Wilayah Kaya Gas di Yaman Terancam Jatuh ke Tangan Pemberontak Houthi
Kejatuhan Marib bisa membawa bencana kemanusiaan baru karena sejumlah besar warga sipil yang mengungsi dari pertempuran di tempat lain sedang berlindungan di wilayah itu.
Oleh
Pascal S Bin Saju
·4 menit baca
SANA’A, MINGGU — Pasukan pemberontak Houthi mulai mendekati kota Marib atau Ma’rib, benteng terakhir pasukan pemerintah di Yaman utara sekaligus wilayah kaya gas. Sumber di kalangan militer Yaman, Minggu (25/4/2021), mengatakan, 65 orang tewas dalam pertempuran selama dua hari terakhir.
Sebelumnya, saat berbicara di depan Parlemen AS di Washington DC, Utusan Khusus AS untuk Yaman Tim Lenderking mengatakan, pertempuran untuk merebut wilayah kaya gas Marib dan sekitarnya merupakan ”satu-satunya ancaman terbesar bagi upaya perdamaian” di Yaman.
Lenderking memperingatkan, jika pertempuran tidak dihentikan, upaya perdamaian bakal gagal total. Jika perundingan damai tidak juga diwujudkan, ancaman baru dari Houthi terhadap benteng terakhir Pemerintah Yaman di Marib dapat memicu pertempuran dan ketidakstabilan skala besar.
Sebelum merangsek ke Yaman utara, pemberontak loyalis Iran itu telah terlebih dahulu merebut Kassara di Yaman barat laut. Sumber loyalis militer menyebutkan, kemajuan Houthi justru terjadi di tengah gencarnya serangan udara koalisi Arab Saudi yang mendukung pasukan Pemerintah Yaman.
Kota Marib di Provinsi Marib dan ladang gas di sekitar kota itu merupakan benteng pertahanan paling penting terakhir dari wilayah yang dikuasai pemerintah Yaman. Wilayah selebihnya telah jatuh ke tangan pemberontak, termasuk Sana’a, ibu kota negara paling miskin di dunia Arab itu.
Jumlah kematian akibat pertempuran di dekat Marib itu semuanya berasal dari pasukan Pemerintah Yaman. Disebutkan, dalam dua hari terakhir saja, sebanyak 65 orang tewas. Mereka terdiri atas 26 personel loyalis, di antaranya empat perwira, sebagaimana dilaporkan sumber pemerintah.
Sementara itu, pemberontak Houthi sangat jarang melaporkan korban jiwa dari kalangan mereka. Setelah Houthi menguasai front Kassara, pertempuran telah bergeser ke daerah Al-Mil, yang berjarak hanya enam kilometer atau empat mil dari Marib.
Houthi pernah berupaya maju ke Marib dalam pertempuran sengit pada Februari lalu. Namun, kondisi pegunungan yang sulit di sekitar Al-Mil telah menjadi hambatan utama pasukan pemberontak Houthi untuk bisa leluasa mencapai Marib yang masih dikuasai pasukan pemerintah.
Sejumlah sumber di kalangan Pemerintah Yaman menyebutkan, pasukan Houthi telah mengerahkan ratusan bala bantuan dalam beberapa hari terakhir untuk mencapai kemenangan. Houthi berusaha menggunakan sepeda motor setelah koalisi Arab Saudi menyerang kendaraan tempur mereka.
Jika kota Marib dan sekitarnya jatuh ke tangan pemberontak Houthi, jelas itu akan akan menjadi pukulan besar bagi Pemerintah Yaman dan Arab Saudi yang telah melakukan intervensi militernya sejak Maret 2015 setelah kelompok milisi dukungan Iran itu merebut Sana’a.
Para pengamat mengatakan, Houthi bermaksud merebut kota Marib untuk mendapatkan pengaruh mereka sebelum melakukan negosiasi dengan pemerintah, di tengah dorongan AS untuk menghidupkan kembali perundingan damai. Kejatuhan Marib juga dapat menyebabkan bencana kemanusiaan baru karena sejumlah besar warga sipil yang mengungsi dari pertempuran di tempat lain sedang berlindung di wilayah itu.
Pemerintah Yaman menyebutkan, sekitar 140 kamp bertebaran di gurun sekitar Marib untuk menyediakan perlindungan dasar bagi hingga dua juta pengungsi.
Ratusan kombatan telah tewas sejak serangan skala besar dimulai. Seorang pejabat militer pemerintah di Marib awal bulan ini mengatakan, Houthi mengerahkan para petempur muda. Banyak dari mereka adalah anak-anak dengan tujuan untuk melemahkan pasukan loyalis dan dijadikan tameng untuk menghabiskan amunisi pasukan koalisi.
Tentara anak digunakan Houthi untuk serangan gelombang pertama. Mereka lalu diikuti oleh serangan gelombang kedua yang lebih mematikan dari para pemberontak Houthi yang lebih berpengalaman dengan melepaskan tembakan tanpa henti. Itu adalah strategi untuk memberikan tekanan pada pasukan loyalis pemerintah.
Tahun ini ada 13.600 pengungsi di Marib. Menurut Komisi Tinggi PBB untuk Pengungsi (UNHCR), peningkatan pertempuran belakangan ini menambah beban berat bagi kota di Yaman utara itu di tengah gelombang infeksi virus Covid-19 yang mengganas. Pengungsi menghadapi kekurangan pangan, air bersih, dan listrik.
Pemberontak juga meningkatkan serangan rudal dan pesawat tak berawak terhadap negara tetangga Arab Saudi dalam beberapa bulan terakhir. Langkah itu untuk menuntut pembukaan wilayah udara dan pelabuhan Yaman. Mereka telah menolak proposal Saudi untuk gencatan senjata.
Pemerintahan Presiden AS Joe Biden meningkatkan dorongan baru untuk mengakhiri konflik di Yaman. Washington memperingatkan, penderitaan akan berakhir jika solusi politik ditemukan. (AFP/REUTERS)