Dari Balik Kemudi Ambulans, Marques Melihat Duka dan Bahagia
Gelombang baru Covid-19 mendera dunia. Angka kasus baru di sejumlah negara seperti India dan Jepang kembali meningkat. Dunia tidak boleh lalai.
Lebih dari satu dekade, Carlos Marques bekerja sebagai pengemudi ambulans di Negara Bagian Sao Paulo, Brasil. Meski begitu, dirinya tidak sebatas berada di belakang kemudi. Dia mendapat pelatihan pertolongan pertama dan membantu dua perawat yang berada di ambulans yang dikemudikannya apabila diperlukan.
Saat pandemi mulai merambat ke Brasil, Marques, yang kini berusia lebih dari setengah abad, dikontrak sebuah perusahaan transportasi swasta. Tugasnya mengangkut pasien Covid-19 ke rumah sakit di Santo Andre, jantung industri negara itu.
Brasil adalah salah satu negara yang paling terpukul akibat pandemi Covid-19. Krisis kesehatannya mencapai puncak pada bulan ini karena angka kematian melewati 4.000 jiwa.
Baca juga: Tragedi Covid-19 di Brasil, Maret 2021 adalah ”Bulan Paling Mematikan”
Marques, saat akan memulai gilirannya bekerja pada Minggu (18/4/2021) pagi, berharap setiap hari dirinya melihat kondisi yang lebih baik. ”Kami berharap hari ini tidak seburuk yang hari lainnya ketika menjemput orang yang putus asa, menangis,” ujarnya.
Marques bekerja shift selama 12 jam dengan 1,5 hari libur di antara jadwalnya. Di waktu liburnya, Marques, yang tinggal dengan istri, anak perempuan, dan empat cucu perempuannya, memilih tinggal di rumahnya yang sederhana di sebuah kota miskin di timur Sao Paulo.
Meski tugasnya ”berbahaya”, mengantarkan pasien Covid-19 ke rumah sakit, sejauh ini Marques tidak pernah tertular penyakit tersebut. Marques juga telah menjalani vaksinasi pertamanya. Meski begitu, rasa khawatir apabila keluarga bisa terpapar, memengaruhi dirinya dan keluarganya. Kekebalannya baru ”separuh”.
Marques mungkin masih dalam kondisi fisik yang sehat. Namun, secara mental, apa yang dia saksikan dan dia dengar sepanjang perjalanan dari lokasi penjemputan hingga ke rumah sakit memengaruhi dirinya. ”Pada akhirnya, kami terpengaruh olehnya karena kami bersama mereka, melihat penderitaan mereka,” ujarnya.
Baca juga: Bongkar Pasang Menkes, Brasil Tetap Keteteran Tangani Covid-19
Dirinya menceritakan satu hal, dari sekian banyak tragedi yang dilihat dengan mata kepalanya, salah satunya yang terjadi pada pasangan yang diangkutnya dalam perjalanan terpisah. Infeksi yang parah membuat keduanya harus diintubasi. Nyawa mereka tidak tertolong dan keduanya meninggal dalam selang waktu 10 menit. Walau demikian, dalam perjalanan, mereka sempat berbicara dengan para perawat yang menemaninya.
”Itu benar-benar tidak mudah bagiku. Sepasang kekasih (meninggal). Bisakah kau bayangkan itu?” ujarnya.
Bulan ini, ketika Brasil melewati 4.000 kematian setiap hari, Marques mengantarkan hingga 16 pasien ke rumah sakit setiap hari. Tingkat kematian di negara terpadat Amerika Latin itu telah mencapai angka 380.000 orang. Lebih dari 90.000 warga yang meninggal berasal dari Sao Paulo. Kondisi ini tetap membuat Marques memiliki sedikit kesempatan beristirahat pada siang hari walau menurut data jumlah kematian dan laju infeksi dikabarkan mulai terkendali.
Meski AS terkena dampak lebih buruk secara absolut, tingkat kematian di Brasil per 100.000 penduduk adalah yang tertinggi di Benua Amerika dan belahan bumi selatan. Hanya AS dan India kini yang mencatat lebih banyak kasus dari pada Brasil.
Di tengah kabar duka cita, tragedi yang harus didengar atau dihadapi, Marques juga sering kali menerima telepon tentang pasien yang harus dijemput dari rumah sakit dan diantar ke rumahnya karena dinyatakan sudah boleh pulang oleh dokter.
Baca juga: Kemampuan Rumah Sakit di Titik Nadir, Brasil Butuh Keajaiban Hadapi Covid-19
”Bagus! Kebanyakan dari mereka mengira mereka akan mati. Ketika kami menjemput pasien yang meninggalkan rumah sakit, orang itu pergi dengan bahagia dan kami juga (ikut berbahagia),” katanya.
Walau lelah dan berbahaya, Marques mengaku senang menjalani tugasnya karena tugasnya penting bagi masyarakat. Tidak jarang, dalam perjalanan pulang, beberapa warga menyambutnya dan memberikan pujian padanya. ”Beberapa orang menyambut kami dan memuji kami, beberapa bahkan menyebut kami pahlawan. Ini pekerjaan yang bagus,” ujarnya.
Marques masih memimpikan seluruh rakyat Brasil divaksin. Saat ini baru sekitar 13 persen populasi Brasil yang menerima satu kali vaksinasi dan baru lima persen menjalani vaksinasi komplet.
