Kapal Induk China Semakin Aktif, Filipina Tetap Gelar Latihan di Laut China Selatan
Angkatan Laut China makin mengaktifkan kapal induknya lewat operasi-operasi di Laut China Selatan di tengah meningkatnya ketegangan di kawasan perairan itu. Filipina juga menyatakan tak menghentikan latihan maritimnya.
Oleh
KRIS MADA DAN MH SAMSUL HADI
·5 menit baca
BEIJING, SENIN -- Tentara Pembebasan Rakyat China mengumumkan bahwa kapal induknya terus beroperasi di Laut China Selatan. Beijing menyebut operasi itu bagian dari latihan rutin tahunan.
Juru bicara militer China, Gao Xiucheng, mengatakan bahwa China berharap dunia melihat latihan Tentara Pembebasan Rakyat (PLA) itu secara obyektif dan rasional. ”Angkatan Laut PLA akan terus melakukan latihan sejenis di masa mendatang,” ujarnya, Minggu (2/5/2021), di Beijing, sebagaimana dilaporkan media China, Global Times.
Secara terpisah di Manila, Menteri Pertahanan Filipina Delfin Lorenzana menegaskan akan terus melanjutkan latihan maritim di dalam wilayah 200 mil Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Laut China Selatan. Penegasan ini mengabaikan seruan Beijing agar Manila menghentikan latihan maritimnya, karena dinilai dapat meningkatkan eskalasi persengketaan.
Pasukan penjaga pantai Filipina dan badan kelautan negara itu memulai latihan maritim bulan lalu. Kehadiran mereka semakin mencolok di area tersebut, sekaligus "menandingi" kehadiran kapal-kapal China. "Langkah patroli maritim di WPS (Laut Filipina Barat) dan Kelompok Pulau Kalayaan oleh Pasukan Penjaga Pantai Filipina dan Badan Kelautan dan Sumber Daya Air akan berlanjut," tegas Lorenzana melalui pernyataan tertulis, Minggu.
"Pemerintah (Filipina) tidak terpengaruh dalam mengambil posisinya," lanjut Lorenzana.
Adapun operasi Angkatan Laut China dalam beberapa hari terakhir melibatkan kapal induk Shandong. Selain Shandong, China mempunyai kapal induk bernama Liaoning yang lebih dulu beroperasi. Shandong bergerak menuju Laut China Selatan (LCS) selepas Liaoning meninggalkan perairan itu.
Sepanjang 2020, Shandong hanya diuji coba dalam pelayaran jarak dekat. Pada 2021, untuk pertama kalinya Shandong yang beroperasi sejak Desember 2019 terlibat dalam operasi di lokasi lebih jauh.
Gao menyebut, Shandong diiringi sejumlah kapal perang lain. Walakin, ia tidak mengungkap kapal apa saja yang dikerahkan PLA di LCS. Dengan mengerahkan Liaoning dan Shandong, China jadi negara kedua yang mengerahkan kapal induk ke LCS.
Amerika Serikat lebih dulu rutin mengerahkan kapal induk ke perairan itu dengan dalih operasi kebebasan berlayar. AS mengerahkan kapal induk dari pangkalan di Jepang, Guam, dan Hawaii.
Operasi Shandong diungkap sepekan setelah Beijing mendesak Washington menahan diri dan tidak memprovokasi kawasan. Desakan itu disampaikan karena AS terus mengoperasikan kapal induk di LCS.
Selain di LCS, kapal-kapal induk China juga bergiliran berlayar di Selat Taiwan. Juru bicara Kementerian Pertahanan China, Wu Qian, menyebut, Liaoning mendapat giliran terbaru untuk beroperasi di sana. ”Kapal China tidak akan berdiam di pangkalan. Kapal induk China siap beroperasi di mana pun,” ujarnya.
Ancam Taiwan
Selain mengumumkan operasi Liaoning, Wu juga mengulangi ancaman China kepada Taiwan. ”Kami selalu siap menghadapi campur tangan asing dan kelompok pemisahan Taiwan. Tujuannya, menjaga peluang dan mendorong penyatuan kembali Taiwan,” ujarnya.
