Catur Jadi Terobosan Mengentaskan Anak-anak Afrika dari Kemiskinan
Seorang pecatur profesional di Nigeria mengajak anak-anak permukiman kumuh bermain catur guna mendidik anak-anak itu untuk berpikir abstrak, kritis, kreatif, inovatif, disiplin, pandai mengelola waktu, dan bekerja keras.
Oleh
Laraswati Ariadne Anwar
·4 menit baca
Masalah kemiskinan dan anak putus sekolah merupakan momok semua negara di dunia. Umumnya, intervensi yang dilakukan ialah menerapkan program wajib belajar serta memberikan beasiswa, pendidikan kesetaraan, dan pelatihan keterampilan kerja. Akan tetapi, di Nigeria, jalur yang ditempuh untuk mengentaskan anak dari kemiskinan ialah dengan cara mengajar mereka bermain catur.
Babatunde Onakoya adalah pecatur profesional dari Nigeria. Pada tahun 2018, ia mendirikan organisasi Chess in Slums Africa yang mengajak anak-anak permukiman kumuh bermain catur. ”Semuanya berawal dari banyaknya anak putus sekolah, bahkan di tingkat sekolah dasar. Mereka berkeliaran tanpa tujuan di jalanan dan terpapar berbagai risiko kejahatan hingga kecelakaan,” katanya seperti dilansir dari Reuters, Kamis (6/5/2021).
Dalam pernyataannya di laman resmi Chess in Slums Africa (CSA), Onakoya menjelaskan bahwa melalui bermain catur, ia ingin mengajarkan kepada anak-anak untuk berpikir abstrak, kritis, kreatif, dan inovatif. Di saat yang sama, mereka juga belajar disiplin, pandai mengelola waktu, bekerja keras, dan menetapkan cita-cita ataupun target jangka pendek.
Data Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Anak-anak (Unicef) menyatakan bahwa per tahun 2018 di Nigeria ada 10 juta anak putus sekolah. Lebih rinci, sebanyak 30 persen anak putus sekolah di bangku sekolah dasar (SD) dan 54 persen anak yang lulus SMP tidak mampu melanjutkan ke SMA akibat tekanan kemiskinan. Hal ini diperparah, menurut data Bank Dunia tahun 2018, dengan hanya 20 persen lulusan SD di Nigeria lancar membaca dan menulis.
”Beberapa dari anak didik CSA memang maju menjadi pecatur profesional. Akan tetapi, bukan itu target utamanya, kami mengincar agar anak-anak mampu mengembangkan pemikiran kritis mereka sehingga mencintai proses belajar dan mau kembali bersekolah,” tutur Onakoya.
Inisiatif ini bermula di daerah Majidun, Lagos, ibu kota Nigeria yang memiliki populasi 5.000 jiwa. Onakoya dan lembaganya merangkul anak-anak putus sekolah dan mengajak mereka bermain catur. Awalnya mereka tertarik karena melihat catur merupakan permainan yang seru. Menurut dia, banyak anak yang kesal karena kalah, tetapi akibat penasaran, mereka tetap mengikuti permainan dan perlahan mulai belajar.
Dari ketertarikan ini, para pendamping di CSA pelan-pelan mengajari anak-anak membaca, menulis, dan berhitung. Akan tetapi, yang lebih penting lagi bagi mereka adalah memberi pendidikan karakter, seperti kesabaran, ketekunan, kepercayaan diri, dan inovasi.
Awalnya, CSA merangkul 20 anak, tetapi mereka datang membawa teman-teman dan kini ada ratusan anak yang melatih ketajaman berpikir melalui catur di sudut perkampungan kumuh Majidun. ”Selain program mentor, anak-anak juga dikenalkan dengan berbagai aplikasi catur di gawai dan komputer. Dari sini mereka belajar mengenai teknologi digital,” kata Onakoya.
Cerita sukses
Media lokal Read Nigeria Network memberitakan, kini sudah 1.000 anak bergabung dalam program CSA. Sebanyak 20 orang memperoleh beasiswa akademik. Cerita kesuksesan pada awal berdirinya CSA tiga tahun lalu adalah Basirat, anak perempuan yang kala itu berusia lima tahun. Ia berkeinginan menjadi perawat, tetapi orangtuanya tidak mampu membiayai pendidikan formal.
Ketika diperkenalkan dengan catur, kemampuan Basirat melejit. Bocah yang awalnya sukar berbicara itu kini lancar berbahasa Inggris dan banyak menyerap kosakata baru. Kemampuan matematisnya pun meningkat. Perkembangan Basirat diunggah rutin ke laman media sosial CSA sehingga ia memperoleh sponsor yang memberinya beasiswa. Kini, ia duduk di bangku SD berbasis Montessori di Lagos.
Juara catur dari perkampungan kumuh Afrika yang paling terkenal di dunia adalah Phiona Mutesi (25), salah seorang perempuan pertama yang menjadi master catur internasional dari Afrika. Perempuan kelahiran Kampala, Uganda, ini putus sekolah pada umur sembilan tahun dan harus membantu ibunya yang janda berjualan makanan di jalanan.
Berdasarkan wawancaranya dengan BBC tahun 2013, Mutesi berkenalan dengan catur ketika melewati sebuah klub catur untuk anak sekolah saat menjajakan dagangannya. Ia tertarik dengan klub yang menawarkan camilan gratis dan mulai mencoba bermain catur.
Catur mengajarkan kepada siswa untuk belajar berpikir cepat dan membuat keputusan strategis yang bisa diterapkan ke mata pelajaran apa saja.
Tak disangka, ia memiliki bakat kuat sehingga dari kepandaiannya bermain catur ia memperoleh beasiswa melanjutkan sekolah dan mewakili Uganda ke Olimpiade Catur Perempuan berkali-kali. Kisah hidupnya pun diangkat oleh raksasa hiburan Disney ke dalam film Queen of Katwe yang disutradarai Mira Nair.
Melatih berpikir logis
Inisiatif mendidik melalui catur juga dilakukan di Afrika Selatan. Jabulani Ncukuba, seorang guru SMP dari Bethlehem, Afrika Selatan, menjadikan catur sebagai salah satu mata pelajaran di sekolahnya. Dalam beberapa bulan, ia melihat perkembangan para siswanya dalam menguasai mata pelajaran matematika dan bahasa.
”Catur mengajarkan kepada siswa menggunakan untuk matematika secara logis dan nyata. Mereka juga belajar berpikir cepat dan membuat keputusan strategis yang bisa diterapkan ke mata pelajaran apa saja,” ujarnya kepada BBC tahun 2016.
Pada tahun 2008, Markus Scholtz, peneliti dari Universitas Leipzig, Jerman, bersama rekan-rekannya dari perguruan tinggi yang sama dan Universitas Ilmu Terapan Esslingen menerbitkan makalah di Jurnal Internasional untuk Pendidikan Khusus. Penelitian mereka membuktikan bahwa jika diajarkan dengan metode yang tepat, catur mampu mengembangkan kecerdasan dan kemampuan anak-anak dengan berbagai hambatan belajar.
Makalah ini menjelaskan bahwa catur sejatinya permainan yang rumit. Namun, dengan praktik bermain dan berpikir cepat di tempat, anak-anak tanpa menyadari sedang belajar berhitung, mengambil keputusan, dan mengembangkan rasa percaya diri.