Letusan Nyiragongo Tak Terpantau, Ribuan Penduduk Terancam
Gunung Nyiragongo di Kongo meletus tanpa perkiraan sebelumnya, Sabtu (22/5/2021). Ribuan warga yang mengungsi ke negara tetangga, Rwanda, mulai kembali setelah melihat kondisi mulai aman.
Oleh
Laraswati Ariadne Anwar
·3 menit baca
KIGALI, SENIN — Ribuan pengungsi dari Republik Demokratik Kongo mulai meninggalkan Rwanda, Senin (24/5/2021). Mereka menganggap keadaan sudah cukup aman meskipun ada sebagian kecil pengungsi tetap memutuskan berada di Rwanda sampai ada kepastian kota Goma di Republik Demokratik Kongo sudah tidak berisiko terlanda erupsi lanjutan.
Pengungsi tersebut berasal dari Goma, kota di bagian timur Republik Demokratik Kongo dengan penduduk 2 juta jiwa. Pada Sabtu (22/5/2021) dini hari, Gunung Nyiragongo mengalami letusan dan mengeluarkan lava. Warga yang saat itu sedang tidur langsung bangun dan menyelamatkan diri. Laporan dari Pemerintah Republik Demokratik Kongo menyebutkan, warga ada yang melintasi perbatasan timur ke Rwanda dan ada pula yang ke barat daya menuju kota Sake.
”Tengah malam waktu saya sedang tidur tiba-tiba tercium bau belerang. Saya langsung keluar rumah dan ternyata tetangga juga ramai di luar. Kami melihat langit berwarna merah serta penuh asap dan memutuskan untuk mengambil harta benda yang penting lalu langsung kabur,” kata Carine Mbala, warga Goma, ketika diwawancara kantor berita AFP.
Laporan Federasi Palang Merah Dunia menyebutkan, 3.000-7.000 warga Goma mengungsi ke Rwanda. Namun, media Rwanda Broadcast Agency (RBA) mengatakan, jumlah pengungsi yang mereka terima ada 10.000 jiwa. Mereka ditampung di stadion sepak bola di Distrik Rubavu.
Menurut RBA, pada Minggu petang, sebagian besar pengungsi mulai meninggalkan Rubavu. Tercatat hanya 100 orang yang masih berada di pengungsian karena belum yakin betul dengan kondisi di kampung halaman. Sebanyak tiga orang juga dirawat di rumah sakit, termasuk Mawazo Devotha, seorang perempuan yang melahirkan bayi laki-laki tidak lama setelah tiba di Rwanda.
Korban tewas akibat erupsi gunung sejauh ini ada 15 orang, tetapi tidak semuanya kehilangan nyawa karena terpapar asap dan panas lava. Juru bicara Angkatan Darat Republik Demokratik Kongo, Guillaume Njike, menjelaskan, sembilan orang tewas karena kecelakaan. Kepanikan massa mengakibatkan kendaraan menumpuk di jalanan dan terjadi sejumlah kecelakaan lalu lintas.
”Di antara sembilan orang yang tewas akibat kecelakaan itu, ada empat warga binaan yang kabur dari lembaga pemasyarakatan Munzenze,” tutur Njike.
Data Pemerintah Republik Demokratik Kongo menyebutkan, terdapat 500 rumah yang rusak terkena lava. Meskipun demikian, belum ada kejelasan jangkauan lava dan obyek-obyek vital yang dilaluinya. Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Anak-anak (Unicef) melaporkan ada 150 anak yang terpisah dari orangtua dan wali serta ada 170 anak yang statusnya belum diketahui atau hilang.
Gunung Nyiragongo meletus terakhir kali tahun 2002 dan sebelumnya pada 1970. Pada erupsi 2002, sekitar 250 warga Goma meninggal akibat terkena asap dan lahar. Sekitar 120.000 penduduk kehilangan tempat tinggal.
Namun, letusan pada Sabtu lalu merupakan kejutan, baik bagi warga maupun para peneliti di Pusat Pemantauan Vulkanologi Goma (OVG). Ketika diwawancara Radio Okapi, Direktur Sains OVG Celestin Kasereka Mahinda mengungkapkan bahwa lembaga penelitian itu tidak memiliki biaya dan alat untuk melakukan pemantauan.
Bank Dunia menghentikan pendanaan terhadap OVG akibat kasus korupsi. Sejak Oktober 2020 sampai April 2021, OVG sama sekali tidak bisa melakukan pemantauan mendasar sekali pun terhadap Gunung Nyirangongo.
”Pendanaan baru datang di akhir April 2021 dari sebuah lembaga di Amerika Serikat. Kami hanya bisa mengumpulkan data satu bulan terakhir sehingga tidak bisa membaca pola kegiatan Nyiragongo selama hampir setahun terakhir. Makanya, kami tidak bisa memperkirakan ada letusan,” ujar Mahinda. (AP/AFP/REUTERS)