Penyediaan Lapangan Kerja dan Stabilitas Harga Jadi Sasaran Strategi The Fed
The Fed telah dengan jelas menyatakan bahwa mereka tidak akan ketakutan atas kenaikan harga sementara saat ini. The Fed juga tidak akan bereaksi terlalu cepat dan tidak akan mengerem langkah-langkah stimulusnya.
Oleh
BENNY D KOESTANTO
·4 menit baca
NEW YORK, KAMIS — Bank sentral Amerika Serikat diproyeksikan belum akan mengubah kebijakan-kebijakannya dalam waktu dekat sekalipun tanda-tanda pemulihan ekonomi AS mulai terlihat. The Federal Reserve atau The Fed akan memastikan sektor ketenagakerjaan AS dapat pulih secara optimal dengan tingkat inflasi yang terjaga sesuai targetnya.
The Fed sejatinya telah mencapai apa yang diinginkan sebelumnya, yakni tanda-tanda pemulihan ekonomi AS dari beberapa dampak yang ditimbulkan oleh pandemi Covid-19. Namun, sejauh ini tidak ada sinyal The Fed mengubah kebijakan sebelumnya, terutama suku bunga mendekati nol persen, yakni di level 0,25 persen.
Kenaikan suku bunga dapat dipilih untuk mencegah ekonomi kepanasan. ”Tidak ada yang mengharapkan perubahan kebijakan besar dalam hal suku bunga atau pembelian aset Fed,” kata Andrew Hunter, ekonom senior AS di Capital Economics, menanggapi hasil pertemuan Komite Pasar Terbuka Federal (FOMC) The Fed terbaru.
Otoritas The Fed telah dengan jelas menyatakan bahwa mereka tidak akan ketakutan atas kenaikan harga sementara. The Fed juga tidak akan bereaksi terlalu cepat dan tidak akan mengerem langkah-langkah stimulusnya.
”Saya berharap bahwa Fed akan tetap bersabar meskipun data AS bergerak ke arah pertumbuhan yang lebih kuat dan peningkatan lapangan kerja yang lebih cepat,” kata Wakil Ketua Lembaga Evercore ISI Krishna Guha.
Dalam pernyataan resminya, The Fed berkomitmen untuk menggunakan berbagai alatnya untuk mendukung ekonomi AS di masa yang penuh tantangan ini. Ketersediaan lapangan kerja secara maksimal dan stabilitas harga menjadi tujuan utamanya. Pemulihan itu, antara lain, dipengaruhi oleh penanganan atas pandemi Covid-19 dengan dukungan program vaksinasi.
Krisis kesehatan masyarakat yang sedang berlangsung, menurut The Fed, terus membebani ekonomi AS. Melalui kebijakannya, The Fed menyatakan terus berusaha untuk mencapai jumlah lapangan kerja maksimal dan inflasi pada tingkat 2 persen dalam jangka panjang. The Fed berharap untuk mempertahankan sikap akomodatif dari kebijakan moneter sampai hasil-hasil di sektor ketenagakerjaan itu tercapai.
Bursa-bursa saham Asia terpantau menguat pada perdagangan Kamis (29/4/2021), merespons kebijakan The Fed itu. Indeks S&P/ASX200 di Australia menanjak 0,24 persen, indeks saham-saham unggulan di China CSI300 naik 0,45 persen, dan indeks Hang Seng menguat 0,50 persen.
Pasar Eropa dan AS tampaknya juga siap dibuka menanjak. Indeks FTSE Futures naik 0,15 persen, indeks E-mini S&P 500 menguat 0,53 persen, dan indeks berjangka Nasdaq naik 0,87 persen.
Dampak vaksinasi
Pemerintah AS dalam beberapa pekan terakhir telah melaporkan tanda-tanda pertama bahwa vaksin Covid-19 membawa pekerja yang di-PHK kembali bekerja. Vaksinasi juga mengakhiri penderitaan bisnis yang terpukul oleh penutupan atau penguncian wilayah guna mengekang penyebaran virus.
Data Departemen Tenaga Kerja AS menunjukkan, klaim pengangguran mencapai titik terendah sejak pandemi dimulai. Sebanyak 916.000 lapangan kerja tumbuh pada Maret, mendorong tingkat pengangguran turun sedikit.
Penjualan ritel di AS juga melonjak pada Maret ke level 27,7 persen, lebih tinggi dari tingkat prapandemi setahun sebelumnya. Adapun indeks layanan Institute for Supply Management mencapai level tertinggi sepanjang masa bulan lalu dan penjualan rumah baru mencapai level tertinggi dalam kurun waktu 15 tahun.
Meskipun demikian, 17 juta warga AS diperkirakan tetap menganggur. Gubernur The Fed Jerome Powell telah memperingatkan, ekonomi AS tidak akan menambah jumlah ”lapangan kerja secara maksimum” pada tahun ini.
The Fed telah bergerak cepat ketika pandemi Covid-19 dimulai di AS pada Maret tahun lalu.
The Fed memang telah bergerak cepat ketika pandemi Covid-19 mulai melanda AS pada Maret tahun lalu. Bank sentral itu memangkas suku bunga acuan pinjaman menjadi nol persen dan meningkatkan pembelian aset untuk menyuntikkan likuiditas ke dalam perekonomian AS.
Langkah-langkah tersebut, bersama dengan triliunan dollar AS dalam bentuk belanja melalui stimulus yang disetujui oleh Kongres, telah disuntikkan guna menjaga negara kekuatan ekonomi terbesar dunia itu dari tekanan ekonomi yang lebih buruk.
Meski demikian, janji bank sentral untuk lebih lama mempertahankan suku bunga yang lebih rendah telah memicu kekhawatiran Fed akan membiarkan inflasi tidak terkendali. Powell dan pembuat kebijakan lain telah menegaskan kembali bahwa meskipun memperkirakan inflasi akan melonjak karena ekonomi membaik sepanjang tahun ini, mereka tidak mengharapkan kenaikan tingkat inflasi itu berlangsung lama.
Mereka berencana untuk menunda menaikkan pinjaman kebijakan sampai inflasi melewati 2,0 persen dan tetap di sana untuk beberapa waktu yang tidak ditentukan. The Fed memperkirakan tingkat ”kenaikan” ini tidak akan terjadi sampai setelah tahun 2023.
Pergeseran pendekatan
Langkah terbaru yang diambil The Fed dinilai sejumlah analis merupakan pergeseran dari pendekatan Fed sebelumnya, yakni memilih menaikkan suku bunga sebelum terjadi inflasi. Pilihan kebijakan The Fed seperti ini terakhir kali dilakukan satu dekade lalu, saat inflasi tetap berada di bawah target 2,0 persen.
Sebenarnya sudah ada tanda-tanda kenaikan inflasi yang diharapkan. Indeks harga konsumen, misalnya, naik 0,6 persen pada bulan Maret. Ini kenaikan bulanan terbesar sejak 2012.
Hunter mengatakan, dia berpikir kenaikan harga ”mungkin berakhir sedikit lebih tinggi daripada yang diharapkan Fed”. Hal itu terutama merujuk pada ekspektasi inflasi yang meningkat serta laporan bahwa perusahaan-perusahaan sedang berjuang untuk mengembalikan pekerja mereka. Kelindan kondisi seperti itu akan mendorong kenaikan upah. Namun, dirinya memperkirakan The Fed akan tetap pada ketetapan untuk sementara waktu dengan tidak mengubah kebijakan-kebijakannya. (AFP/REUTERS)