Mesir-Sudan Pertunjukkan Kemampuan Tempur kepada Etiopia
Sepekan mendatang, Mesir dan Sudan akan melakukan latihan perang bersama yang diberi sandi Para Penjaga Sungai Nil. Latihan ini bertepatan dengan rencana Etiopia mengaktifkan PLTA bendungan GERD yang kontroversial.
Oleh
Mahdi Muhammad
·4 menit baca
KHARTOUM, SENIN — Mesir dan Sudan bersiap untuk melaksanakan latihan perang bersama di tengah konflik Sungai Nil dengan Etiopia yang belum mendapat titik temu. Latihan perang yang akan berlangsung pada 26-31 Mei 2021 tersebut melibatkan pasukan darat, laut, dan udara kedua negara.
Latihan perang yang diberi sandi Para Penjaga Sungai Nil atau The Guardians of The Nile itu adalah kelanjutan latihan yang pernah dilakukan pada November 2020 dan Maret 2021. Latihan ini berlangsung di tengah posisi diplomasi Mesir yang sedang naik di mata dunia, khususnya di mata pemerintahan Presiden Amerika Serikat Joe Biden.
Akhir pekan kemarin, pasukan Mesir telah tiba di Khartoum, ibu kota Sudan. Mengutip laporan yang dilansir kantor berita Sudan, SUNA, personel pasukan Mesir mendarat di Pangkalan Udara Khartoum sejak Sabtu (22/5/2021). Sementara peralatan tempur dan sejumlah personel lainnya diperkirakan akan tiba melalui jalur laut secara bertahap.
Juru bicara Angkatan Bersenjata Mesir, Brigadir Jenderal Tamer El-Refaie, dikutip dari laman Al Ahram, mengatakan, kedua negara mengadakan latihan ini untuk memastikan kesiapan pasukan gabungan dan meningkatan pengalaman tempur kedua negara.
Kepala Departemen Pelatihan Militer Sudan Mayor Jenderal Malek al-Thayeb mengatakan, latihan perang tersebut mereka butuhkan sebagai transfer ilmu dari militer Mesir. Dengan pengalaman pelatihan dan pertempuran yang riil, Thayeb berharap kemampuan militer Sudan meningkat.
Menurut rencana, latihan perang bersama meliputi pengaturan metode kerja sama dan peningkatan keterampilan para koordinator agar latihan udara gabungan dapat dilakukan dengan efisiensi yang tinggi, terutama soal serangan udara. Latihan perang udara bersama kali ini ditujukan untuk menyerang musuh dan melindungi obyek vital.
Latihan perang bersama Mesir dan Sudan disinyalir sebagai upaya kedua negara untuk memperlihatkan kemampuan tempur kepada Etiopia, ”musuh bersama” kedua negara terkait isu Sungai Nil. Perundingan pembangunan Bendungan Renaisans Agung (GERD) di Etiopia, yang mengancam pasokan air bagi rakyat Mesir, terhenti sejak April lalu. Upaya organisasi regional dan internasional untuk menjembatani perundingan belum menampakkan hasil.
Sementara Pemerintah Etiopia memastikan mulai mengoperasikan bendungan itu sebagai bagian dari pembangkit listrik tenaga air mereka pada Juni atau Agustus nanti. Bendungan itu telah rampung sekitar 80 persen dan diharapkan mampu mencapai kapasitas terpasangnya pada 2023.
Kementerian Luar Negeri Etiopia pada awal Mei lalu mengeluarkan pernyataan soal kemungkinan adanya gangguan dalam proses aktivasi PLTA dan bendungan tersebut. ”Etiopia tidak akan menoleransi tindakan apa pun yang ditujukan untuk mengganggu proses pengisian air, operasi, dan skema pelepasan air,” sebut pernyataan Kemlu Etiopia.
Pada Maret, Presiden Mesir Abdel Fatah el-Sisi memperingatkan hak Mesir yang ada di Sungai Nil Biru tidak boleh disentuh siapa pun. Dalam pernyataannya, dia mengancam adanya ketidakstabilan yang tidak dapat dibayangkan siapa pun di wilayah tersebut jika Etiopia mengisi waduk tanpa kesepakatan internasional.
Bantuan mediasi
Mesir dan Sudan berpendapat bahwa rencana Etiopia untuk menambahkan 13,5 miliar meter kubik air pada tahun 2021 ke waduk bendungan merupakan ancaman bagi mereka. Apalagi Mesir mengandalkan Sungai Nil untuk memasok 90 persen kebutuhan air bagi negara tersebut. Adapun Etiopia berkeras, bendungan itu dibutuhkan karena warganya kekurangan listrik.
Pemimpin organisasi regional Uni Afrika yang baru, Presiden Republik Demokratik Kongo Felix Tshisekedi, pada pekan pertama Mei lalu bertemu dengan para petinggi Sudan, termasuk Perdana Menteri Abdallah Hamdok dan Menlu Mariam al-Mahdi. Menurut laporan, dalam pertemuan itu Pemerintah Sudan menolak tindakan sepihak Etiopia yang mulai mengisi waduk bendungan sejak pertengahan tahun lalu.
Utusan Khusus Pemerintah AS untuk Kawasan Tanduk Afrika Jeffrey Feltman juga telah bertemu sejumlah pejabat Sudan untuk membahas soal ini. Dalam pertemuan awal Mei lalu, Feltman menggarisbawahi pentingnya perundingan para pihak di bawah payung Uni Afrika yang didukung dunia internasional untuk menyelesaikan hal ini.
Hubungan Sudan dan Etiopia memburuk setelah Pemerintah Sudan mengklaim kawasan Al-Fashaqa, sebuah wilayah yang subur di perbatasan kedua negara, masuk dalam wilayahnya. Kedua pemerintahan saling tuding soal pelanggaran teritorial di kawasan tersebut.
Perundingan mengenai Sungai Nil di antara ketiga negara yang telah berlangsung selama bertahun-tahun belum menemui kesepakatan tentang pembagian air Sungai Nil, yang merupakan jalur kehidupan bagi ketiga negara tersebut. Pembicaraan dengan berbagai mediator, termasuk Pemerintah AS di bawah pemerintahan Donald Trump sebelumnya, gagal menghasilkan resolusi.
Mesir bagian hilir, yang bergantung pada Sungai Nil untuk memasok air bersih kepada para petani dan populasi 100 juta, menegaskan bahwa bendungan tersebut merupakan ancaman eksistensial. Dikatakan bahwa Etiopia mengisi bendungan terlalu cepat. Sudan juga telah menyuarakan keprihatinannya atas aksesnya ke air Sungai Nil.
Para negosiator mengatakan pertanyaan kunci tetap tentang berapa banyak air yang akan dikeluarkan Etiopia di hilir jika kekeringan bertahun-tahun terjadi dan bagaimana negara-negara itu akan menyelesaikan perselisihan di masa depan. Etiopia menolak arbitrase yang mengikat pada tahap akhir. (AP/AFP)