Dewan HAM PBB Selidiki Dugaan Kejahatan Sistematis Israel
Resolusi Dewan HAM PBB memberikan mandat pada komisi penyelidik yang akan dibentuk untuk meneliti akar penyebab ketegangan dan ketidakstabilan di Palestina, termasuk diskriminasi sistematis.
Oleh
Mahdi Muhammad
·4 menit baca
GENEVA, JUMAT — Resolusi Dewan Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa yang menggulirkan penyelidikan internasional atas dugaan kejahatan pada konflik bersenjata Israel-Kelompok Hamas memiliki mandat yang lebih luas, termasuk menyelidiki akar penyebab konflik di wilayah tersebut yang telah berlangsung beberapa dekade. Termasuk di dalamnya adalah pelanggaran sistematis yang memicu siklus kekerasan selama bertahun-tahun.
Berdasarkan teks resolusi Dewan HAM PBB yang disepakati pada sidang darurat Kamis (27/5/2021), Dewan HAM PBB memberikan mandat pada tim dan anggota komisi penyelidik internasional independen untuk menyelidiki akar penyebab ketegangan yang berulang dan ketidakstabilan, termasuk diskriminasi sistematis, penindasan berdasarkan identitas nasional, etnis, ras, atau agama yang terjadi di wilayah pendudukan Palestina (termasuk Jerusalem Timur) dan Israel.
Berdasarkan teks resolusi yang disusun oleh Pakistan, atas nama Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) dan Palestina itu, komisi penyelidik internasional harus fokus membangun fakta dan mengumpulkan bukti untuk proses hukum. Mereka, kata teks tersebut, harus bertujuan untuk mengidentifikasi para pelaku yang pada akhirnya nanti akan dimintai pertanggungjawaban atas tindakan yang terjadi di lapangan.
Pada pembukaan sesi debat, Komisioner Tinggi PBB untuk Urusan HAM Michelle Bachelet menyuarakan keprihatinan khusus tentang tingkat kematian dan cedera warga sipil yang tinggi selama 11 hari konflik bersenjata itu berlangsung di Jalur Gaza dan Israel. Dia mengingatkan bahwa serangan Israel ke Jalur Gaza mungkin merupakan sebuah kejahatan perang.
Bachelet mengatakan, kantornya tidak melihat bukti bahwa bangunan yang menjadi sasaran di Gaza, termasuk fasilitas medis dan kantor media, menampung kelompok bersenjata atau digunakan untuk tujuan militer, seperti yang diklaim militer Israel. Dia juga mengatakan, penembakan roket oleh kelompok Hamas ke wilayah Israel tanpa pandang bulu jelas merupakan pelanggaran hukum humaniter internasional.
Berdasarkan data Kementerian Kesehatan Palestina, perang di wilayah Gaza, Palestina, dan Israel menewaskan 248 warga Palestina. Sebanyak 66 korban tewas adalah anak-anak, 39 perempuan, dan 17 orang lansia. Selain itu, sekitar 2.000 warga Palestina mengalami luka-luka.
Di pihak Israel, 12 orang tewas, termasuk seorang anak-anak dan seorang tentara, serta sedikitnya 336 orang dirawat.
Data Kementerian Perumahan Palestina juga menyebutkan, 17.000 rumah serta bangunan komersial rusak ringan dan rusak berat, sementara 53 fasilitas pendidikan serta belasan rumah sakit dan pusat pelayanan kesehatan rusak berat. Hampir 1 juta warga Gaza kini tidak memiliki akses ke air bersih karena jaringan air rusak.
Ruang penyelidikan yang luas sebagai hasil dari resolusi menjadi pukulan keras bagi Israel yang kini juga tengah menghadapi penyelidikan kasus serupa ketika Perang Gaza tahun 2014 oleh Mahkamah Kriminal Internasional (ICC). Pemerintah Israel menilai ICC tidak memiliki kewenangan untuk menyelidiki hal ini karena menganggap Palestina bukan merupakan entitas internasional sebagai sebuah negara berdaulat.
Meirav Eilon Shahar, Duta Besar Israel untuk PBB, mengecam sesi darurat dan teks resolusi tersebut. Dia menilai resolusi itu tidak mencerminkan fakta lapangan yang sesungguhnya. ”Tidak ada hubungannya dengan HAM,” katanya.
Dia membela keputusan Israel untuk membombardir Jalur Gaza dan bangunan-bangunan yang ada di atasnya sebagai bagian dari upaya melindungi warga Israel.
”Israel mengambil semua tindakan untuk melindungi warga sipil. Tetapi, taktik Hamas bersembunyi di bawah bangunan tempat tinggal, bangsal bersalin, dan masjid mengakibatkan hilangnya nyawa yang tidak bersalah,” kata Eilon Shahar.
Sementara itu, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menilai resolusi itu adalah sebuah keputusan yang memalukan dan sebagai sebuah tindakan anti-Israel. ”Keputusan memalukan hari ini adalah contoh lain dari obsesi anti-Israel Dewan Hak Asasi Manusia PBB yang terang-terangan,” kata Netanyahu dalam sebuah pernyataan.
Akar penyebab
Selama sesi debat, selain menyoroti konflik bersenjata, sejumlah negara juga menyoroti beberapa tindakan pemerintah dan warga Israel yang diduga menjadi pemicu ketegangan yang terus berulang, seperti blokade Jalur Gaza yang sudah berlangsung selama 14 tahun, perluasan permukiman warga Yahudi, serta penggusuran dan pembongkaran rumah warga Palestina.
Perang 11 hari antara Hamas dan militer Israel dipicu oleh dua sebab, yaitu pencaplokan rumah warga Palestina di Distrik Sheikh Jarrah di Jerusalem timur agar bisa dihuni oleh warga Yahudi dan bentrokan dengan warga Palestina yang hendak menjalankan ibadah pada sepuluh hari terakhir di Masjid Al Aqsa.
Resolusi itu sendiri tidak menjelaskan dengan detail yang dimaksud dengan ”akar penyebab ketegangan yang berulang dan ketidakstabilan serta diskriminasi yang sistematis”. Apakah memasukkan periode perang tahun 1967 sebagai awal mula ketegangan yang terus berlanjut, dimulainya pembangunan permukiman Yahudi di tanah Palestina, atau dibatasi hanya saat perang 11 hari pada Mei ini.
Menteri Luar Negeri Palestina Riyad al-Maliki menuding Israel telah melakukan politik apartheid kepada rakyat Palestina. Apa yang dilakukan rakyat Palestina kemarin, dalam pandangannya, adalah upaya pembelaan diri dan hak untuk melawan penjajahan.
Direktur lembaga Human Rights Watch John Fisher, dikutip dari The New York Times, berharap komisi penyelidikan yang dibentuk oleh Dewan HAM PBB benar-benar bisa mengatasi akar penyebab penindasan, penganiayaan, dan apartheid. (AFP/Reuters)