Stasiun bernama Tiangong atau ”Istana Surga” itu ditujukan untuk menguji kemampuan China menyediakan ruang di antariksa bagi astronotnya. Beijing membuka peluang astronot negara lain memanfaatkan stasiun luar angkasanya.
Oleh
kris mada
·3 menit baca
China mengirimkan modul inti stasiun antariksanya pada Kamis (29/4/2021). Pengiriman modul itu merupakan wujud lanjutan dari rencana selama 30 tahun terakhir.
Presiden China Xi Jinping memberi selamat atas kesuksesan peluncuran pesawat ulang-alik yang membawa modul bernama Tianhe atau ”Keselarasan di Surga” itu. ”Saya berharap Anda sangat gesit membawa semangat ’Dua bom dan satu satelit’ serta semangat penerbangan antariksa berawak, menjadi mandiri dan inovatif untuk kemenangan pembangunan stasiun antariksa,” ujarnya kepada para pegawai pusat antariksa China.
Xi mengacu pada Liǎngdàn Yīxīng, yakni pengujian dua bom nuklir dan hidrogen pada dekade 1960-an serta peluncuran satelit pada 1970. Uji coba dan peluncuran kala itu merupakan lompatan penting program nuklir dan antariksa China.
Pada 1992, Beijing memulai ”Proyek 921” yang bertujuan mengirim astronot China ke luar angkasa. Rencana itu pertama kali terwujud pada Oktober 2003 kala Yang Liwei menjadi astronot China pertama yang dikirim ke orbit Bumi dengan pesawat Shenzou. Pesawat itu diluncurkan dengan roket Long March 2F.
Sementara untuk mengangkut Tianhe pada April 2021, China menggunakan Long March 5B. Roket itu akan mengantar Tianhe mengorbit pada 600 kilometer dari permukaan Bumi.
Selepas pengiriman Tianhe, China menyiapkan 11 peluncuran lain sampai 2022. Sebagaimana dilaporkan Global Times dan kantor berita Xinhua, China akan mengirimkan modul tambahan lewat tiga peluncuran lain dan empat penerbangan untuk kargo serta empat penerbangan berawak.
Rencana lama
Sebelum mengirimkan Tianhe, China mengirimkan stasiun uji coba pada 2011. Stasiun bernama Tiangong atau ”Istana Surga” itu ditujukan untuk menguji kemampuan China menyediakan ruang di antariksa bagi astronotnya. Uji coba itu sukses pada 2012 kala beberapa astronot China tinggal beberapa saat di stasiun tersebut.
Beijing membuat kemajuan lebih jauh lewat Tiangong-2. Pada 2016, dua astronot China tinggal di Tiangong-2 selama 30 hari. Mereka melakukan serangkaian uji coba di stasiun luar angkasa itu.
Berbekal pengetahuan dari Tiangong-1 dan Tiangong-2, China meluncurkan Tianhe yang akan menjadi bagian utama Tiangong-3. Tianhe akan dilengkapi dengan dua laboratorium yang diluncurkan secara terpisah sampai 2022 atau 30 tahun setelah Proyek 921 dimulai. Masing-masing laboratorium bernama ”Wentian” (Petualangan ke Surga) dan ”Mengtian” (Mimpi Surga).
Tianhe punya pelantar untuk menampung tiga pesawat ulang-alik. Ke depan, Tianhe tidak hanya bisa disambangi pesawat China.
Wakil Ketua Tim Perancang Tianhe, Bo Linhou, menyebut bahwa pesawat non-China perlu dilengkapi dengan sistem komunikasi standar China untuk bisa merapat ke Tianhe. Sebab, Tianhe menggunakan sistem berbeda dibandingkan dengan Stasiun Ruang Angkasa Internasional (ISS) yang kini dikelola 16 negara atau bekas stasiun antariksa Mir milik Rusia.
Terbuka bagi negara lain
Beijing membuka peluang astronot negara lain memanfaatkan Tianhe, Wentian, dan Mengtian. Hanya untuk Amerika Serikat saja peluang itu sulit dimanfaatkan. Sebab, hukum AS melarang pertukaran informasi antara Badan Penerbangan dan Antariksa AS (NASA) dengan badan antariksa China, CNSA.
Sementara dengan ESA Eropa dan Roscomos Rusia, CNSA terus bekerja sama. Hasil kerja sama itu, antara lain, diterapkan di Tianhe. ”Kami siap bekerja sama dengan siapa pun yang cinta damai,” kata Kepala Badan Awak Antariksa China (CMSA) Hao Chun.
Tiangong bukan hanya soal capaian teknologi antariksa. China Academy of Space Technology (CAST) memaparkan bahwa Tiangong akan mendukung program astronot di antariksa untuk waktu lama dan aneka uji coba.
Lewat Tiangong, China kini bisa mengembangkan teknologi pita lebar berkapasitas jauh lebih besar. Teknologi ini memungkinkan komunikasi stasiun di Bumi dengan stasiun antariksa lebih cepat dan lancar. (AFP/REUTERS)