ASEAN Peduli dan Membantu, Bukan Ikut Campur dalam Krisis di Myanmar
Untuk pertama kali dalam sejarah ASEAN, ada pertemuan khusus pemimpin ASEAN terkait masalah dalam negeri salah satu anggotanya. Prinsip tak saling mencampuri urusan dalam negeri bukan alasan untuk diam terkait Myanmar.
Di luar dugaan banyak pihak, Konferensi Tingkat Tinggi ASEAN yang dihelat di Jakarta dengan tajuk ASEAN Leaders ’Meeting (ALM), Sabtu (24/4/2021), berhasil mengunci konsensus. Awalnya banyak pihak pesimistis, terutama ketika melihat sikap dan tindakan junta militer Myanmar yang dipimpin Jenderal Senior Min Aung Hlaing.
Setelah Presiden Joko Widodo dan Perdana Menteri Malaysia Muhyiddin Yassin sepakat menugaskan para menteri luar negeri masing-masing untuk bergerak, situasi di Myanmar pasca kudeta 1 Februari semakin memanas. Bahkan, pascapertemuan tingkat menlu, 2 Maret lalu, korban pengunjuk rasa terus berjatuhan.
Pertemuan para pemimpin ASEAN akhir pekan lalu menunjukkan setidaknya dua pesan penting. ASEAN bisa bertindak terkait isu anggotanya yang bermasalah, tanpa harus melanggar prinsip tidak saling mencampuri urusan dalam negeri. Sebagian anggota ASEAN menolak mengakui pemerintah hasil kudeta di Myanmar.
Penolakan pengakuan ditunjukkan secara terbuka oleh Indonesia dan Malaysia. Dalam kanal resmi Sekretariat Presiden RI, ditulis Min Aung Hlaing sebagai panglima militer kala ia tiba di Jakarta, Sabtu siang.
Baca juga: RI Desak Junta Militer Myanmar Buka Dialog Demi Stabilitas dan Demokrasi
Sementara Kementerian Luar Negeri Malaysia menyatakan, pertemuan di Jakarta adalah pertemuan pemimpin ASEAN dan Sekretaris Jenderal ASEAN dengan Min Aung Hlaing. Pernyataan resmi Kemenlu Malaysia itu menegaskan Min Aung Hlaing bukan salah satu dari pemimpin ASEAN.
Sebelumnya, sejumlah pihak khawatir pertemuan khusus ASEAN itu akan menjadi ajang Min Aung Hlaing dan Dewan Pemerintahan Negara (SAC) yang dipimpinnya untuk mencari pengakuan internasional. Kekhawatiran itu membuat sejumlah pihak menolak kehadiran Min Aung Hlaing di Sekretariat ASEAN.
”Pelibatan SAC di KTT dapat dipahami bila menimbang prioritasnya penghentian kekerasan,” kata Peneliti senior Centre for International and Strategic Studies (CSIS) Lina Alexandra.
Fakta menunjukkan, militer Myanmar atau Tatmadaw adalah pelaku kekerasan. Dalam situasi kekerasan, meski suara korban harus tetap didengar, yang perlu diajak bicara untuk penghentian kekerasan adalah pelakunya. Penghentian kekerasan menjadi permintaan pertama ASEAN pada Myanmar.
Ada juga seruan di kalangan ASEAN agar seluruh tahanan politik di Myanmar dibebaskan, dan segera dimulai dialog. Utusan khusus ASEAN akan memediasi dialog itu dengan bantuan Sekretariat ASEAN. Utusan khusus ASEAN harus bertemu dengan semua pihak di Myanmar. Permintaan mediasi menunjukkan ASEAN ingin terlibat dalam penyelesaian masalah Myanmar.
Padahal, piagam ASEAN menegaskan prinsip tidak saling mencampuri urusan dalam negeri di antara sesama anggota ASEAN. Prinsip itu kerap dituding sebagai penyebab ASEAN dinilai tidak banyak bertindak pada kebrutalan Tatmadaw beberapa tahun terakhir.
Akibat operasi Tatmadaw, jutaan warga Myanmar mengungsi ke berbagai negara. Warga Myanmar dari suku Karen, Kachin, hingga Rohingya terusir dari negara yang dikendalikan junta militer selama puluhan tahun itu.
Sementara dalam beberapa bulan terakhir, lebih dari 700 orang tewas ditembak atau dipukuli aparat yang mencoba memberangus penolakan atas kudeta 1 Februari 2021.
Di tengah represifnya tindakan aparat Myanmar terhadap para pengunjuk rasa antikudeta, beragam pihak mencoba menekan junta, termasuk menjatuhkan sanksi, namun aparat keamanan Myanmar bergeming. Meski demikian, ASEAN dimotori Indonesia tidak patah semangat.
”Indonesia memilih bergerak, karena rakyat Myanmar. Sebagaimana berulang ditegaskan Presiden, rakyat adalah nomor satu,” kata Menlu Retno LP Marsudi dalam perbincangan, Minggu (25/4). Ia menyebut pertemuan itu bukti kedalaman dan keberanian bertindak ASEAN sebagai satu keluarga.
Cara ASEAN
Mantan Menteri Luar Negeri RI Marty Natalegawa termasuk salah seorang yang bolak-balik menekankan pentingnya bagi ASEAN untuk bertindak terkait Myanmar. Bagi Marty, prinsip tidak saling mencampuri urusan dalam negeri bukan alasan ASEAN berdiam diri terkait Myanmar. Dengan semangat itu, untuk pertama kali dalam sejarah ASEAN, ada pertemuan khusus terkait masalah dalam negeri salah satu anggotanya.
