Kapal Selam, Laskar Penggentar yang Bikin Berdebar
Beroperasi di bawah laut membuat kapal selam lebih sulit dideteksi dan hal itu menjadi unsur penggentarnya. Berbeda dengan kapal permukaan yang membutuhkan jumlah sebagai unsur penggentar.

Kapal selam KRI Ardadedali-404 tiba dari Korea Selatan di pangkalan Komando Armada IIdi Surabaya, Jawa Timur, Kamis (17/5/2018). KRI Ardadedali-404 menjadi kapal kedua setelah KRI Nagapasa-403 pesanan Pemerintah Indonesia yang diproduksi Daewoo Shipbuilding and Marine Engineering (DSME) Korea Selatan.
Dari 195 negara di dunia, hanya 120 negara yang mempunyai angkatan laut dan cuma 41 di antaranya yang memiliki kapal selam. Indonesia termasuk salah satu dari sedikit negara yang mengoperasikan wahana laut paling kompleks itu.
Asia menjadi kawasan yang mengoperasikan kapal selam terbanyak. Jumlahnya melebihi kapal selam di Benua Amerika dan Eropa. Di Asia, China dan Korea Utara (Korut) memimpin pengoperasian kapal selam dari segi jumlah ataupun teknologi.
Baca juga : Angkatan Laut China Siapkan Tiga Kapal Bantu Evakuasi KRI Nanggala
Dalam taksiran paling moderat, Korut punya 82 kapal selam alias paling banyak dibandingkan dengan negara mana pun di Bumi. Korut mengklaim memiliki paling sedikit 2 kapal selam yang bisa menjadi peluncur rudal balistik antarbenua (Inter-Continental Ballistic missile, ICBM) yang dilengkapi hulu ledak nuklir.
Ini membuat rudal Korut bisa menjangkau negara mana pun. Kekurangannya, semua kapal selam Korut bermesin diesel dan tidak dilengkapi teknologi mesin yang tidak bergantung pada udara (air-independent propulsion, AIP). Dengan AIP, kapal selam bisa menyelam lebih lama.

Sementara China, 18 dari 60 kapal selamnya dilengkapi AIP. Selain itu, Beijing mengoperasikan 12 kapal selam bertenaga nuklir yang sebagian bahkan bisa menjadi peluncur ICBM.
Amerika Serikat menyebut China sebagai negara dengan kemampuan tercepat dalam pengembangan persenjataan, termasuk kapal selam. Angkatan laut China yang disebut Angkatan Laut Pembebasan Rakyat atau People’s Liberation Army Navy (PLAN) kini menjadi angkatan laut terbesar di dunia dengan total kapal melebihi yang dimiliki AS.
PLAN menargetkan pengoperasian paling tidak 75 kapal selam yang sebagian ditenagai nuklir dan mampu meluncurkan ICBM berhulu ledak nuklir. China menempatkan kapal selam nuklirnya di armada utara dan armada selatan. Sementara di armada barat hanya dilengkapi kapal selam diesel.
Kapal selam peluncur ICBM ditempatkan di armada selatan yang wilayah operasinya termasuk Laut China Selatan. Di perairan itu, AS dan Rusia juga mengoperasikan kapal selam nuklir dan peluncur ICBM.
Baca juga : Membaca Strategi Peperangan Bawah Laut China
Seperti AS dan Rusia, kapal selam China diproduksi dan menggunakan sistem operasi serta persenjataan buatan dalam negeri. Hal itu membuat China mandiri dan tidak bergantung pada pasokan asing, seperti mayoritas operator kapal selam.
Korea Selatan juga mandiri dalam produksi senjata, termasuk kapal selam. Demikian pula Iran dan Jepang. Tokyo sudah hampir satu abad mengembangkan sendiri kapal selam.

