Demokrasi Masih Hadapi Banyak Tantangan dan Tekanan
Salah satu pertanyaan yang diajukan adalah soal seberapa penting demokrasi dan seberapa demokratis negara mereka. Hasilnya menunjukkan bahwa pemerintah-pemerintah dinilai tidak memenuhi ekspektasi mereka.
Oleh
Benny D Koestanto
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Tantangan terhadap demokrasi semakin luas. Isu seperti jaminan kebebasan berekspresi tidak lagi menjadi satu-satunya persoalan mendasar di banyak negara di dunia. Isu lain yang juga menjadi ancaman bagi demokrasi adalah kesenjangan ekonomi dan penggunaan isu ekonomi sebagai faktor penekan. Hal itu mengemuka dalam Konferensi Tingkat Tinggi Demokrasi yang digelar secara daring di Kopenhagen, Denmark, Senin (10/5/2021).
Hadir sebagai pembicara dalam konferensi tersebut, antara lain, Presiden Taiwan Tsai Ing-wen dan Presiden Slowakia Zuzana Caputova. Konferensi kali ini merupakan penyelenggaraan yang keempat kalinya.
Dalam konferensi tersebut dipresentasikan juga Indeks Persepsi Demokrasi 2021 (DPI 2021). Indeks tersebut merupakan hasil survei atas 53.000 responden dari 53 negara. DPI 2021 dilaksanakan oleh perusahaan jasa pemasaran asal Jerman, Latana, bekerja sama dengan Yayasan Aliansi Demokrasi yang merupakan penyelenggara konferensi.
CEO Latana Nico Jaspers mengatakan, tujuan survei tersebut adalah untuk memahami krisis global dari perspektif masyarakat umum. Survei itu diklaim sebagai studi tahunan terbesar tentang persepsi masyarakat soal isu demokrasi. Survei tersebut digelar pada rentang waktu 24 Februari-24 April 2021.
Salah satu pertanyaan yang diajukan dalam survei tersebut adalah soal seberapa penting demokrasi bagi responden dan seberapa demokratis negara mereka. Hasilnya menunjukkan bahwa banyak pemerintah di dunia dinilai tidak memenuhi ekspektasi demokratis warganya. Mereka merasakan adanya kesenjangan antara demokrasi yang diinginkan atau dicita-citakan dan kondisi riil yang mereka alami.
Tidak mengherankan apabila kemudian harapan masyarakat terhadap tumbuhnya negara yang demokratis meningkat. Dalam laporan itu disebutkan harapan warga pada tumbuhnya demokratisasi naik menjadi 37 persen—tahun lalu hanya 31 persen dari responden. Harapan itu terutama muncul dari warga Peru, Yunani, Argentina, Austria, dan Turki.
Presiden Taiwan Tsai Ing-wen dalam presentasinya menyatakan, dalam kondisi apa pun, Taiwan berupaya keras mempertahankan demokrasi yang telah diraih. Berdasarkan pada pengalaman dan aneka pelajaran dari sejarah, Taiwan dikatakannya tidak akan pernah mau dan dapat dibungkam. Penegakan demokrasi, perdamaian, dan stabilitas adalah sebuah tanggung jawab yang akan dibagikan pemerintahnya.
”Oleh karena itu, kita semua harus memperkuat strategi global untuk demokrasi, untuk menegakkan kebebasan, aturan hukum, hak asasi manusia, dan ruang perbedaan pendapat,” kata Tsai.
Ia mengatakan, komitmen Taiwan atas kebebasan dan demokrasi telah mengakibatkan Taiwan menjadi target kampanye disinformasi, mengalami paksaan ekonomi, dan bahkan intimidasi militer. ”Pemerintah kami sangat sadar atas ancaman bagi kawasan dan secara aktif meningkatkan kemampuan-kemampuan pertahanan nasional kami semata-mata guna mempertahankan demokrasi kami,” kata Tsai.
”Di samping itu, Taiwan bekerja sama dengan mitra-mitra global untuk memastikan keamanan dan stabilitas di kawasan. Kami yakinkan Anda bahwa Taiwan akan melanjutkan tugas dan kerja kami.”