Kasus Covid-19 di India menembus angka 20 juta, terbanyak ke dua setelah Amerika Serikat. Tokoh oposisi mendorong pemerintah untuk melakukan kebijakan ”lockdown” ketat. Kondisi ini berbanding terbalik dengan Eropa.
Oleh
Mahdi Muhammad
·4 menit baca
NEW DELHI, SELASA — Kasus warga yang terinfeksi Covid-19 di India terus bertambah dan kini menembus angka 20 juta membuat India menjadi negara kedua terbanyak setelah Amerika Serikat yang memiliki kasus positif di atas dua digit. Kondisi penyebaran virus SARS-CoV-2 di India yang berlipat ganda berbanding terbalik, kontras, dengan kondisi di sejumlah negara Eropa dan Amerika Serikat yang telah melakukan vaksinasi massal dan memungkinkan pelonggaran pembatasan kegiatan warga.
Meski demikian, dibandingkan dengan pekan lalu, laju infeksi mengalami penurunan, dari puncaknya pada Jumat pekan lalu mencapai 402000 kasus per hari kini menjadi 350.000 infeksi.
”Kalau kasus harian dan kematian dianalisis ada sinyal awal pergerakan ke arah yang positif,” kata pejabat senior Kementerian Kesehatan India Lav Aggarwal, SElasa (4/5/2021). Namun, pada saat yang sama, Aggarwal menyatakan, penurunan jumlah infeksi itu hanya sinyal awal dan butuh pendalaman lebih lanjut.
Dalam 24 jam terakhir, jumlah penderita Covid-19 di India bertambah sebanyak 357.229 jiwa menjadi 20,3 juta orang. Angka kematian naik 3.449 menjadi 222.408 orang meninggal dunia. Banyak ahli menduga angka sebenarnya jauh lebih tinggi.
Sebanyak delapan juta kasus infeksi baru terjadi di India sejak akhir Maret 2021, sebuah gelombang kedua infeksi yang lebih ganas dibandingkan sebelumnya yang disebabkan varian baru virus SARS-CoV-2. Pemerintahan Perdana Menteri Narendra Modi berada dalam tekanan publik, termasuk partai oposisi, karena telah mengizinkan kegiatan yang melibatkan banyak orang dalam satu lokasi, seperti kampanye dan upacara keagamaan.
Lonjakan kasus itu membebani sistem kesehatan di India, yang sebelumnya sudah berjibaku dengan sejumlah masalah, termasuk masalah kekurangan dana yang kronis, kekurangan tempat tidur, dan kekurangan obat-obatan. Kini, dengan gelombang infeksi yang baru, ditambah minimnya pasokan oksigen karena masalah distribusi yang cukup rumit, jumlah kematian karena Covid-19 terus bertambah.
Seorang pengemudi becak, Mohammad Javed Khan, yang tinggal di Kota Bhopal, India tengah, terpaksa mengubah kendaraannya menjadi ambulans darurat. Hal itu dilakukan setelah ia melihat banyaknya warga yang menggendong kerabat dan sanak saudara mereka ke rumah sakit. Kemiskinan membuat warga kesulitan mengakses ambulans.
”Bahkan ketika (orang) memanggil ambulans, ambulans mengenakan biaya 5.000-10.000 rupee (sekitar Rp 960.000-Rp 1,9 juta). Bagaimana orang miskin mampu membayarnya? Apalagi, saat pandemi kebanyakan orang tidak memiliki penghasilan,” kata Khan. Khan terpaksa menjual perhiasan istrinya untuk memodifikasi becaknya dan melengkapinya dengan peralatan medis darurat.
Tokoh oposisi sekaligus pemimpin Kongres Rahul Gandhi menyatakan, tidak ada cara lain bagi Pemerintah India untuk menahan laju infeksi selain memberlakukan kebijakan pembatasan secara nasional. ”Pemerintah India tampaknya tidak paham. Bila pemerintah tidak bertindak cepat, malapetaka bisa terjadi di negara ini,” kata Gandhi, dikutip laman Indian Express.
Sejauh ini kebijakan pembatasan hanya diberlakukan parsial oleh setiap pemerintah negara bagian jika dianggap tepat. Pemerintah negara bagian yang terakhir menerapkan kebijakan pembatasan adalah Negara Bagian Bihar yang berpenduduk 120 juta orang. Kebijakan ini berlaku hingga 15 Mei.
Pemerintah pusat sejauh ini hanya menerapkan kebijakan bekerja dari rumah bagi para pegawai pemerintah. Dikutip dari laman The Hindu, hanya 50 persen pegawai pemerintah pusat yang diwajibkan masuk dan bekerja, terutama pegawai disabilitas dan pegawai perempuan yang tengah mengandung.
Ditemukan di Malaysia
Pemerintah Malaysia mengumumkan bahwa otoritas kesehatannya telah mendeteksi varian virus SARS-CoV-2 yang lebih menular yang berasal dari India telah memasuki negeri jiran tersebut. Varian baru yang disebut B.1.617 ini terdeteksi dari seorang warga India yang terbang ke Malaysia dan mendarat di Bandara Internasional Kuala Lumpur (KLIA).
”Kami mengimbau masyarakat untuk tetap tenang. Semua upaya kesehatan masyarakat akan terus dilakukan guna memutus mata rantai penularan dan menjamin keamanan masyarakat,” kata Menteri Kesehatan Malaysia Adham Baba, akhir pekan lalu. Sebagai tindakan pencegahan, Pemerintah Malaysia, sebelum penemuan varian baru ini telah memberlakukan larangan penerbangan dari India.
Negara Asia Tenggara itu melaporkan 3.418 kasus virus korona baru pada hari Minggu, menjadikan jumlah total infeksi menjadi 415.012 kasus, termasuk lebih dari 1.500 kematian.
Kekhawatiran soal meluasnya varian baru dari India, terkait dengan longgarnya pembatasan kegiatan dan jarak sosial, juga terjadi di Lahore, Pakistan. Kekhawatiran itu beralasan setelah ribuan Muslim Syiah—banyak yang tidak mengenakan masker—berkumpul di kota Lahore timur pada hari Selasa untuk prosesi keagamaan tahunan.
Pihak berwenang Pakistan sebagian besar telah menghindari tindakan keras terhadap kegiatan keagamaan semacam itu dalam beberapa bulan terakhir, bahkan ketika pasar dan sekolah telah ditutup.
Berbeda dengan kondisi di India, sejumlah negara Eropa ingin mengambil langkah awal untuk pemulihan situasi dengan mengajukan proposal pembukaan kembali perjalanan internasional dan pariwisata. Menurut rencana, kebijakan itu paling cepat akan dilaksanakan mulai Juni mendatang.
Komisi Eropa, Senin (3/5/2021), mengusulkan agar para pelancong yang telah sepenuhnya divaksinasi dengan vaksin yang disetujui Uni Eropa atau datang dari negara-negara yang mampu mengendalikan pandemi, harus diizinkan masuk ke blok perdagangan tersebut. Namun, usulan itu masih dibahas karena Pemerintah Jerman memutuskan membatalkan festival tahunan, Oktoberfest, untuk kedua kalinya berturut-turut lantaran situasi yang belum sepenuhnya pulih.
Sementara warga AS yang telah divaksinasi mengincar Eropa sebagai tujuan utama liburan musim panas mereka tahun ini. Sebanyak 100 juta warga AS telah menjalani vaksinasi secara penuh. (AFP/Reuters)