Baca juga: Dari Blok M untuk Myanmar
Perdana Menteri Malaysia Muhyiddin Yassin menyampaikan pesan yang sangat mirip dengan desakan Marty. ”Prinsip tidak saling mencampuri urusan dalam negeri bukan untuk berlindung, tidak bisa dijadikan alasan berdiam. Krisis yang terjadi di salah satu anggota ASEAN tidak akan selesai tanpa berdampak pada anggota lain,” ujar Muhyiddin.
Ia secara terbuka mengakui, Malaysia bisa sangat dirugikan jika konflik di Myanmar tidak bisa diselesaikan. Sebab, banyak pengungsi Myanmar ke Malaysia. Kuala Lumpur berharap repatriasi pengungsi bisa dilakukan segera jika keadaan di Myanmar bisa dipulihkan.
Sembari menggaungkan ulang pendapat Marty, Muhyiddin juga menggunakan lagi konsep lama hubungan ASEAN-Myanmar. Ia menyebut konsep hubungan saling membangun (constructive engagement). Konsep itu pernah dipakai ASEAN kala berhubungan dengan Myanmar selepas insiden 1988 sampai akhirnya Myanmar bergabung dengan ASEAN pada 1997.
Alih-alih menggunakan sanksi sebagai penekan, ASEAN justru menggandeng Myanmar pelan-pelan kala negara itu dikuasai junta yang menolak mengakui hasil pemilu 1990. Sejumlah diplomat ASEAN kala itu bersikukuh, sanksi Barat dan pendekatan ASEAN sama-sama bertujuan mendorong demokratisasi Myanmar.
Negara-negara ASEAN mengajak para pemuda Myanmar mengenal tata kelola sistem ekonomi dan politik terbuka. Pengenalan itu diharapkan menginspirasi pemuda Myanmar menerapkan tata kelola sejenis di negaranya.
Analis Senior pada S Rajaratnam School of International Studies (RSIS) Singapura, Lee Hui Ying, menyebut bahwa diplomasi ASEAN teruji mangkus. Kemangkusan bisa jadi terulang dalam situasi sekarang. Diplomasi ASEAN bisa meningkatkan kenyamanan para pemimpin Tatmadaw pada ASEAN. Dengan demikian mereka mau berkomunikasi dengan ASEAN.
Baca juga: ASEAN Berharap Putusan Terbaik
Pada masa lalu, pendekatan ASEAN antara lain menghasilkan pembebasan bolak-balik Aung San Suu Kyi dari tahanan rumah pada 1995, 2002, dan 2010. Suu Kyi memang bolak-balik ditahan sejak 1989. Sebagian besar tanpa keputusan pengadilan seperti dalam penahan terbarunya sejak 1 Februari 2021 atau selepas kudeta Tatmadaw.
ASEAN mendekati Myanmar dari jalur politik, ekonomi, dan kemanusiaan. Dari jalur ekonomi, perusahaan-perusahaan yang berkantor di Thailand, Malaysia, dan Singapura menanamkan modal di Myanmar.
Sejumlah pihak sampai menuding beberapa negara ASEAN tidak hanya memberikan pendapatan bagi junta. Ada negara ASEAN yang menjadi pencuci uang bagi junta. Singapura sampai pernah harus membuat penyangkalan pada 2007 gara-gara tudingan itu.
Setelah Myanmar resmi jadi anggota ASEAN pada 1997, upaya mendorong demokratisasi terus dilakukan ASEAN. Menteri Luar Negeri Thailand, yang belakangan menjadi Sekretaris Jenderal ASEAN, Surin Pitsuwan, menggunakan istilah hubungan lentur (flexible engagement) antara ASEAN dengan Myanmar. Dalam konsep itu, ASEAN tetap mendorong transisi demokrasi tanpa dianggap mencampuri urusan dalam negeri Myanmar.
Kala menjadi tuan rumah Konferensi Tingkat Tinggi APEC 2000, Sultan Hassanal Bolkiah menggelar pertemuan dengan pemimpin ASEAN. Isunya sama dengan yang dibahas pada pekan lalu di Jakarta, Myanmar. Sultan, pemimpin satu-satunya negara monarki absolut di Asia Tenggara, mulai bertanya kepada koleganya, kapan akan mulai mengurus Myanmar?
Sementara di sela pertemuan ASEAN di Singapura pada November 2000, Perdana Menteri Singapura Goh Chock Tong menggelar pertemuan khusus dengan Ketua Dewan Perdamaian dan Pembangunan Negara (SPDC) alias pimpinan junta Myanmar, Than Swee. Goh menanyakan perkembangan politik di Myanmar.
Baca juga: Harapan pada Pertemuan di Jakarta
Tekanan serius kepada ASEAN datang pada 2005 menjelang giliran Myanmar jadi ketua bergilir. Karena tekanan internasional, Myanmar batal jadi ketua bergilir. Bahkan, Menteri Luar Negeri Singapura George Yeo sampai mengatakan, ASEAN mungkin perlu sedikit berjarak dari Myanmar. Meski demikian, ASEAN tetap tidak menggunakan istilah ”mengisolasi”, apalagi menjatuhkan sanksi pada Myanmar.
Pendekatan ASEAN awalnya kemanusiaan, belakangan meluas ke politik. Hasilnya, Than Swee mengumumkan transisi akan dimulai. Bahkan, Aung San Suu Kyi dibebaskan dari tahanan politik.
Semua upaya ASEAN terkait Myanmar bukan untuk mencampuri. Upaya-upaya itu karena ASEAN peduli. ”Warga Myanmar adalah warga ASEAN, kesuksesan Myanmar adalah kesuksesan ASEAN. Lebih penting lagi, masa depan Myanmar akan (ikut) membentuk masa depan ASEAN,” kata Muhyiddin. (AFP/REUTERS)