Anggota TNI AL membawa prototipe saat kapal selam KRI Nanggala-402 merapat di Dermaga Madura Komando Armada RI Kawasan Timur di Surabaya, Senin (6/2/2012). Kedatangan KRI Nanggala setelah menjalani perbaikan di Korea Selatan disambut langsung oleh Kepala Staf Angkatan Laut Laksamana TNI Soeparno dan anggota Komisi I DPR.
Iran juga relatif mandiri karena sudah bisa membuat 27 kapal selam mini. Teheran mengoperasikan total 34 kapal selam yang dirawat sendiri. Tekanan dan embargo internasional, yang dipelopori AS, memaksa Teheran harus mandiri di berbagai bidang.
Adapun India mengimpor kapal selam dari Eropa sebelum mulai mengembangkan sendiri kapal selamnya. Kini, India menjadi salah satu dari enam negara yang mampu membuat dan tentu saja menjadi operator kapal selam nuklir. Setelah mengoperasikan SS Arihant, India sedang berusaha membangun tiga kapal selam nuklir tambahan.
Baca juga : Kapal Selam Ujung Tombak Pertahanan Laut
Tidak semua negara bisa mandiri dalam pengadaan kapal selam. Salah satunya Taiwan yang terus-menerus diancam China. Taiwan mengoperasikan empat kapal selam buatan Belanda dan AS. Bahkan, Taiwan menjadi operator kapal selam tertua dunia, buatan 1944 di AS.
Washington pernah menjanjikan ekspor 8 kapal selam ke Taiwan hampir 30 tahun lalu. Sampai sekarang, tidak satu pun kapal itu tiba di Taiwan. Fakta hanya diakui 15 negara, semuanya kecil lagi, membuat Taiwan kesulitan mengimpor kapal selam.

Kapal selam rudal balistik bertenaga nuklir kelas Jin Tipe 094A milik Angkatan Laut Tentara Pembebasan Rakyat China (PLA) terlihat dalam peragaan militer di Laut China Selatan, 12 April 2018. Laporan tahunan Pentagon yang dirilis, Kamis (2/5/2019), menyebutkan, aktivitas China ke arah penguatan kehadiran militer, termasuk pengerahan kapal selam, di kawasan Arktika.
Ketergantungan pada impor juga dialami Vietnam yang secara terbuka menunjukkan pengembangan militernya untuk menyikapi pertumbuhan kekuatan China. Hanoi mengoperasikan enam kapal selam kelas kilo dan dua kapal selam mini kelas Yugo. Semuanya kapal selam bekas yang sudah berusia lebih dari 20 tahun.
Bagi AS, Vietnam memang faktor penting untuk membendung China. Posisi geografisnya, jika dilengkapi perangkat memadai, membuat Hanoi bisa mengganggu pengerahan armada Beijing. Pengajar di Daniel K. Inouye Asia-Pacific Center for Security Studies, Alexander Vuving, menyebut bahwa upaya Vietnam jauh dari skala untuk bisa disebut berdampak terhadap China.
Indonesia, Malaysia, dan Singapura lebih dulu mengoperasikan kapal selam di Asia Tenggara. Bahkan, Indonesia menjadi pelopor pengoperasian kapal selam di kawasan.
Baca juga : Hormat bagi Para Patriot
Setelah KRI Nanggala-402 tenggelam di perairan utara Pulau Bali, Rabu (21/04/2021), Indonesia kini tinggal memiliki empat kapal selam. Dua kapal adalah pasokan dari Korea Selatan dan satu kapal lagi merupakan produksi bersama Daewoo Shipbuilding and Marine Engineering (DSME) dan PT Penataran Angkatan Laut (PAL) di Surabaya, Jawa Timur.
Satu lagi adalah Kembaran Nanggala, yakni KRI Cakra-401. Kapal selam buatan Jerman Barat yang sudah beroperasi selama 40 tahun itu kini sedang menjalani perawatan di galangan PT PAL di Surabaya, Jawa Timur.
Pada 1960-an, Indonesia memiliki 12 kapal selam yang dipasok oleh Uni Soviet. Ini menjadikan Indonesia sebagai salah satu negara dengan kekuatan laut terbesar di Asia saat itu.
Karakter
Di puncak perang dingin, AS dan Uni Soviet sama-sama mengaku, hanya kapal selam yang tengah beroperasi yang bisa selamat jika ada serangan nuklir terhadap pangkalan-pangkalan militer. Hal itu membuat pemilik kapal selam bisa melakukan serangan balasan.

