WTO Kembali Bahas Penghapusan Paten Vaksin Covid-19
Amerika Serikat dan sejumlah negara Uni Eropa menolak penundaan pembayaran royalti atas obat dan vaksin Covid-19. Produsen vaksin menargetkan pendapatan puluhan miliar dollar AS.
Oleh
kris mada
·3 menit baca
JOEL SAGET/AFP
Foto yang diambil pada 11 Maret 2021 ini menunjukkan vaksin Covid-19 AstraZeneca dan jarum suntik di Paris, Perancis. Regulator obat Uni Eropa pada 18 Maret 2021 mengatakan bahwa vaksin AstraZeneca aman dan efektif serta tidak terkait dengan peningkatan risiko pembekuan darah.
GENEVA, RABU — Anggota Organisasi Perdagangan Dunia akan kembali membahas penghapusan sementara hak paten untuk vaksin Covid-19. Penghapusan sementara akan membuat harga vaksin lebih terjangkau.
Pertemuan virtual soal isu itu dijadwalkan pada Rabu (5/5/2021). Kepala Perwakilan Dagang Amerika Serikat Katherine Tai dijadwalkan ikut membahas isu tersebut. Menjelang rapat Organisasi Perdagangan Dunia (WTO), Tai menyebut bahwa AS membahas pilihan-pilihan untuk penyediaan vaksin secara luas dan cara mengatasi ketimpangan distribusi vaksin. ”Ini bukan hanya masalah kesehatan. Pemulihan ekonomi bergantung pada itu,” ujarnya.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyebut distribusi vaksin Covid-19 sangat timpang. Dari 700 juta dosis yang sudah diberikan sampai April 2021, tidak sampai 1 juta dosis diberikan ke negara miskin. Hampir 500 juta dosis disuntikkan untuk warga di AS dan China. Sisanya terbagi ke beberapa negara lain di Asia, Eropa, dan Amerika.
Negara miskin tidak bisa mengakses vaksin terutama karena harga vaksin yang mahal. Selain itu, sejumlah negara melarang ekspor vaksin sebelum kebutuhan domestik terpenuhi. Pelarangan, antara lain, dilakukan AS, anggota Uni Eropa, dan India.
India menjadi produsen, bukan pemegang hak cipta, hak paten, ataupun rancangan industri vaksin-vaksin Covid-19. Meski berkontribusi pada hambatan distribusi vaksin, India ikut mendesak penghapusan sementara hak paten, hak cipta, rancangan industri terkait obat dan vaksin Covid-19. India mengajukan proposal itu ke WTO bersama Afrika Selatan.
Dokter Lintas Batas (MSF) juga mengusulkan hal sejenis secara terpisah. Pada awal 2020, Kementerian Luar Negeri Indonesia juga sudah menjajaki opsi sejenis. Opsi itu membuat harga vaksin dan obat Covid-19 bisa ditekan. Sebab, pihak mana pun bisa membuat tanpa harus membayar royalti. Selama ini, pembayaran royalti merupakan salah satu komponen yang menyebabkan harga produk farmasi menjadi mahal.
Putaran perundingan
Sejak Oktober 2020, sudah 10 putaran perundingan digelar WTO untuk membahas isu itu. Menjelang putaran ke-11 di WTO, para pengusul penghapusan sementara menyebut bahwa proposal mereka dimodifikasi. Cakupan proposal baru akan lebih dibatasi.
Wakil Tetap Norwegia yang menjadi ketua sidang untuk membahas isu itu, Dagfinn Sorli, menyebut bahwa ada harapan untuk isu tersebut. Sementara Direktur Jenderal WTO Tedros Adhanom Ghebreyesus mengatakan, perkembangan terbaru perlu diikuti dengan persetujuan segera.
Seperti pada banyak lembaga internasional, keputusan di WTO harus dicapai melalui konsensus dari semua anggota. Dengan demikian, perlu kesepakatan 164 negara untuk menyetujui penghapusan sementara hak paten, hak cipta, dan rancangan industri terkait obat dan vaksin Covid-19.
Dalam 10 putaran perundingan sampai 30 April 2021, WTO gagal mencapai kesepakatan. Kegagalan terutama karena negara maju, termasuk AS, menolak usulan tersebut. Negara maju, yang merupakan tempat asal produsen vaksin Covid-19, mengajukan alasan bahwa pembayaran royalti membantu proses riset selanjutnya. Alasan sejenis disampaikan para produsen.
Sejumlah anggota DPR Amerika Serikat dari fraksi Republikan mendesak Kepala Perwakilan Dagang AS Katherine Tai untuk menolak penghapusan sementara paten. Mereka menyebut penghapusan itu tidak akan membantu ketersediaan vaksin. ”Permintaan penghapusan sementara terlalu luas dan tidak adil serta bisa mengabaikan keuntungan yang akan tersedia,” demikian permintaan tertulis mereka kepada Tai.
Sebaliknya, sejumlah anggota DPR AS dari fraksi Demokrat mendesak Presiden AS Joe Biden mendukung penghapusan sementara. Kebijakan itu bisa menyelamatkan banyak jiwa dan mengutamakan nyawa manusia dibandingkan keuntungan perusahaan obat.
Produsen memang mendapat untung besar dari perdagangan vaksin Covid-19. Pfizer mengejar pendapatan hingga 26 miliar dollar AS dan telah mendapat keuntungan ratusan juta dollar AS dari penjualan vaksin Covid-19.
Pfizer dan sejumlah perusahaan lain ikut mendapat subsidi bernilai total 5 miliar dollar AS dari Pemerintah AS untuk pengembangan obat dan vaksin Covid-19. Pemerintah negara lain juga menyubsidi sejumlah perusahaan obat untuk tujuan sejenis. (AFP/REUTERS)