Presiden Iran Hassan Rouhani mengatakan, pengayaan 60 persen adalah tanggapan atas sabotase reaktor Natanz. Israel akan melakukan apa pun untuk mencegah Iran tidak bisa membuat senjata nuklir.
Oleh
Kris Mada
·4 menit baca
TEHERAN, MINGGU — Iran makin mendekati kemampuan untuk menghasilkan senjata nuklir. Teheran kini mampu memperkaya uranium sampai mendekati aras 60 persen atau 30 persen di bawah kebutuhan minimal untuk pembuatan bom nuklir.
Badan Tenaga Atom Internasional (IAEA) mengonfirmasi kemampuan Iran lewat pengumuman pada Sabtu (17/4/2021) sore waktu Geneva atau Minggu dini hari WIB. ”Menurut laporan Iran pada lembaga, pengayaan UF6 sudah 55,3 persen U-235. Lembaga telah mengambil contoh UF6 yang dihasilkan untuk memeriksa secara independen. Hasil akan dilaporkan lembaga dalam waktu sesegera mungkin,” demikian laporan IAEA yang dilihat Reuters.
Kepala Badan Tenaga Atom Iran Ali Akbar Salehi juga telah mengumumkan aras pengayaan itu di reaktor Natanz. Pekan lalu, sebagian fasilitas di reaktor itu terbakar dan Iran menuding Israel, musuh terbesar Iran di kawasan, sebagai dalang insiden tersebut. Presiden Iran Hassan Rouhani mengatakan, pengayaan 60 persen adalah tanggapan atas sabotase terhadap Natanz.
Presiden Amerika Serikat Joe Biden mengatakan, pengayaan 60 persen sangat tidak membantu dalam situasi sekarang. ”Tidak sesuai dengan kesepakatan,” ujarnya merujuk kepada Joint Comprehensive Action on Plan (JCPOA) atau Kesepakatan Nuklir Iran 2015.
Langkah Iran juga dinilai Biden tidak mendukung perundingan yang tengah berlangsung di Vienna, Austria. Perundingan itu untuk membahas pemenuhan kembali kewajiban semua pihak sesuai JCPOA.
Pada Jumat (16/4/2021), Menteri Luar Negeri Israel Gabi Ashkenazi mengatakan, Israel akan melakukan apa pun untuk mencegah Iran membuat senjata nuklir. Ia menyebut, upaya Israel akan selalu berhasil. Walakin, ia tidak memerincikan lebih lanjut pernyataannya.
Iran menggunakan UF6 atau uranium heksafluorida, senyawa yang berbentuk kristal dan berwarna abu-abu bila dalam tekanan dan suhu standar. Bila diolah lebih lanjut, UF6 bisa menghasilkan isotop uranium U-235. Isotop U-235 menjadi bahan bakar dalam reaksi fisi nuklir. Untuk bisa dipakai dalam senjata nuklir, tingkat pengayaan U-235 harus paling sedikit 90 persen.
IAEA menyebut, Iran menggunakan mesin pemutar IR4 dan IR6 untuk proses pengayaan itu. IAEA menyatakan, pengayaan 60 persen adalah lompatan besar untuk mencapai uranium yang bisa dipakai menjadi senjata nuklir.
Lebih cepat
Mesin IR6 bisa memperkaya uranium sepuluh kali lebih cepat dibandingkan IR1. Israel, sebagaimana dilaporkan The Jerusalem Post dan Yediot Aharonot, menyebut Iran punya total 20.000 mesin pemutar. Dari seluruh mesin itu, 6.000 terpasang dan 13.000 belum terpasang. Reaktor Natanz disebut bisa mengoperasikan sampai 60.000 mesin pemutar.
Sejak 2019, Iran telah mengumumkan pengayaan uranium melebihi batas yang disepakati dalam JCPOA. Di JCPOA, Iran hanya boleh memperkaya uranium paling tinggi 3,67 persen dengan kapasitas produksi di bawah 500 gram per hari. Kini, Teheran telah mencapai kemampuan jauh di atas larangan JCPOA.
Iran memutuskan melanggar komitmen di JCPOA setelah salah satu penanda tangan kesepakatan itu, Amerika Serikat, keluar pada 2018. Sejak keluar dari JCPOA, AS kembali menerapkan serangkaian sanksi kepada Iran. Washington mendesak komunitas internasional untuk bertindak serupa.
AS mengancam menjatuhkan sanksi kepada siapa pun yang bertransaksi dengan Iran dan ancaman itu berlaku pula untuk warga serta badan usaha dari negara-negara penanda tangan JCPOA.
Eropa, yang beberapa negaranya adalah sekutu AS, sekalipun tidak berani melanggar sanksi AS. Eropa kebingungan mencari cara bertransaksi dengan Iran tanpa melanggar sanksi AS. Instex, yang dibuat Eropa dan digadang-gadang sebagai mekanisme transaksi untuk menyiasati sanksi itu, tidak jelas kapan bisa dipakai.
Eropa belum melupakan denda hampir 9 miliar dollar AS yang dijatuhkan AS kepada bank Perancis, BNP Paribas, pada 2014. Selain dikenai denda, BNP juga dilarang mengakses sistem kliring dollar AS di wilayah hukum AS. Sanksi itu dijatuhkan karena BNP dinilai terbukti membantu pencucian uang untuk negara-negara dalam daftar sanksi AS, termasuk Iran.
Dalam perundingan di Vienna sejak pekan lalu dibahas pencabutan sanksi AS terhadap Iran dan pembatalan program nuklir yang melanggar JCPOA. Wakil Menteri Luar Negeri Iran Abbas Aragachi menyebut, perundingan telah mencapai kemajuan.
Para pihak sepakat bahwa AS akan kembali bergabung dengan JCPOA. Meski hadir di Vienna, delegasi AS tidak bergabung dalam perundingan itu. Hanya delegasi Iran, China, Inggris, Jerman, Perancis, dan Rusia hadir di lokasi perundingan. (AFP/REUTERS)