Polemik Penyelidikan Asal Virus Covid-19, Menuntaskan Teka-teki yang Tak Terjawab
Penyelidikan kembali perihal asal-usul virus korona baru penyebab Covid-19 dinilai penting untuk menjadi pelajaran bagi dunia mengenai sistem pertahanan massal terhadap risiko munculnya penyakit-penyakit baru.
Oleh
Laraswati Ariadne Anwar
·5 menit baca
Presiden Amerika Serikat Joe Biden mengapungkan kembali teori spekulatif yang pernah dilontarkan pendahulunya, Presiden Donald Trump, mengenai kemungkinan teori tentang bocornya laboratorium pada Institut Virologi Wuhan di China sebagai asal muasal penyebaran Covid-19. Selain teori ini, memang ada teori lain yang juga diyakini komunitas intelijen ataupun komunitas ilmiah, yakni penularan secara alamiah dari hewan ke manusia.
Melalui pernyataan tertulis yang dirilis Gedung Putih, Rabu (26/5/2021) waktu setempat, Biden memerintahkan tim intelijen untuk menginvestigasi lebih dalam teori tentang bocornya laboratorium di Wuhan sebagai salah satu kemungkinan asal muasal penyebaran Covid-19. Kepada lembaga intelijen AS, Biden memberikan waktu 90 hari untuk penyelidikan itu.
Langkah terbaru Washington ini tentu membuat Beijing bak kebakaran jenggot. Juru bicara Kementerian Luar Negeri China, Zhao Lijian, menuduh AS mengada-ada, ingin mendiskreditkan dan merusak reputasi China, serta ingin memetik pengaruh politik global.
Dr Anthony Fauci, ahli penyakit menular utama Pemerintah AS, di hadapan Senat AS baru-baru ini, mengatakan bahwa dia dan sebagian komunitas ilmiah memercayai bahwa skenario asal muasal virus SARS-CoV-2 merupakan kejadian alamiah, penularan dari hewan ke manusia. Namun, pada saat yang sama, dia juga meyakini bahwa tidak ada satu anggota komunitas ilmiah pun yang meyakini teori itu benar 100 persen.
Di hadapan anggota Senat, Fauci mengatakan, ketidakpastian itulah yang membuat mereka membutuhkan penyelidikan lebih dalam dan lebih menyeluruh. ”Karena ada banyak kekhawatiran, banyak spekulasi, dan karena tidak ada yang benar-benar tahu itu, saya yakin kita membutuhkan jenis investigasi, transparansi, dan semua informasi yang tersedia untuk diteliti,” kata Fauci.
Pelajaran bagi dunia
Terlepas dari perseteruan Washington dan Beijing, penyelidikan untuk memberikan bukti jujur dan nyata perihal asal-usul virus korona jenis baru atau SARS-CoV-2 dinilai penting dilakukan. Bukan untuk menciptakan ketegangan politik, melainkan agar menjadi pelajaran bagi dunia mengenai sistem pertahanan massal terhadap risiko munculnya penyakit-penyakit baru serta meningkatkan kemampuan lembaga penelitian, rumah sakit, dan universitas untuk mengelola potensi kebocoran serta riset yang berkaitan dengan mitigasi ancaman kesehatan.
Pakar penyakit menular Universitas Vanderbilt, AS, William Schaffner, dalam wawancaranya dengan media Jerman, Deutsche Welle, mendudukkan perkara tentang pentingnya penyelidikan ini. Ia menjabarkan sudah 18 bulan dunia mengalami pandemi Covid-19 dan sudah waktunya ada penelitian menyeluruh tidak hanya soal perkembangan mutasi virus, tetapi juga rekam jejak asal-usul virus.
”Ini bukan untuk kepentingan politik tertentu, melainkan murni demi pengetahuan kedokteran, biologi, dan ketahanan global. Baik teori Covid-19 terjadi secara alamiah maupun akibat kebocoran laboratorium harus disajikan dengan bukti-bukti nyata dan lengkap secara historis,” kata Schaffner.
”Tidak bisa lagi ada pihak yang berpikir hanya berbasis kecenderungan dan asumsi. Sudah waktunya semua pernyataan berdasarkan bukti konkret,” ucapnya.
Menurut Schaffner, apabila virus SARS-CoV-2 memang akibat kebocoran laboratorium, semua lembaga penelitian di dunia harus meningkatkan sistem inventarisasi dan keamanan mereka. WHO bisa membuat standar global mengenai tata simpan dan penelitian virus, bakteri, ataupun zat-zat berbahaya lainnya.
