Meski Didesak Kurangi Emisi Karbon, India Kembangkan PLTU untuk Penuhi Kebutuhan Listrik
Draf pengembangan energi India memperlihatkan rencana pemerintah mengembangkan pembangkit listrik berbasis batubara ketimbang energi baru terbarukan. Murahnya harga batubara membuat India memilih ini.
Oleh
Mahdi Muhammad
·3 menit baca
NEW DELHI, SENIN — Meski ada seruan untuk mengurangi emisi gas rumah kaca, India berencana mengembangkan pembangkit listrik tenaga batubara yang baru karena biaya produksinya yang murah. Rencana pengembangan ini tidak terlepas dari kenaikan konsumsi listrik India dalam beberapa tahun terakhir.
Rencana itu terungkap dari dokumen draf Kebijakan Listrik Nasional (NEP) 2021 bulan Februari. Dokumen setebal 28 halaman dan belum dipublikasikan itu menunjukkan rencana pemeritahan Perdana Menteri Narendra Modi menambah kapasitas pembangkit listrik baru bertenaga batubara meski dokumen itu juga merekomendasikan standar teknologi yang lebih ketat dan baik untuk mengurani pencemaran.
”Sementara India berkomitmen untuk menambah kapasitas lebih bagi pembangkit dengan sumber energi nonfosil, kapasitas pembangkit listrik bertenaga batubara mungkin masih diperlukan untuk ditambahkan karena batubara menjadi sumber pembangkit termurah,” menurut dokumen tersebut.
Di dalam dokumen itu juga tertulis, semua pembangkit listrik yang berbasis batubara di masa depan seharusnya hanya menggunakan teknologi ultra superkritis yang mampu mengurangi tingkat polusi atau teknologi lain yang lebih efisien. Tidak ada penjelasan detail mengenai apa yang dimaksud teknologi batubara ultra superkritis.
Penggunaan batubara untuk pembangkit listrik di India, berdasarkan data Kementerian Energi India, dalam tiga tahun terakhir mengalami penurunan. Namun, batubara tetap menjadi kontributor utama dalam produksi listrik India, yaitu sebesar 75 persen.
Negara Bagian Uttar Pradesh menjadi negara bagian yang paling banyak mengonsumsi listrik yang diproduksi dengan bahan bakar batubara. Mengutip laman lembaga NITI Aayog, lembaga analis kebijakan publik India, Indonesia dan Australia menjadi sumber batubara terbesar bagi pembangkit listrik India menyusul Afrika Selatan dan Amerika Serikat.
Aktivis lingkungan di India telah merekomendasikan pemerintah untuk mengurangi penggunaan dan pengembangan pembangkit listrik tenaga batubara. Apalagi pembangkit listrik energi baru terbarukan, di antaranya tenaga matahari dan angin (bayu), telah turun ke rekor terendah yang dinilai akan membantu negara produsen emisi gas rumah kaca terbesar ketiga di dunia itu lebih bertanggung jawab untuk mengurangi emisi karbonnya.
Utusan Khusus Kepresidenan AS untuk Iklim John Kerry beberapa waktu lalu juga mendorong India untuk menyelesaikan pekerjaannya, yaitu untuk mengatasi perubahan iklim dengan mendorong kurva. Hal itu dikemukakan Kerry saat ia memulai pembicaraan dengan para pemimpin pemerintahan dunia untuk mengurangi emisi karbon lebih cepat demi memperlambat pemanasan global.
Pada bulan September tahun lalu, NTPC Ltd, produsen listrik utama India yang dikelola negara, kesulitan mengembangkan pembangkit listrik batubara karena keterbatasan dan sulitnya akses terhadap lahan. Sementara, perusahaan listrik yang dikelola swasta atau pemerintah negara bagian memilih tidak mengembangkan pembangkit listrik batubara selama bertahun-tahun karena menilai sudah tidak layak secara ekonomi.
Seorang sumber mengatakan, panel pemerintah yang terdiri dari berbagai pakar dan pejabat sektor listrik akan membahas draf tersebut dan dapat membuat perubahan sebelum meminta persetujuan kabinet. Kementerian Listrik India tidak segera menanggapi permintaan komentar.
Rancangan dokumen tersebut juga mengusulkan perdagangan energi terbarukan di pasar, menciptakan tarif terpisah untuk stasiun pengisian kendaraan listrik dan privatisasi perusahaan distribusi listrik.
Sumber daya alternatif
NEP 2021 adalah upaya pertama India untuk merevisi kebijakan kelistrikannya sejak regulasi soal kelistrikan diperbarui tahun 2005, saat upaya mencari dan mengembangkan energi baru terbarukan diabaikan.
Para ahli mengatakan, penahapan peralihan penggunaan sumber energi konvensional ke sumber energi baru terbarukan (EBT), seperti batubara dan gas alam, secara cepat dapat menyebabkan ketidakstabilan di jaringan listrik dan berpotensi menyebabkan pemadaman. Sementara, saran untuk peralihan yang lebih fleksibel batubara dan gas alam untuk memastikan kestabilan pada jaringan listrik, dokumen NEP yang baru mencantumkan upaya promosi pemanfaatan energi bersih sebagai tujuan utama.
Kekhawatiran ketidakstabilan pasokan listrik dalam jaringan listrik nasional menyusul kenaikan penggunaan listrik selama setahun terakhir yang mencapai 45 persen. Dikutip dari laman media India, The Hindu, pada April 2020, konsumsi listrik India mencapai 41,91 billions unit (BU). Hanya dalam waktu satu tahun, hingga pertengahan April 2021, angka itu melonjak menjadi 60,62 BU.
Beban puncak listrik selama setahun terakhir juga meningkat, dari semula 132 gigawatt menjadi 182,55 gigawatt per 8 April 2021, menurut The Hindu. (REUTERS)