Seusai direnovasi, kini makam Imam Syafi’i kembali ramai dikunjungi peziarah, termasuk mahasiswa Indonesia yang tengah belajar di Mesir. Bulan Ramadhan menghadirkan kesejukan tersendiri dalam penziarahan itu.
Oleh
Musthafa Abd Rahman dari Kairo, Mesir
·6 menit baca
Hari Senin, 26 April 2021, bersamaan dengan hari ke-14 bulan Ramadhan. Pada siang di hari itu, cukup banyak mahasiswa dan mahasiswi asal Indonesia di kompleks makam Imam Syafi’i yang terletak di area pemakaman Al-Qarafa, Distrik Al-Khalifa, Kairo, Mesir. Tentu pada hari itu banyak juga warga Mesir yang berziarah ke makam Imam Syafi’i.
Mereka memandang khusyuk ke arah makam Imam Syafi’i seakan-akan sedang melepas rindu kepada orang yang sangat dicintai. Ada pula dari mereka yang mengangkat kedua tangannya ke atas dengan membaca doa di depan makam Imam Syafi’i. Mereka seperti menemukan ketenangan jiwa saat berada di dalam kompleks makam Imam Syafi’i.
Namun, banyak pula pengunjung yang tengah sibuk berpose untuk mengambil foto kenangan dengan latar belakang makam Imam Syafi’i. Suasana bulan Ramadhan semakin memberi andil dan menebar rasa sejuk saat berada di dalam kompleks makam Imam Syafi’i.
Maklum, hari itu baru sekitar sepekan kompleks makam Imam Syafi’i dibuka kembali untuk umum. Dalam lima tahun terakhir kompleks itu direnovasi dengan biaya hingga 1,5 juta dollar AS atau sekitar Rp 21 miliar. Begitu beredar berita di berbagai media Mesir bahwa kompleks makam Imam Syafi’i dibuka lagi untuk umum setelah rampung direnovasi, banyak warga Mesir dan asing berbondong-bondong berziarah ke kompleks makam Imam Syafi’i.
Salah seorang penjaga kompleks makam Imam Syafi’i bernama Ismail (55) mengungkapkan, sejak dibuka lagi untuk umum pada 18 April 2021, setiap hari selalu ramai peziarah, baik warga Mesir maupun asing, yang datang ke kompleks makam Imam Syafi’i. ”Kompleks makam Imam Syafi’i dibuka untuk umum secara gratis setiap hari dari pukul 09.00 pagi sampai pukul 03.00 sore,” kata Ismail.
Peziarah Indonesia
”Alhamdulillah, saya baru hari ini bisa ziarah ke makam Imam Syafi’i dan melihat langsung makamnya,” ujar Salsabila, mahasiswi asal Bekasi yang kini duduk di tingkat IV Jurusan Tafsir Al Quran Universitas Al Azhar.
Ia mengungkapkan, dirinya pernah ziarah ke makam Imam Syafi’i saat direnovasi, tetapi hanya di luar karena tidak bisa masuk saat itu. ”Ketika beredar berita bahwa makam Imam Syafi’i dibuka untuk umum dan telah selesai direnovasi, saya segera datang ke sini. Melihat makam Imam Syafi’i adalah impian saya sejak di Indonesia sebagai pengikut mazhab Syafi’i. Baru hari ini impian saya terwujud,” tutur Salsabila.
Hal yang sama juga disampaikan mahasiswa pascasarjana Universitas Al Azhar asal Cirebon, Murtadlo Bisri, yang saat itu juga ziarah ke Imam Syafi’i.
”Sejarah mencatat bahwa Imam Syafi’i adalah imam rujukan pada salah satu dari empat mazhab yang dianut Al Azhar. Saya datang ke sini untuk berziarah ke sosok yang memiliki andil besar dalam perjalanan ilmu keislaman di seluruh belahan dunia, baik bagi umat Islam secara umum maupun bagi rakyat Indonesia yang menganut mazhab Imam Syafi’i,” ujar Murtadlo Bisri.
”Kebetulan saya bermukim di Mesir dan makam Imam Syafi’i juga berada di Mesir. Maka, saya berziarah untuk mendapat berkah karena beliau adalah ulama yang menurut Imam Nawawi adalah seorang wali besar,” lanjutnya.
Menurut Murtadlo, dia sudah puluhan kali ziarah ke makam Imam Syafi’i yang merupakan tempat ziarah utama bagi warga Mesir dan warga Indonesia di Mesir.
Lahir di Jalur Gaza
Imam Syafi’i lahir di Jalur Gaza pada tahun 767 Masehi. Sejak kecil, Imam Syafi’i ditinggal wafat ayahnya. Dia kemudian dibawa pindah oleh ibunya ke Mekkah.