Apabila virus menular secara alami, lanjut Schaffner, ini juga pelajaran berharga karena akan membuka wawasan global mengenai semakin tingginya risiko serta jalur perpindahan penyakit antarspesies akibat perubahan iklim dan alam.
Ketika ditanya kemungkinan virus SARS-CoV-2 disebarkan sebagai skema perang biologis massal, Schaffner meragukannya. Ia berargumen bahwa terlalu gegabah sebuah pemerintahan tertentu memakai virus yang menyerang saluran pernapasan sebagai senjata biologis. Pasalnya, virus jenis ini tidak bisa dikendalikan. Ini terbukti dari penularannya secara global dan memakan korban dari China sendiri.
Ketegangan AS-China
Polemik akibat permintaan Presiden Amerika Serikat Joe Biden agar China membuka semua data mengenai asal-usur virus korona jenis baru semakin meningkat. Teori bahwa virus ini berasal dari kebocoran laboratorium Institut Virologi Wuhan di Provinsi Hubei semakin berkembang dan ramai di media sosial.
Narasinya ialah virus itu dengan suatu cara terbawa keluar dari laboratorium dan menyebar di Pasar Huanan yang berjarak beberapa kilometer dari institut. Pasar itu kemudian dikenal menjadi kluster penularan pertama Covid-19, yang kemudian membuat virus korona merebak ke seluruh kota Wuhan dan akhirnya menjadi pandemi global.
Pada awal 2021, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengirim tim yang beranggotakan 12 pakar ke Institut Virologi Wuhan untuk melakukan penyelidikan. Dua pekan kemudian, ketua tim tersebut, Peter Ben Embarek, menyatakan tidak menemukan bukti terjadi kebocoran laboratorium. Oleh sebab itu, WHO resmi mengatakan bahwa Covid-19 terjadi akibat penularan alamiah dari kelelawar kepada manusia.
Namun, dalam jurnal ilmiah Science Magazine edisi 14 Mei lalu, 18 ilmuwan membuat surat terbuka yang meminta dilakukan penyelidikan ulang. Mereka menganggap pernyataan WHO itu terlalu terburu-buru dan dengan mudahnya menghapus kemungkinan terjadinya kebocoran di laboratorium. Harus ada penyelidikan yang lebih mendalam, lama, dan terperinci.
Selain itu, pada hari Minggu, 23 Mei 2021, surat kabar Wall Street Journal menerbitkan artikel yang mengutip laporan intelijen AS. Di dalamnya tertulis bahwa pada November 2019 ada tiga karyawan Institut Virologi Wuhan—tidak dijelaskan rincian jika orang-orang itu ilmuwan atau pegawai biasa—terkena penyakit dengan gejala seperti flu yang oleh laporan intelijen itu diduga sebagai kasus awal Covid-19. Meskipun demikian, tidak ada keterangan lebih lanjut mengenai nasib tiga orang itu.
Berdasarkan perkembangan ini, Biden meminta diadakan kajian ulang terkait asal-usul Covid-19. Ia juga meminta agar Pemerintah China tidak defensif dan mau membuka data secara jujur. Penyelidikan juga dilakukan oleh tim independen di luar WHO ataupun pemerintah kedua negara.
Tindakan Washington ini memancing kemarahan Beijing. Berbicara kepada kantor berita nasional Xinhua, juru bicara Kementerian Luar Negeri China, Zhao Lijian, menuduh AS mengada-ada.
Ia menuturkan, ada 33 juta kasus positif Covid-19 global sejak awal 2020 dan 600.000 kematian. Semua negara tidak ada yang bisa menghindar dari pandemi, termasuk China. Seluruh dunia dirugikan oleh pandemi sehingga AS hendaknya jangan menyalahkan China. Ia juga mengatakan, laporan intelijen AS tidak benar karena tidak ada tiga pegawai Institut Virologi Wuhan yang tertular Covid-19 pada November 2019.
”Lucu sekali memercayai laporan lembaga intelijen yang jelas-jelas pernah mengaku berbohong,” ujar Zhao.
Ia mengutip pernyataan Menteri Luar Negeri AS zaman pemerintahan Donald Trump, Mike Pompeo, yang pernah menjabat sebagai Kepala Badan Pusat Intelijen AS (CIA) dan mengaku bahwa lembaganya banyak membuat laporan palsu. Zhao meminta agar Pemerintah AS membaca ulang laporan WHO dan berhenti mengambinghitamkan China. (AFP/REUTERS/MHD)