Kapal selam Rusia berlayar di Sungai Neva pada Juli 2020. Rusia salah satu operator dan produsen kapal selam utama dunia.
Kapal selam juga memungkinkan ajaran Carl von Clausewitz tentang ”kabut perang” diterapkan. Jenderal dari Kerajaan Prusia (sekarang Jerman) itu menekan pentingnya memanfaatkan ketidaktahuan musuh atas kemampuan suatu pasukan sebagai salah satu pendukung kemenangan. Beroperasi di bawah laut membuat kapal selam lebih sulit dideteksi dan hal itu menjadi unsur penggentarnya. Berbeda dengan kapal permukaan yang tampak sehingga membutuhkan jumlah sebagai unsur penggentar.
Kala masih menjadi perwira menengah, Kepala Staf Angkatan Laut Singapura Laksamana Muda Aaron Beng menyebut bahwa pengoperasian kapal selam adalah lompatan penting Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut (TNI AL). Mengutip sejumlah laksamana Indonesia, Beng menyebutkan, Indonesia akan kesulitan jika harus membeli kapal permukaan agar bisa beroperasi secara optimal. Sebab, akan butuh hampir 800 kapal berstatus siap operasi untuk mengamankan wilayah Nusantara yang bentangannya lebih jauh dibandingkan dengan jarak London-Madrid ini. Lain ceritanya kalau Jakarta mengoperasikan kapal selam yang punya karakter penggertak. Kebutuhannya menyusut menjadi tidak sampai 50 unit.
Di sisi lain, Beng juga menunjukkan kecemasan atas perlombaan kapal selam di kawasan. Kala Beng bergabung dengan Royal Singapore Navy (RSN) pada 2000, Singapura telah mengoperasi empat kapal selam bekas yang dibeli dari Swedia. Saat mulai dipakai Singapura, empat kapal itu telah berusia hampir 30 tahun.
Baca juga : Perkuat Armada Kapal Selam
Sebagai perwira pertama, Beng ikut mengalami periode RSN membeli dua kapal selam bekas dari Swedia. Kini, total ada empat kapal selam berusia 33 tahun hingga 53 tahun yang dioperasikan Singapura. Sementara dua kapal selam lain dipensiunkan. Singapura juga tengah memesan empat kapal selam dari Jerman.
Tetangga Indonesia-Singapura yang berbagi Selat Malaka, Malaysia, menyusul dengan membeli kapal selam buatan Perancis-Spanyol. Sampai sekarang, dua kapal selam itu masih beroperasi dan Malaysia belum menambah armada.
Dengan satu kapal selam bekas dari India, Myanmar juga menjadi operator kapal selam di Asia Tenggara. Adapun Thailand tengah memesan kapal selam dari China. Laos, satu-satunya negara tanpa laut di Asia Tenggara, jelas tidak butuh kapal selam. Sementara Filipina masih terus-menerus memendam hasrat mengoperasikan kapal selam.

Kapal selam Amerika Serikat berpatroli di Selat Hormuz pada Desember 2020. Selat yang menghubungan Iran dengan Arab Saudi itu merupakan jalur logistik penting sehingga keamanannya terus dijaga.
Manila hanya bisa berdebar karena tidak tahu kapan dan di mana kapal selam Beijing, Naypyidaw, Hanoi, Kuala Lumpur, Singapura, dan Jakarta berpatroli. Namun, karena berbagai risiko operasinya, tentu saja Jakarta, Singapura, Hanoi, Kuala Lumpur, dan Naypyidaw ikut berdebar setiap kali mengerahkan senjata senyap yang bersembunyi di bawah ombak itu. (AFP/REUTERS/RAZ)