China berkeras Taiwan adalah wilayahnya dan siap menggunakan semua pilihan untuk menyatukannya kembali dengan China. Bahkan, Presiden China Xi Jinping berkali-kali menyatakan, Beijing akan menggunakan kekuatan jika diperlukan untuk menyatukan kembali Taiwan dengan China daratan. Taiwan memisahkan diri dari China setelah kaum nasionalis melarikan diri selepas kalah dalam perang saudara China.
Wu menyebut, pemisahan Taiwan adalah tantangan terbuka pada China. Kegiatan pemisahan Taiwan disebutnya membahayakan kesejahteraan seluruh bangsa China baik di daratan maupun di Taiwan.
Laporan majalah The Economist menyebut, Taiwan kini menjadi salah satu lokasi paling panas di dunia. Meski tidak mengakui kedaulatan Taiwan, AS terus menyokong militer Taipei. Bahkan, Washington mengizinkan pejabatnya lebih sering dan lebih terbuka berhubungan dengan pejabat Taipei. Sebelumnya, hubungan itu dilakukan secara tertutup.
China terus memperkuat militernya untuk menghadapi kekuatan-kekuatan pengancam. Pekan lalu, China meresmikan kapal serbu amfibi, kapal perusak, dan kapal selam pengangkut bom nuklir. Kapal serbu amfibi China bisa membawa helikopter serbu dan helikopter angkut. Kapal bernama Hainan itu, antara lain, diperkuat helikopter dan pesawat serbu nirawak buatan dalam negeri China.
Dalam peluncuran perdana, di dek Hainan antara lain terlihat helikopter Z-20 dan Z-8. Helikopter buatan dalam negeri China itu dikenal sebagai wahana angkut pasukan.
Tak hanya menyiapkan kapal perang dan helikopter militer, China juga mengembangkan aneka persenjataan, mulai dari kendaraan tempur darat sampai rudal hipersonik. Hanya China dan Rusia yang sudah mengoperasikan rudal hipersonik. Rudal Rusia mempunyai daya jangkau lebih jauh dibandingkan China.
Dengan rudal hipersonik dan rudal balistik China, secara teoretis Taiwan sama sekali tidak mempunyai kesempatan melawan China. Pesawat-pesawat Taiwan bisa diledakkan China beberapa saat setelah lepas landas dari pangkalan. Bahkan, hanya butuh tidak sampai 10 menit bagi China untuk menyasar pangkalan terjauh China.
Kapal-kapal perang China praktis dapat mengepung Taiwan. Sementara jet-jet tempur China semakin kerap terbang di wilayah udara Taiwan.
Ketegangan China-Filipina
Selain menyajikan ketegangan China versus AS plus Taiwan, kawasan Laut China Selatan dalam beberapa hari terakhir ini juga menghadirkan ketegangan antara Beijing dan Manila. China mengklaim hampir keseluruhan Laut China Selatan, wilayah lalu lintas perdagangan dan kapal-kapal laut yang ditaksir senilai sekitar 3 triliun dollar AS per tahun, meskipun Mahkamah Arbitrase Internasional (PCA) telah memutuskan bahwa klaim Beijing tidak sejalan dengan hukum internasional.
Kehadiran ratusan kapal China di wilayah Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Filipina telah memantik ketegangan terbaru antara Beijing dan Manila. Sebagai respons, Manila mengerahkan pasukan penjaga pantai dan kapal-kapalnya di wilayah tersebut, termasuk menggelar latihan maritim.
Lorenzana mengatakan, pernyataan-pernyataannya mengingatkan kembali posisi yang telah ditegaskan Presiden Filipina Rodrigo Duterte dalam isu tersebut. Ia menyebut Duterte "sangat tegas dan tanpa basa-basi" memerintahkan militer Filipina untuk "mempertahankan apa yang menjadi hak-hak kami tanpa terlibat peperangan dan menjaga perdamaian di laut".
Sementara Duterte masih menganggap China sebagai "teman baik", ia pada pekan lalu menegaskan, "Ada hal-hal yang benar-benar tidak bisa dikompromikan... Saya berharap, mereka akan memahami, tetapi saya juga mempunyai kepentingan negara kami yang harus dilindungi."
Lorenzana menyebutkan, Filipina "dapat bersikap ramah dan kooperatif dengan negara-negara lain, tetapi hal itu akan dilakukan tidak dengan mengorbankan kedaulatan dan hak-hak berdaulat". (AFP/REUTERS)