Inilah kisah awal pengembaraan Imam Syafi’i dari satu tempat ke tempat lain. Ia lalu pindah dari Mekkah ke Madinah. Di Madinah, Imam Syafi’i berguru kepada Imam Malik, pemilik dan pencetus mazhab Maliki. Ia sempat tinggal di Yaman sebelum pindah ke Baghdad, Irak.
Pada tahun 810 Masehi, Imam Syafi’i pindah ke Baghdad dan mulai membangun mazhab sendiri dalam fikih yang dikenal dengan qaul qadim (pendapat lama). Imam Syafi’i kemudian pindah ke Mesir pada tahun 814 Masehi dan mengajar di Masjid Amr bin Ash.
Selama di Mesir, ia mengeluarkan pendapat baru di bidang fikih yang populer dengan nama qaul jadid (pendapat baru). Imam Syafi’i adalah pencetus ilmu Ushul Fikih dengan kitabnya yang legendaris, Ar Risalah. Adapun kitab fikihnya yang sangat populer adalah Al Umm. Ia wafat di Fustat (Kairo) pada 19 Januari 820 Masehi.
Imam Syafi’i, yang memiliki nama lengkap Muhammad ibn Idris as-Syafi’i, populer sebagai pemikir salah satu dari empat mazhab fikih (hukum Islam) dalam Sunni, yaitu mazhab Syafi’i, selain mazhab Maliki, mazhab Hanafi, dan mazhab Hanbali.
Mazhab Syafi’i dilansir memiliki pengikut sebanyak 28 persen dari keseluruhan umat Islam yang mencapai 1,9 miliar menurut kanal Youtube TRT World berjudul Visualised: World’s Major Religions 1945-2019 yang diluncurkan pada 24 Agustus 2020.
Sebagian besar pengikut mazhab Syafi’i tersebar di Asia Tenggara (Indonesia, Malaysia, Brunei, Singapura, Filipina selatan, Thailand selatan, dan Kamboja). Pengikut mazhab Syafi’i juga terdapat di Mesir selatan, Suriah, Kurdistan, Yaman, Bahrain, dan beberapa negara di Afrika.
Jumlah pengikut mazhab Syafi’i disebut terbesar kedua setelah pengikut mazhab Hanafi. Tidak heran warga dari Asia Tenggara, terutama Indonesia dan Malaysia, selalu meramaikan kompleks makam Imam Syafi’i setiap hari.
Makam Imam Syafi’i sejak awal sudah dikenal ramai peziarah, baik warga Mesir maupun tamu mancanegara. Karena itu, semua penguasa di Mesir, sejak era Salahuddin al-Ayubi hingga saat ini, memberi perhatian khusus terhadap kompleks makam Imam Syafi’i.
Adalah Salahuddin al-Ayyubi yang pertama membangun kompleks makam Imam Syafi’i (1176-1178 M) sebagai bentuk rasa hormat kepada Imam Syafi’i yang makamnya selalu ramai peziarah saat itu. Selain kompleks Imam Syafi’i, saat itu juga dibangun madrasah mazhab Imam Syafi’i untuk meredam aliran Syiah yang dianut sebagai mazhab resmi pada era dinasti Fatimid.
Adapun kompleks Imam Syafi’i yang berdiri sekarang, dengan kubah kayu yang dilapisi timah dan sangat artistik, dibangun oleh Dinasti Ayubid kelima, Sultan Kamel Muhammad, pada tahun 1211 Masehi.
Di atas kubah itu terdapat hiasan perahu kecil. Kubah dengan bahan kayu itu adalah satu-satunya di Mesir. Hiasan perahu kecil di atas kubah itu disebut sebagai simbol keluasan ilmu Imam Syafi’i.
Kompleks makam Imam Syafi’i mengalami beberapa kali renovasi dari masa ke masa. Renovasi pertama dilakukan oleh Sultan Al-Naser Mohamed dari dinasti Mamluk (1310 M-1340 M). Sultan Qaitbay juga melakukan renovasi atas kompleks makam Imam Syafi’i pada tahun 1410 M dan Sultan Al-Ghuri pada tahun 1516 M.
Pada era kekuasaan Dinasti Ottoman di Mesir, Abdel Rahman Katkhuda membangun masjid di samping kompleks makam Imam Syafi’i. Pada tahun 1772 Masehi dilakukan renovasi lagi oleh Ali Bek Al-Kabir. Renovasi terakhir dilakukan oleh Khedive Tawfik pada tahun 1891 M-1892 M.