China Diduga Terapkan Kebijakan Koersif di Xinjiang
Menurut lembaga pemikir Australia, kebijakan koersif China yang menyebabkan penurunan tajam kelahiran di Xinjiang menjadi bukti kuat adanya praktik genosida.
Oleh
Pascal S Bin Saju
·3 menit baca
BEIJING, KAMIS — Pemerintah China dilaporkan telah secara sengaja menekan angka kelahiran penduduk etnis minoritas Uighur di Xinjiang, China barat. Penurunan tajam tingkat kelahiran warga minoritas itu terjadi setelah China diduga menerapkan kebijakan koersif di wilayah paling sensitif tersebut.
Menurut Reuters, Kamis (13/5/2021), laporan tersebut merujuk hasil kajian Institut Kebijakan Strategis Australia (ASPI) yang dirilis pada Rabu (12/5/2021). ASPI menyebutkan, kebijakan koersif China yang menyebabkan penurunan tajam kelahiran di Xinjiang menjadi bukti kuat adanya praktik genosida.
Dengan mengutip data otoritas China, ASPI mengatakan, penurunan tajam terjadi sejak 2017 dan belum pernah terjadi sebelumnya. China sejak 2017 memulai kampanye pengendalian dan pembatasan kelahiran Uighur Xinjiang dan minoritas lainnya di wilayah tersebut.
Tingkat kelahiran Xinjiang turun hampir setengah sejak 2017 hingga 2019. Wilayah-wilayah yang didominasi etnis minoritas Uighur dan kelompok minoritas lainnya mengalami penurunan sangat tajam dibandingkan dengan wilayah lain yang jarang terdapat penduduk Uighur dan minoritas lainnya.
Beijing menyatakan, perubahan tingkat kelahiran sejalan dengan perbaikan kesehatan dan kebijakan ekonomi. Beijing juga menolak keras tuduhan soal adanya praktik genosida di Xinjiang yang menyasar etnis minoritas Uighur dan minoritas lainnya di sana.
Pada akhir Oktober 2020, Senator Amerika berupaya mengeluarkan resolusi yang menyatakan, China melakukan genosida atas warga etnis Uighur dan minoritas lainnya. Kampanye China ”terhadap etnis Uighur, Kazakh, Kirgistan, dan minoritas lainnya di wilayah otonom Xinjiang merupakan genosida”.
Saat itu, Senator John Cornyn, seorang Republikan yang mendukung resolusi itu, mengatakan, ”Resolusi ini mengakui kejahatan ini apa adanya dan merupakan langkah pertama untuk meminta pertanggungjawaban China atas tindakan mengerikan mereka,” seperti dilaporkan AFP.
Jeff Merkley, Senator AS dari Demokrat, juga mengatakan bahwa resolusi itu untuk menunjukkan bahwa AS tidak bisa tinggal diam. ”Serangan China terhadap Uighur dan kelompok minoritas Muslim lainnya (meningkatkan pengawasan, pemenjaraan, penyiksaan, dan ’kamp pendidikan ulang’ paksa) adalah genosida, murni dan sederhana,” tuturnya.
Dibantah China
Juru bicara Kementerian Luar Negeri China, Hua Chunying, dalam jumpa pers di Beijing, Kamis ini menuding ASPI telah memalsukan data dan mendistorsi fakta. Kata dia, populasi Uighur tumbuh pesat dari etnis Han antara 2010-2018. Kebijakan pengendalian kelahiran tidak menargetkan kelompok minoritas.
Analisis ASPI merujuk data Pemerintah China, termasuk angka populasi regional yang dirilis pada Maret 2021. ”Analisis kami didasarkan pada pekerjaan sebelumnya dan memberikan bukti kuat bahwa kebijakan Pemerintah China di Xinjiang mungkin sebagai tindakan genosida,” katanya.
Laporan ASPI mengatakan, tingkat kelahiran di wilayah-wilayah dengan populasi penduduk asli mencapai 90 persen atau lebih tampak menurun rata-rata 56,5 persen dari tahun 2017 hingga 2018. Angka ini jauh lebih banyak daripada daerah lain di Xinjiang dan China selama periode yang sama.
Menurut ASPI, sistem denda, pengasingan, atau ancaman pengasingan, adalah termasuk metode yang digunakan oleh pihak berwenang China untuk mencegah kelahiran. Beberapa negara Barat menyerukan perlunya penyelidikan apakah tindakan Beijing di Xinjiang merupakan genosida.
Pemerintah AS dan parlemen di negara-negara sekutu, termasuk Inggris dan Kanada, menggambarkan kebijakan China di Xinjiang sebagai genosida. Menurut Konvensi Genosida PBB 1948, perlu ada bukti niat Beijing untuk menghancurkan populasi etnis untuk memenuhi tuduhan itu.
Kelompok hak asasi manusia, peneliti, warga Uighur diaspora yang lari dari Xinjiang dan beberapa anggota parlemen Barat mengatakan, pihak berwenang Xinjiang telah secara sewenang-wenang menahan sekitar 1 juta warga Uighur dan minoritas Muslim lainnya di sejumlah kamp sejak 2016.
Beijing awalnya membantah tentang adanya kamp tersebut. Kemudian mengatakan bahwa kamp yang dimaksud dalam laporan yang muncul ke luar itu tidak lain merupakan pusat pelatihan kejuruan yang disiapkan untuk memerangi ekstremisme agama. Semua orang di pusat latihan telah ”lulus”. (REUTERS/AFP)