Meskipun para pihak bertikai di Afghanistan berupaya menuntaskan dialog, perdamaian di negara itu terus tercabik-cabik. Serangan bom di pinggiran Kabul menewaskan puluhan siswi.
Oleh
Laraswati Ariadne Anwar
·3 menit baca
KABUL, MINGGU – Serangan bom kembali mengguncang Kabul, Afghanistan. Serangan terjadi di sebuah sekolah perempuan di wilayah Dasht-i-Barchi, Kabul pada Sabtu (8/4/2021) siang. Seorang pejabat pemerintah mengatakan, hingga Minggu (9/4/2021) jumlah korban serangan itu terus bertambah. Setidaknya hingga Minggu siang, tercatat 58 siswa Putri Syedul Shuhada tewas.
Serangan terjadi saat mereka hendak pulang sekolah. Dalam serangan itu lebih dari 50 orang lain terluka. Belum ada pihak yang mengklaim bertanggung jawab atas serangan itu. Kelompok Taliban dan Negara Islam di Irak dan Suriah (NIIS) saling tuding.
Portal media Afghanistan, Pajhwok melaporkan ledakan terjadi dua kali dalam selang waktu sebentar. “Ada mobil Toyota Corolla yang diparkir di depan klinik yang bersebelahan dengan sekolah. Mobil itu yang meledak. Waktu anak-anak panik dan melarikan diri, ada ledakan lagi dari bom di jalanan,” kata Kepala Sekolah SMA Putri Syedul Shuhada Ali Khan Ehsani ketika diwawancara oleh kantor berita Bakhtar.
Satpam SMA Syedul Syuhada yang menolak disebutkan namanya menuturkan ledakan terjadi pada jam pulang sekolah. Para siswi ketika itu mulai keluar dari gerbang sekolah dan ada mobil yang diparkir di samping sekolah meledak. Kejadian berlangsung pukul 16.27 waktu setempat.
Angka terkini menyebutkan korban tewas sebanyak 58 orang, semuanya adalah siswi. Selain itu terdapat 150 korban luka-luka yang tengah dirawat di rumah sakit. Sebagian besar dari mereka juga siswi Syedul Syuhada dan beberapa di antaranya dalam kondisi kritis.
Selama beberapa tahun terakhir, wilayah Dasht-i-Barchi menjadi zona merah konflik di Kabul. Ini adalah permukiman kelompok Islam Shiah dan sering menjadi target serangan kelompok militan Sunni. Berbagai serangan teror dilakukan oleh kelompok militan yang berafiliasi dengan NIIS. Pada bulan Mei 2020 sekelompok orang bersenjata yang tidak dikenal menyerang rumah sakit di wilayah ini dan menewaskan 25 orang, termasuk 16 perempuan yang baru melahirkan.
Belum ada pihak yang mengaku sebagai biang keladi pengemboman itu. Presiden Afghanistan Ashraf Gani menuduh hal itu sebagai perbuatan Taliban. Akan tetapi, juru bicara Taliban, Zabihullah Mujahid menyangkalnya. Ia malah menuduh NIIS yang melakukan pengeboman.
Rentan
Afghanistan masih rentan konflik antara pemerintah, Taliban, dan NIIS. Amerika Serikat dan NATO yang selama ini menopang keamanan di Afghanistan telah memutuskan menarik diri dari negara itu. Dalam Nota Kesepahaman Damai AS dan Taliban yang ditandatangani di Qatar bulan Februari 2020, Taliban mensyaratkan penarikan semua pasukan AS dan NATO di Afghanistan. Saat ini setidaknya masih ada 3.500 tentara AS dan 7.000 tentara NATO di negara itu.
Presiden AS Joe Biden mengatakan, tujuan kedatangan pasukan AS di Afghanistan tahun 2001 adalah memburu pemimpin Al-Qaeda Osama bin Laden. Ia bersembunyi di Afghanistan karena organisasinya dekat dengan Taliban. Tujuan itu tercapai karena Bin Laden sudah tewas. Tidak ada lagi alasan bagi AS menumpuk pasukan di Afghanistan.
Konflik selama 20 tahun itu mengakibatkan 47.245 warga Afghanistan tewas dan jutaan terpaksa mengungsi. Selain itu, sebanyak 66.000 hingga 69.000 anggota keamanan Afghanistan tewas. Sementara itu sebanyak 2.442 tentara AS tewas dan 3.800 kontraktor keamanan swasta tewas. Adapun NATO kehilangan 1.144 personel.
Masyarakat Afghanistan mengkhawatirkan penarikan pasukan Barat itu akan menambah konflik dan kekerasan. Presiden Ashraf Gani berusaha menenangkan publik dengan mengatakan Taliban tidak lagi memiliki alasan berperang karena tentara asing sudah pergi. Selain itu, tentara nasional dinilai cukup mampu untuk menegakkan keamanan.
Meskipun begitu, Utusan Khusus AS untuk Afghanistan, Zalmay Khalilzad seperti dikutip portal berita Khaama, mengatakan bahwa AS akan tetap mendukung pemerintah sah Afghanistan apabila Taliban tetap memilih kekerasan daripada perdamaian. Pernyataan Khalilzad juga didukung oleh utusan-utusan khusus dari NATO, Norwegia, Jerman, Prancis, Italia, Inggris, dan Uni Eropa. (AFP/REUTERS)