China Tuding AS sebagai Pencetus Risiko di Laut China Selatan
Militer China mengatakan USS Curtis Wilbur telah diperingatkan dan diusir dari perairan yang diperebutkan di dekat Kepulauan Spratly.
Oleh
Pascal S Bin Saju
·3 menit baca
BEIJING, KAMIS — Ketegangan di Laut China Selatan kembali meningkat. China pada Kamis (20/5/2021) menuding Amerika Serikat sebagai pencetus risiko keamanan di kawasan. Tudingan itu muncul setelah kapal berpeluru kendali milik AS, USS Curtis Wilbur, berlayar melewati perairan dekat Kepulauan Spratly. China, Filipina, dan Vietnam bersama-sama mengklaim wilayah tersebut.
China belum lama ini melakukan latihan militer di perairan di sekitar Kepulauan Spratly. Selain itu, China juga mengirim ratusan kapal nelayannya yang diawaki milisi ke sekitar pulau yang dikelola Filipina, yakni Pulau Thitu dan Karang Panatag. Manila sempat bersitegang dengan Beijing sejak pertengahan Maret lalu, dan pekan ini Presiden Filipina Rodrigo Duterte melunak.
Militer China mengatakan, USS Curtis Wilbur telah diperingatkan dan diusir dari perairan yang diperebutkan di dekat Kepulauan Spratly, yang diklaim China. Beijing menyebutkan, tindakan AS meningkatkan risiko keamanan regional dan bisa berpotensi memicu ketegangan baru.
USS Curtis Wilbur adalah kapal perusak kelas Arleigh Burke. Nama kapal diambil dari nama Curtis D Wilbur, Kepala Staf Ke-43 Angkatan Laut AS pada masa Presiden Ke-30 AS Calvin Coolidge. Pada 2016, USS Curtis Wilbur berbasis di Yokosuka, Jepang, sebagai bagian dari Skuadron Penghancur 15.
”Tindakan AS bisa cepat menyulut kesalahpahaman dan insiden maritim tak terduga,” kata juru bicara Komando Wilayah Selatan Tentara Pembebasan Rakyat China, Kolonel Tian Junli, dalam pemberitahuan yang di-posting di media sosial.
Tian Junli menambahkan, ”(Pengerahan USS Curtis Wilbur) ini tidak profesional dan tidak bertanggung jawab. Pengerahan itu juga sepenuhnya menunjukkan bahwa AS adalah ’pencipta risiko keamanan di Laut China Selatan’.”
Pada Oktober 2018, kapal perang USS Curtis Wilbur juga pernah diketahui singgah di Selat Taiwan, selat selebar 180 kilometer. Kapal tersebut saat itu berlayar bersama kapal perang lainnya, USS Antietam. Peristiwa ini merupakan yang kedua kali terjadi pada tahun tersebut.
China masih menganggap Taiwan sebagai teritorialnya yang ingin disatukan. China daratan dan Taiwan merupakan dua wilayah yang diperintah secara terpisah sejak berakhirnya perang saudara di daratan pada 1949. Namun, Beijing tetap menganggapnya sebagai provinsi pembangkang yang harus direbut kembali.
Kendati tidak mempunyai hubungan diplomatik, AS merupakan sekutu paling kuat dan negara pengekspor senjata paling besar bagi Taiwan. Pentagon mengatakan, sejak tahun 2010 nilai penjualan senjata ke Taiwan mencapai 15 miliar dollar AS atau sekitar Rp 215,6 triliun.
Beijing pada Rabu kemarin juga mengecam Washington karena mengarungi USS Curtis Wilbur melalui Selat Taiwan awal pekan ini. Namun, Armada Ketujuh AS menyebutkan, kapal perang AS tersebut melintasi Selat Taiwan karena memang jalur tersebut bebas dilalui. Kapal perang AS itu melewatinya sebagai patroli yang ”rutin”.
Amerika Serikat sering melakukan apa yang disebutnya ”Operasi Kebebasan Navigasi” di jalur yang menjadi titik panas di Laut China Selatan. Perairan tersebut dan berbagai pulau di sana diklaim oleh banyak negara, termasuk China, Taiwan, Vietnam, Jepang, Malaysia, dan Filipina. Wilayah ini merupakan salah satu tempat atau jalur laut yang kaya sumber daya di dunia.
Belum ada respons dari Washington terkait tudingan baru dari Beijing ini. Namun, selama ini Washington selalu menekankan pentingnya kebebasan navigasi di jalur perairan internasional. Laut China Selatan merupakan jalur niaga bernilai 5 triliun dollar AS. (AFP/REUTERS)