemilih yang memberi suara mencapai 14 juta atau 78,6 persen dari seluruh pemilih terdaftar. ”Warga Suriah telah menunjukkan keteguhan melawan tantangan berbahaya dan menuliskan kemenangan lain dari sejarah bangsa,” kata Sabbagh.
Setelah pengumuman Sabbagh, warga kota Damaskus merayakan kemenangan Assad dengan menyalakan kembang api dan menembakkan senjata ke udara. Orang Arab, termasuk di Suriah, terbiasa menembakkan pistol dan senapan ke udara kala merayakan sesuatu.
Perayaan juga digelar, antara lain, di Tartus. Warga mengibarkan bendera Suriah dan membawa foto Assad. ”Kami hanya memilih tiga, Tuhan, Suriah, dan Bashar,” teriak warga.
Meski di tengah pandemi Covid-19, ribuan orang berkumpul dan berdesakan di berbagai wilayah Suriah yang dikuasai pemerintah. Mayoritas tidak memakai masker.
Suriah menggelar pemilihan presiden pada Rabu (26/5/2021). Kandidat selain Assad sebagaimana ditetapkan Mahkamah Konstitusi Suriah adalah Abdullah Salloum Abdullah dan Mahmoud Ahmed Marei. Sementara 48 pendaftar lain tidak lolos seleksi sehingga tidak bisa ikut pemilu.
Pemilu hanya digelar di wilayah yang sudah dikendalikan pemerintah. Tidak ada pemilu di wilayah yang masih dikontrol pemberontak dan kelompok lain yang menentang Pemerintah Suriah.
Reaksi
Di hari pengumuman kemenangan Assad, Uni Eropa (UE) memperpanjang sanksi untuk pemerintah dan sejumlah warga Suriah. Terdapat 283 orang dalam daftar pembekuan aset dan larangan masuk UE. Ada pula 70 lembaga dalam daftar sanksi yang berlaku sampai 1 Juni 2022 itu. UE sudah menjatuhkan sanksi ke Suriah sejak perang saudara meletus pada 2011.
Tak cukup itu, UE juga menjatuhkan sanksi ekonomi, misalnya larangan pembelian minyak dari Suriah. Warga dan badan hukum UE juga dilarang berivenstasi dan ekspor ke Suriah. Pertimbangannya, barang atau teknologi yang diekspor bisa dipakai Pemerintah Suriah untuk menghadapi kelompok penentang.
Larangan ekspor ke Suriah tidak berlaku untuk obat dan peralatan kesehatan serta makanan. Komoditas-komoditas itu diperlukan untuk pelayanan masyarakat.
UE dan sejumlah negara menolak mengakui pemerintahan Assad sejak perang saudara meletus pada 2011. Sejumlah anggota UE, juga negara lain, pernah mendukung kelompok pemberontak dan kelompok bersenjata penentang Assad. Dengan dukungan Rusia, Assad bisa mengatasi sebagian besar kelompok penentangnya.
Dalam pernyataan pada Selasa (25/5/2021), Menteri Luar Negeri Amerika Serikat, Italia, Inggris, Jerman, dan Perancis menuding pemilu Suriah tidak akan berlangsung secara bebas dan adil.
Mereka menentang pemilu yang dinyatakan tidak sesuai dengan kerangka yang ditetapkan resolusi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK PBB) nomor 2254. ”Kami menyatakan proses pemilu tidak sah,” demikian pernyataan lima negara itu.
DK PBB merekomendasikan pemilu digelar di bawah pengawasan PBB. Pengawasan untuk memastikan transparansi dan pertanggungjawaban proses. Pemilu juga harus melibatkan semua pihak di Suriah. Seluruh warga Suriah di dalam dan di luar negeri harus dapat menggunakan hak pilih.
”Tanpa hal itu, pemilu yang direkayasa tidak akan mewakili kemajuan penyelesaian politik. Kami mendesak masyarakat internasional kompak menolak semua usaha dari pemerintahan Assad untuk mendapatkan legitimasi tanpa mengakhiri pelanggaran HAM dan melibatkan proses politik yang difasilitasi PBB,” lanjut para menlu itu. (AFP/REUTERS)