Dengan kondisi kota yang berbukit-bukit, lalu lintas yang padat, jalan berbatu yang mudah runtuh, Roma bukan kota yang ideal bagi pengendara sepeda, akan tetapi pandemi Covid-19 telah mengubah banyak hal.
Oleh
Luki Aulia
·4 menit baca
Sulit membayangkan Roma menjadi kota yang ideal untuk mengendarai sepeda. Bayangkan saja. Di kota itu ada tujuh bukit bersejarah, lalu lintasnya sering padat dan macet gila, dan jalannya berbatu bahkan mudah runtuh. Tetapi, sejak pandemi Covid-19 semua mulai berubah. Seperti di banyak kota lain di dunia, sejak pandemi jalanan mulai agak sepi sehingga membuat bersepeda menjadi lebih nyaman.
Bukan hanya itu. Jaringan jalur sepeda yang baru plus subsidi pemerintah untuk membeli sepeda juga ikut mendorong banyaknya orang mulai beralih ke sepeda sebagai moda transportasi. Valeria Picchi (36), ibu dua anak itu, menjual sepeda motornya tahun lalu dan membeli sepeda listrik dengan boncengan anak di belakangnya.
”Saya merasa jadi orang aneh awalnya. Semua orang melihat kita. Tetapi, anak-anak saya selalu senang kalau ikut saya naik sepeda. Rasanya seperti selebritas karena dilihat orang terus,” kata Picchi sambil tertawa, Selasa (20/4/2021).
Jalan jelek
Meski demikian, belum semua orang seperti Picchi. Masih banyak warga Roma yang belum mau menggantikan sepeda motornya dengan sepeda. Apalagi, memakai sepeda di jalanan yang padat oleh sepeda motor, mobil, dan segala macam transportasi di jalanan kota Roma. Belum lagi pesepeda harus ekstrahati-hati dengan kondisi jalan yang berlubang.
Saking banyaknya lubang dan jalan yang tak mulus, banyak perusahaan sepeda motor dan mobil yang dikabarkan memanfaatkannya untuk menguji efektivitas suspensi produk kendaraan baru mereka. Namun, ini semua tidak menggoyahkan tekad Picchi memakai sepeda. Ia justru lebih senang memakai sepeda karena bisa bergerak mudah kemana saja. Dan, ini menjadi lebih mudah lagi dengan adanya jalur sepeda yang bebas dari kendaraan lain.
Masih banyak warga Roma yang tidak setuju dengan jalur sepeda ini, sama seperti yang terjadi di Jakarta dan kota-kota lain di Indonesia.
Selain memakai jalur sepeda baru, Picchi juga memanfaatkan subsidi pemerintah hingga sebesar 600 dollar AS untuk membeli sepeda atau sepeda listrik baru atau bekas. Peminatnya membeludak. Pada tahun lalu saja ada 119.000 pemohon yang masuk ke pemerintah. ”Revolusi akan terjadi dan saya menjadi bagian dari revolusi ini,” ujarnya sambil bersepeda di Taman Villa Leopardi, Distrik Nomentano.
Picchi menilai masyarakat Roma juga perlu revolusi cara berpikir dan ia yakin itu akan terjadi suatu saat nanti. Namun, banyak yang menilai pertumbuhan penggunaan sepeda belum secepat yang diharapkan.
”Lima tahun lalu jarang sekali melihat orang memakai sepeda di Roma. Pesepeda hanya memakai sepeda ke taman-taman di hari Minggu. Saya belum melihat ada revolusi. Paling hanya ada 1 sepeda di antara 100 mobil,” kata Kepala Lobi Pro-Lingkungan Regional Legambiente, Roberto Scacchi.
Jalur lingkar
Menurut Federasi Pesepeda Eropa, hanya 0,6 persen warga Roma yang bersepeda secara rutin. Ini jauh lebih sedikit dibandingkan 49 persen warga Copenhagen yang bersepeda. Untuk menggenjot jumlah pesepeda, Wali Kota Roma Virginia Raggi tahun lalu mengumumkan jalur sepeda baru sepanjang 150 kilometer. Ini menambah jalur sepeda yang sudah ada sebelumnya sepanjang 250 kilometer. Pemerintah menargetkan jalur sepeda yang ideal sepanjang 500 kilometer.
Namun, menurut Legambiente, baru ada 15 kilometer jalur sepeda baru yang sudah selesai dibangun dan mayoritas masih bersifat sementara. Artinya, jalur sepeda baru itu masih berupa garis yang dicat dan tanpa pembatas permanen untuk melindungi pesepeda dari pengguna kendaraan lain. Bahkan ada salah satu jalur sepeda utama yang tiba-tiba berubah menjadi jalan yang berbatu. Alih-alih diperbaiki dengan aspal, jalur itu hanya dicat ulang.
Untuk langkah awal yang baik, menurut Giulio Maselli, pemilik toko sepeda di Roma, penjualan sepeda naik 50 persen tahun lalu. Kini, tinggal pemerintah yang perlu memperbaiki infrastruktur jalur sepeda agar masyarakat mau memakai sepeda untuk bepergian sehari-hari. ”Kalau tidak, keinginan memakai sepeda bisa pudar,” ujarnya.
Kepala Badan Transportasi Daerah Roma Mobilita, Stefano Brinchi, mengaku pihaknya sedang mengupayakan perubahan menuju mobilitas yang lebih hijau sehingga Roma bisa dianggap sebagai kota yang ramah sepeda. Ia juga mengatakan pihaknya tengah merencanakan membangun jalur lingkar sepeda mengelilingi kota dengan jarak 45 kilometer.
Di dalam jalan lingkar sepeda itu tercakup Colosseum, wilayah Vatikan, Distrik Trastevere, wilayah Roma timur seperti Tor Pignattara, dan taman-taman besar di utara seperti Cagar Alam Aniene. Proyek pembangunan jalan lingkar sepeda ini dibiayai penuh oleh kota Roma dan diperkirakan selesai pada akhir 2022. ”Jalur itu nanti akan menjadi jalur sepeda terindah di dunia,” kata Scacchi. (AFP)