Penggusuran di Sheikh Jarrah, Upaya Yahudinisasi Terkini Israel di Jerusalem
Sampai 1919, seluruh Palestina dan wilayah pendudukan Israel dikuasai Ustmani. Selanjutnya, daerah itu dalam perwalian PBB dan belakangan dikendalikan Amman.
Oleh
kris mada
·4 menit baca
JERUSALEM, JUMAT — Israel terus berusaha menyingkirkan orang Palestina dan bukti kepemilikan Palestina dari Jerusalem. Upaya terbaru itu tengah terjadi di kawasan Sheikh Jarrah, Jerusalem Timur. Pegiat HAM di Jerusalem menyebutnya sebagai bagian dari ”Yahudinisasi” Kota Tua Jerusalem.
Pada Jumat (7/5/2021) dini hari, bentrokan kembali berlangsung antara pemukim Israel dan warga Palestina di kawasan itu. Aparat Israel juga terlibat dalam keributan tersebut. Hingga Jumat pagi, sejumlah orang terluka dan belasan lain ditangkap dalam insiden itu.
Sejak beberapa bulan terakhir, rangkaian bentrokan antara pemukim Israel dan warga Palestina di Sheikh Jarrah terus terjadi. Pada pekan pertama Mei 2021, ketegangan meningkat di wilayah permukiman itu. Pengadilan Israel menetapkan tenggat 2 Mei 2021 bagi warga Palestina di kawasan itu untuk berdamai dengan Nahlat Shamon, organisasi pemukim Yahudi.
”Israel membuat semua mekanisme hukum. Sepertinya untuk tujuan ini, Yahudinisasi. Ini bukan soal perebutan sejumlah rumah. Tujuannya adalah mengambil alih Kota Tua dan lingkungan orang Palestina,” kata Aviv Tatarsky, peneliti pada Ir Amim, kelompok pegiat HAM di Jerusalem, yang dikutip The Times of Israel.
Peneliti pada kelompok pembela HAM Israel itu mengacu pada sebutan untuk kawasan Jerusalem yang sudah ada sejak ribuan tahun lalu. Di kawasan itu ada Gereja Makam Suci, Tembok Ratapan, rute penyaliban Yesus, hingga Masjidil Aqsa. Lokasi itu merupakan tempat-tempat suci bagi pemeluk Islam, Kristen, dan Yahudi.
Ir Amim mencatat, sedikitnya 200 keluarga Palestina di Jerusalem kini terancam digusur lewat mekanisme hukum Israel. Hingga 70 keluarga tinggal di Sheikh Jarrah.
Asosiasi HAM Israel menyebut, ada 358.000 orang Palestina dan 225.000 pemukim Israel tinggal di Jerusalem Timur. Mayoritas pemukim Israel, menurut Asosiasi HAM Israel, tinggal di permukiman baru, seperti Gilo dan Ramat Shlomo.
Jerusalem Timur, seluruh Jerusalem dan sebagian besar Tepi Barat yang diduduki Israel dikuasai Jordania sampai 1967. Lewat perang pada 1967, Israel mencaplok mayoritas Tepi Barat dan Jerusalem dari Jordania. Kecuali oleh Amerika Serikat dan tidak sampai 20 negara di Eropa dan Amerika Latin, pendudukan Israel atas Jerusalem tidak diakui komunitas internasional.
Orang Palestina di Jerusalem Timur terus terancam penggusuran yang antara lain berdasarkan undang-undang buatan Israel pada 1970. Undang-undang itu memberi hak kepada orang Yahudi mengklaim ulang lahan di Jerusalem Timur yang dinyatakan dimiliki sebelum perang 1948.
Namun, menurut Tatarsky, tidak ada peraturan sejenis untuk warga Palestina yang terpaksa mengungsi selepas perang 1948. Padahal, sebelum perang 1948, ribuan orang Palestina punya rumah di berbagai wilayah yang kini diduduki Israel.
