Kerja-kerja jurnalistik membutuhkan kehadiran langsung di lapangan. Paus Fransiskus mengapresiasi wartawan yang lewat pekerjaan mereka warga mengetahui beragam peristiwa yang kemudian menggerakkan mereka untuk berempati.
Oleh
B Josie Susilo Hardianto
·3 menit baca
Serangan terhadap gedung bertingkat yang ditempati kantor berita The Associated Press dan media lain, termasuk Al-Jazeera, di Gaza oleh Israel tidak bisa dibenarkan. Dalam hukum humaniter internasional, wartawan diposisikan sebagai warga sipil. Mereka harus dilindungi dan tidak boleh diserang.
Tidak mengherankan apabila Amnesty International pada Minggu (16/5/2021), sehari setelah serangan itu terjadi, menyerukan agar Pengadilan Kriminal Internasional menyelidiki serangan udara tersebut.
Sebagaimana diberitakan, pada Sabtu (15/5/2021), serangan udara Israel terhadap Gaza menyasar sejumlah target, termasuk gedung yang ditempati sejumlah media itu dan sebuah kamp pengungsi, Al-Shati. Tak ada korban dalam serangan atas gedung media tersebut. Namun, dalam serangan di Al-Shati jatuh 10 korban jiwa, delapan di antaranya anak-anak.
Sebelum serangan terjadi, pihak Israel memang telah menelepon dan memerintahkan agar pemilik gedung mengevakuasi semua penghuni gedung itu. Akan tetapi, Direktur International Press Institute Barbara Trionfi menegaskan, penargetan atas organisasi berita sama sekali tak dapat diterima, bahkan saat konflik bersenjata terjadi.
”Tindakan itu merupakan pelanggaran berat hak asasi manusia dan norma-norma yang disepakati secara internasional,” kata Trionfi.
Tidak hanya dalam konflik Israel-Palestina, dalam beragam kasus lain, seperti konflik politik di Myanmar, atau kekerasan bersenjata di Burkina Faso dan Afghanistan, wartawan kerap berada dalam posisi sangat rentan. Bahkan, mereka menjadi target serangan.
Dalam laman resmi Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO) tercatat, sejak awal 2021, sebanyak 18 wartawan tewas saat mengemban tugas mereka. Di antara mereka ada yang menjadi korban penyergapan kelompok bersenjata, seperti dialami dua wartawan Spanyol, David Beriain dan Robeto Fraile, di Burkina Faso. Total, sejak 1993, UNESCO mencatat ada 1.453 wartawan terbunuh.
Pilihan menjadi wartawan memang menempatkan seseorang untuk hadir. Ia menjadi saksi atas suatu peristiwa. Dengan panca indranya, ia melihat, mendengar, merasakan, dan mengalami apa yang terjadi.
Paus Fransiskus dalam pesannya bertajuk ”Datang dan Lihatlah” pada Hari Komunikasi Sosial Sedunia Ke-55, Minggu (16/5/2021), melihat pentingnya kehadiran tersebut. Paus mengapresiasi kerja-kerja jurnalistik.
Para wartawan, menurut Paus, memiliki sikap kesiapsediaan dan segera dapat digerakkan ke mana pun. Mereka pergi ke tempat-tempat yang tak terpikirkan oleh orang lain.
Para wartawan hadir secara langsung dalam suatu peristiwa untuk menangkap kebenaran dari berbagai peristiwa itu, seperti kehidupan sehari-hari masyarakat, beragam fenomena sosial, dan gerakan di akar rumput.
”Kita sekarang tahu, misalnya, tentang kesulitan yang dialami kelompok minoritas yang teraniaya di berbagai belahan dunia, banyak kasus penindasan dan ketidakadilan menimpa orang miskin,” kata Paus.
Menurut Paus, pekerjaan-pekerjaan seperti itu, termasuk disiplin memverifikasi dalam beragam isu, seperti pandemi Covid-19 dan vaksin, tidak bisa digantikan oleh mesin.