RI Desak Junta Militer Myanmar Buka Dialog Demi Stabilitas dan Demokrasi
Presiden Jokowi pada pertemuan puncak pemimpin negara ASEAN di Jakarta menekankan pentingnya pemimpin militer Myanmar memulai proses dialog yang inklusif, Demokrasi, stabilitas, dan perdamaian Myanmar harus dipulihkan.
Oleh
ANITA YOSSIHARA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Demokrasi, stabilitas, dan perdamaian di Myanmar yang terusik akibat kudeta militer harus segera dikembalikan seperti sedia kala. Karena itu, Pemerintah RI mendesak junta militer Myanmar menghentikan kekerasan serta memulai dialog dengan pihak-pihak yang terlibat konflik untuk mencapai rekonsolisasi.
Desakan itu disampaikan Presiden Joko Widodo dalam pertemuan puncak para pemimpin Perhimpunan Bangsa-bangsa Asia Tenggara (ASEAN) di Gedung Sekretariat ASEAN, Jakarta, Sabtu (24/4/2021). ”Dalam pertemuan ini, saya menyampaikan pentingnya pemimpin militer Myanmar memberikan komitmen untuk memulai proses dialog yang inklusif,” kata Presiden Jokowi dalam keterangan resmi seusai pertemuan.
Pertemuan para pemimin negara-negara ASEAN yang kemudian disebut ASEAN Leader’s Meeting digelar atas inisiatif Indonesia sebagai bentuk keprihatinan atas krisis yang terjadi di Myanmar. Beberapa saat setelah kudeta militer di Myanmar, akhir Februari lalu, Presiden Jokowi menyampaikan usulan kepada Sultan Hassanal Bolkiah selalu Ketua ASEAN tentang pentingnya pertemuan para pemimpin negara untuk membantu menyelesaikan krisis Myanmar.
Selain Presiden Jokowi, para pemimpin negara-negara ASEAN lain juga hadir atas undangan Sultan Brunei Darussalam Hassanal Bolkiah selaku Ketua ASEAN. Mereka adalah Perdana Menteri (PM) Vietnam Pham Minh Chinh, Sultan Brunei Darussalam Hassanal Bolkiah, PM Kamboja Hun Sen, PM Malaysia Muhyiddin Yassin, dan PM Singapura Lee Hsien Loong.
Sementara tiga pemimpin negara lainnya, yakni Laos, Filipina, dan Thailand, absen menghadiri KTT ASEAN. PM Laos Thongloun Sisoulith mengutus Menteri Luar Negari (Menlu) Laos Saleumxay, begitu pula PM Thailand Prayut Chan-o-Cha mengutus Menlu Thailand Don Pramudwinai. Sementara dari pihak Myanmar hadir Panglima Militer Jenderal Min Aung Hlaing.
Dalam pertemuan itu, Presiden Jokowi kembali menegaskan bahwa apa yang terjadi di Myanmar tidak dapat diterima dan tidak boleh terus berlangsung. Karena itu, kekerasan yang terjadi pascakudeta militer harus dihentikan. Demokrasi, stabilitas, dan perdamaian di Myanmar mendesak untuk segera dikembalikan.
”Kepentingan rakyat Myanmar harus selalu menjadi prioritas,” kata Presiden Jokowi.
Oleh karena itu, Presiden Jokowi meminta pemimpin militer Myanmar berkomitmen menghentikan penggunaan kekerasan. Pada saat yang sama, semua pihak di Myanmar harus menahan diri agar ketegangan bisa segera mereda.
RI juga meminta junta militer Myanmar untuk segera memulai proses dialog yang insklusif. Selain itu juga meminta komitmen pemimpin militer Myanmar melepaskan para tahanan politik. RI mengusulkan pentingnya dibentuk utusan khusus yang terdiri dari Ketua dan Sekretaris Jenderal ASEAN guna memfasilitasi terciptanya dialog para pihak yang bertikai di Myanmar.
Tak hanya itu, RI juga meminta pemimpin militer Myanmar berkomitmen membuka akses bantuan kemanusiaan dari negara-negara ASEAN. Bantuan kemanusiaan itu diusulkan langsung di bawah koordinasi Sekjen ASEAN bersama AHA Centre.
Kepala negara menjelaskan, pandangan yang disampaikan Pemerintah RI ternyata sejalan dengan pandangan para pemimpin negara-negara ASEAN. Menurut Presiden Jokowi, pertemuan itu pun berhasil mencapai konsensus bersama.
”Sekjen ASEAN telah menyampaikan lima butir konsensus yang nanti akan disampaikan oleh Ketua atau Sekjen ASEAN. Isi konsensus isinya kurang lebih sama dengan apa yang tadi saya sampaikan dalam pernyataan nasional yang telah saya sebutkan tadi,” kata Presiden Jokowi.
Sementara, secara tepisah, anggota Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat Nurul Arifin mengatakan, Pemerintah RI semestinya mengambil peran lebih besar dalam penyelesaian konflik di Myanmar. RI bisa menjadi fasilitator dialog para pihak yang bersengketa di Myanmar.
”Selama ini, Indonesia menjadi rujukan bagi demokratisasi di lingkungan ASEAN dan global. Indonesia menjadi model tumbuhnya demokrasi pascareformasi 1998. Karena itu, Indonesia sebenarnya bisa menjadi leading dalam menjembatani dialog dari para pihak yang bersengketa di Myanmar,” kata Nurul. Dengan campur tangan Indonesia, diyakini Myanmar bisa cepat keluar dari krisis politik.