Infeksi meningkat
Selain Brasil, sejumlah negara lain juga menghadapi tekanan baru pandemi Covid-19. Di India, alarm menyalak keras. Banyak rumah sakit menyerukan permintaan bantuan karena mereka kekurangan persediaan oksigen (O2) yang dibutuhkan para pasien Covid-19.
”SOS—pasokan oksigen kurang dari satu jam di Max Smart Hospital & Max Hospital Saket. Lebih dari 700 pasien dirawat, membutuhkan bantuan segera,” seru salah satu jaringan rumah sakit swasta terbesar di New Delhi di Twitter.
Baca juga: Gelombang Kasus Baru Covid-19 Tidak Terkendali
Di negara yang berpenduduk lebih dari 1 miliar jiwa mencatat rekor baru laju infeksi pada Jumat (23/4/2021), dengan jumlah kasus 330.000 infeksi dan 2.000 kematian dalam satu hari. Sebanyak 13 pasien Covid-19 di Mumbai tewas ketika rumah sakit tempat mereka menjalani perawatan mengalami kebakaran.
Melonjaknya kasus infeksi di India membuat pemerintahan Perdana Menteri India Narendra Modi kalang kabut. Banyak pemerintah negara bagian memperketat pembatasan gerak warga. Ibu kota New Delhi telah melakukan karantina, isolasi sejak beberapa waktu lalu dan semua layanan non-esensial dilarang di Maharashtra. Pemerintah Negara Bagian Uttar Pradesh di utara India, rumah bagi 240 juta orang, ditutup akhir pekan ini.
Negara lain telah menutup pintunya ke India karena takut varian baru menyebar di tengah upaya vaksinasi yang belum usai. Uni Emirat Arab pada Kamis menjadi negara terbaru yang memberlakukan pembatasan. Sementara Kanada menghentikan penerbangan dari India dan Pakistan.
Tidak hanya India yang kembali berjibaku dengan laju infeksi yang meningkat. Pemerintah Jepang baru saja mengumumkan keadaan darurat di Tokyo dan tiga wilayah lainnya, hanya tiga bulan sebelum pelaksanaan Olimpiade musim panas, yang pelaksanaannya telah ditunda setahun.
Baca juga: Kematian Kasus Covid-19 Meroket, Krematorium di India Bekerja Nonstop
”Hari ini kami memutuskan mengumumkan keadaan darurat di Prefektur Tokyo, Kyoto, Osaka dan Hyogo,” kata Perdana Menteri Yoshihide Suga mengumumkan, mengutip meningkatnya infeksi yang melibatkan varian virus baru.
Yasutoshi Nishimura, menteri yang bertugas untuk melaksanakan kebijakan penanganan keadaan darurat Pemerintah Jepang, memperingatkan bahwa pembatasan saat ini dinilai tidak cukup. Apalagi keadaan darurat yang berlaku mulai 25 April hingga 11 Mei bertepatan dengan liburan Golden Week tahunan, periode perjalanan tersibuk di Jepang.
Kondisi serupa juga terjadi di Rusia setelah Kremlin mengumumkan akan memberlakukan masa tidak bekerja selama 10 hari pada awal Mei nanti untuk mengurangi laju infeksi. Kebijakan ini berbeda dari kebijakan Kremlin sebelumnya yang dinilai terlalu longgar.
Rusia terpukul parah oleh pandemi setelah badan statistik Negara Bagian Rosstat mencatat lebih dari 224.000 kematian akibat Covid-19. Angka ini lebih dari dua kali lipat yang dilaporkan pejabat kesehatan Rusia, Jumat (23/4/2021).
Jika benar, jumlah korban Rosstat berarti Rusia memiliki jumlah kematian akibat virus korona tertinggi ketiga di dunia, setelah Amerika Serikat dan Brasil.
Baca juga: RI Ikut Tutup Pintu Sementara bagi India
Seluruh pemerintahan di dunia kini berharap pada program vaksinasi sebagai jalan ke luar dari pandemi. Meski begitu, sejumlah kasus kematian yang diduga terkait vaksin, sempat menghentikan proses vaksin di sejumlah negara.
Namun, sejumlah kabar baik juga menyeruak di tengah kondisi kedaruratan. Regulator kesehatan di Amerika Serikat setuju untuk merekomendasikan proses vaksinasi lanjutan menggunakan vaksin yang dikembangkan perusahaan Johnson&Johnson karena potensi risiko pembekuan darah lebih kecil dibanding perlindungan yang muncul atas virus SARS-CoV-2.
Menurut data yang disajikan hari Jumat, dari 3,9 juta perempuan di Amerika Serikat yang mendapat suntikan Johnson & Johnson, 15 mengalami pembekuan darah yang serius dan tiga meninggal. Sebagian besar pasien berusia di bawah 50 tahun. Tidak ada kasus yang dilaporkan di antara pria.
Sementara itu, UE mengatakan akan memiliki cukup vaksin untuk sebagian besar penduduk dewasanya pada musim panas. ”Saya yakin kami akan memiliki dosis yang cukup untuk memvaksinasi 70 persen dari semua orang dewasa Uni Eropa pada Juli,” kata Ketua Komisi Eropa Ursula von der Leyen.
Von der Leyen sebelumnya menetapkan bulan September target vaksinasi 70 persen orang dewasa di UE. Namun, seusai kunjungan ke lokasi produksi vaksin Pfizer/AstraZeneca, target itu berubah. (AFP)