Kasus di Sheikh Jarrah
Bentrokan terbaru di Sheikh Jarrah dipicu permintaan Nahlat Shamon kepada keluarga Palestina agar membayar sewa atas rumah yang mereka tempati sejak pertengahan dekade 1950-an. Permintaan itu ditolak. Sebab, menurut Hosni Abu Hussein yang menjadi pengacara keluarga Palestina itu, permintaan tersebut sama saja mengakui kepemilikan Yahudi atas Sheikh Jarrah.
Rumah yang diklaim Nahlat Shamin dibangun bersama oleh Amman dan Badan PBB untuk urusan Pengungsi Palestina, UNRWA, beberapa tahun selepas perang 1948. Pengungsi Palestina bisa tinggal di sana dengan syarat menyatakan tidak akan lagi meminta fasilitas dari UNRWA dan melepaskan status pengungsi.
Pada April 2021, Amman menyerahkan 14 dokumen terkait kesepakatan itu. Dalam dokumen-dokumen itu tercantum, lahan permukiman disediakan Amman dan dana pembangunan rumah disediakan UNWRA.
Wakil Walikota Jerusalem, Aryeh King, mengaku tahu perjanjian itu. Sayangnya, menurut King, Amman tidak pernah menyerahkan kepemilikan lahan kepada para pemukim Palestina di Sheikh Jarrah. “Kalau pernah, mana mungkin para Yahudi bisa mengklaim lagi lahan mereka,” ujar King.
Nahlat Shamon dibentuk di Amerika Serikat pada 1972 untuk membantu pemeluk Yahudi di berbagai negara masuk ke Israel. Nahlat Shamon membeli lahan di Sheikh Jarrah dari Sephardic Council dan Ashkenazi Council pada 2003.
Dewan-dewan Yahudi itu mengaku membeli tanah di Sheikh Jarrah pada pertengahan abad 19 dan mengajukan bukti kepemilikan yang diklaim dikeluarkan pemerintahan Utsmani.
Sampai 1919, seluruh Palestina dan wilayah pendudukan Israel dikuasai Ustmani. Selanjutnya, daerah itu dalam perwalian PBB dan belakangan dikendalikan Amman. “Jerusalem adalah batas yang tidak boleh dilanggar bagi Jordania, Raja, dan negara Palestina,” kata Menteri Luar Negeri Jordania Ayman Safadi.
Sheikh Jarrah hanya berjarak dekat dan bisa ditempuh dengan berjalan kaki singkat dari Pintu Damaskus Kota Tua Jerusalem area terbuka yang populer di kalangan warga Palestina, khususnya di bulan Ramadhan.
Sejak 1956, sebanyak 37 keluarga Palestina menempati 27 rumah di permukiman Sheikh Jarrah itu, termasuk 28 keluarga pengungsi yang etnis mereka diusir dari rumah-rumah asal mereka di Jaffa dan Haifa pada 1948. Para pemukim yahudi berupaya mengusir mereka dengan berpatokan pada Undang-undang yang disahkan oleh perlemen Israel tahun 1970.
Desakan Eropa ke Israel
Kamis kemarin, sejumlah negara Eropa, seperti Perancis, Jerman, Italia, Spanyol, dan Inggris, mendesak Israel agar menghentikan pembangunan permukiman di wilayah pendudukan Tepi Barat. Desakan itu diungkapkan melalui pernyataan bersama.
Pernyataan tersebut dikeluarkan negara-negara tersebut saat ketegangan melanda Jerusalem Timur menjelang pembacaan keputusan pengadilan Israel, yang bisa membuat puluhan keluarga Palestina, terusir dari rumah-rumah asal mereka di Sheikh Jarrah.
”Kami mengimbau Pemerintah Israel untuk membatalkan keputusan melanjutkan pembangunan 540 unit permukiman di area E di Har Homa E wilayah pendudukan Tepi Barat dan menarik kebijakan perluasan pembangunan permukiman di sepanjang wilayah pendudukan Palestina,” demikian pernyataan negara-negara Eropa itu.
”Jika jadi dilaksanakan, keputusan memperluas permukiman di Har Homa, antara Jerusalem Timur dan Bethlehem, itu akan menyebabkan gangguan lebih lanjut atas prospek berdirinya negara Palestina.” (AFP/REUTERS/SAM)