Jepang, AS, dan Perancis Siap Gelar Latihan Militer Gabungan
Jepang ingin meningkatkan taktik dan keterampilan Pasukan Bela Diri dalam mempertahankan wilayah pulau yang terpencil dan terluar.
Oleh
Pascal S Bin Saju
·2 menit baca
TOKYO, JUMAT — Jepang segera menjadi tuan rumah untuk latihan militernya bersama dua negara sekutu, yakni Amerika Serikat dan Jepang. Latihan yang akan digelar pada pertengahan Mei 2021 itu akan berpusat di perairan Jepang barat daya karena tindakan China mengganggu perairan regional.
Latihan dijadwalkan akan berlangsung dari 11 hingga 17 Mei. Angkatan Darat Bela Diri Jepang (JGSDF), dalam sebuah pernyataan pada Jumat (23/4/2021), menyebutkan, latihan skala besar pertama di Jepang itu akan melibatkan angkatan darat dari ketiga negara tersebut.
Menurut JGSDF, latihan gabungan itu terjadi di tengah upaya untuk memperat kerja sama pertahanan melawan kehadiran Beijing yang semakin kuat di Laut China Timur dan Laut China Selatan.
”Perancis berbagi visi tentang Indo-Pasifik yang bebas dan terbuka,” kata Menteri Pertahanan (Menhan) Jepang Nobuo Kishi kepada wartawan.
”Dengan memperkuat kerja sama antara Jepang, AS, dan Perancis, kami ingin lebih meningkatkan taktik dan keterampilan Pasukan Bela Diri dalam mempertahankan wilayah pulau terpencil,” kata Menhan Jepang itu.
Paris memiliki kepentingan strategis di Indo-Pasifik karena memiliki wilayah, termasuk Pulau Reunion Perancis di Samudra Hindia dan Polinesia Perancis di Pasifik Selatan. Latihan gabungan akan diadakan di pusat pelatihan di kota Kirishima dan Kamp Ainoura milik JGSDF di Pulau Kyushu, dan termasuk latihan operasi amfibi.
Perdana Menteri Jepang Yoshihide Suga dan Presiden AS Joe Biden, pekan lalu, berjanji untuk bergandengan tangan melawan China dan meningkatkan kerja sama termasuk di bidang teknologi.
Jepang pernah mengatakan merasa terancam oleh sumber daya militer China yang besar dan sengketa teritorial. Tokyo prihatin terutama atas aktivitas China yang semakin sering terjadi di sekitar Pulau Senkaku yang dikuasai Jepang dan diklaim Beijing dengan sebutan Pulau Diaoyu.
Washington telah menegaskan kembali dalam beberapa bulan terakhir bahwa Perjanjian Keamanan AS-Jepang mencakup pulau-pulau yang disengketakan. China mengajukan klaim secara sepihak, bukan berdasarkan peraturan hukum internasional atas sebagian besar Laut China Selatan.
China bersandar pada apa yang disebutnya sebagai sembilan garis putus-putus (nine-dash line) untuk membenarkan apa yang diklaimnya sebagai hak bersejarah atas jalur utama perdagangan internasional. Vietnam, Filipina, Malaysia, Brunei Darussalam, dan Taiwan menentang klaim sepihak China.
Pengadilan internasional di Den Haag, Belanda, pada 2016 membatalkan klaim China di Laut China Selatan dalam keputusannya, sekaligus menegaskan bahwa kegiatan reklamasi China di Kepulauan Spratly di Laut China Selatan adalah ilegal. Beijing menolak keputusan tersebut. (AFP)