Biden Jamu Suga di Gedung Putih, AS-Jepang Perkuat Aliansi Hadapi China
Pertemuan Biden-Suga menjadi bagian dari upaya Biden merevitalisasi aliansi AS dengan negara-negara mitranya, termasuk untuk menghadapi China. Bagi AS, Jepang menempati peran sentral di front terdepan menghadang China.
Oleh
BENNY D KOESTANTO
·4 menit baca
WASHINGTON, JUMAT — Amerika Serikat memperkuat aliansi dengan Jepang untuk menghadapi pengaruh China yang makin mengemuka di kawasan Asia Pasifik. Penguatan aliansi itu disampaikan Presiden AS, Joe Biden, seusai menjamu Perdana Menteri Jepang Yoshihide Suga secara langsung di Washington, Jumat (16/4/2021) waktu setempat atau Sabtu dini hari WIB.
”Hari ini PM Suga dan saya menegaskan dukungan kuat kami untuk aliansi AS-Jepang dan untuk keamanan bersama kami,” kata Biden dalam konferensi pers bersama di Taman Mawar Gedung Putih.
Ia menyebut diskusi di antara keduanya berlangsung dengan produktif. ”Kami berkomitmen bekerja sama menghadapi tantangan dari China dan masalah-masalah, seperti Laut China Timur, Laut China Selatan, serta Korea Utara, untuk memastikan masa depan Indo-Pasifik yang bebas dan terbuka.”
Pertemuan Biden-Suga menjadi bagian dari upaya realisasi janji Biden untuk merevitalisasi aliansi AS dengan negara-negara mitranya yang cenderung menegang saat AS dipimpin Donald Trump. Isu China menduduki puncak agenda pertemuan Biden-Suga sekaligus menggarisbawahi peran sentral Jepang bagi AS dalam upaya menghadapi Beijing.
Kedua pemimpin juga membicarakan peningkatan gerakan militer China di dekat Taiwan, pengetatan cengkeraman Beijing di Hong Kong, dan dugaan tindakan keras terhadap Muslim Uighur di Xinjiang.
Pertemuan Biden dengan Suga adalah pertemuan tatap muka pertama Biden dengan pemimpin dunia seusai dirinya dilantik pada Januari lalu. Pertemuan itu digelar hanya beberapa hari setelah China mengirim 25 pesawat, termasuk pesawat tempur dan pengebom berkemampuan nuklir, di dekat Taiwan. Pertemuan Biden-Suga digelar dengan protokol kesehatan ketat karena pandemi Covid-19.
Suga mengatakan, mereka menegaskan kembali ”pentingnya perdamaian dan stabilitas Selat Taiwan”. Pernyataan ini merupakan sebuah tamparan atas tekanan militer Beijing yang meningkat di pulau yang diklaim China dan berpemerintahan sendiri itu.
Suga juga mengatakan, dirinya dan Biden sepakat tentang perlunya diskusi terbuka dengan China dalam konteks aktivitas Beijing di kawasan Indo-Pasifik. ”Saya menahan diri untuk tidak menyebutkan detailnya karena hal ini berkaitan dengan pertukaran diplomatik, tetapi sudah ada pengakuan yang disepakati atas pentingnya perdamaian dan stabilitas Selat Taiwan antara Jepang dan AS yang ditegaskan kembali pada kesempatan ini,” kata Suga.
Sudah ada pengakuan yang disepakati atas pentingnya perdamaian dan stabilitas Selat Taiwan antara Jepang dan AS yang ditegaskan kembali pada kesempatan ini.
Pertemuan Biden-Suga juga menjanjikan komitmen yang lebih kuat di bidang ekonomi. Biden mengatakan, AS dan Jepang akan berinvestasi bersama di berbagai bidang, seperti teknologi 5G, kecerdasan buatan, komputasi kuantum, genomik, dan rantai pasokan semikonduktor.
”Jepang dan AS sama-sama berinvestasi dalam inovasi dan melihat ke masa depan. Hal itu termasuk memastikan kami berinvestasi dan melindungi teknologi yang akan mempertahankan dan mempertajam keunggulan kompetitif kami,” kata Biden.
Isu Taiwan
Pernyataan publik Suga tentang Taiwan setelah bertemu Biden dinilai sejumlah kalangan kurang seperti yang diharapkan Washington. Komentar Suga kali ini tidak berbeda jauh dengan pernyataan Tokyo seusai pertemuan pejabat senior AS-Jepang pada Maret lalu. Seorang pejabat senior AS mengatakan sebelumnya bahwa pertemuan Biden-Suga itu diharapkan menghasilkan pernyataan resmi tentang Taiwan.
Harian Financial Times melaporkan pada Rabu (14/4/2021) bahwa AS mendesak Suga untuk mengeluarkan pernyataan bersama mengenai Taiwan untuk melawan China. Namun, pandangan pejabat Jepang dilaporkan terpecah tentang apakah Suga harus mendukung komentar apa pun tentang masalah itu. Pemimpin Jepang dan AS terakhir kali menyebut Taiwan dalam pernyataan bersama adalah Eisaku Sato dan Richard Nixon pada 1969.
Hubungan China-Jepang merenggang secara drastis sejak Tokyo menandatangani pernyataan bersama dengan Washington bulan lalu. Pernyataan itu mengecam China di berbagai bidang, mulai dari hak asasi manusia hingga masalah Taiwan. Media Jepang juga melaporkan bahwa kedua negara membahas rencana kerja sama yang erat jika terjadi bentrokan militer antara China daratan dan Taiwan. Namun, tidak ada rincian rencana yang dibahas.
Lü Xiang, peneliti studi AS di Akademi Ilmu Sosial China di Beijing, mengatakan kepada media China, Global Times, bahwa AS ingin menempatkan Jepang di garis depan strategi Indo-Pasifiknya untuk menghadapi China, terutama dalam masalah Taiwan. Namun, Tokyo ragu-ragu karena posisi itu akan menempatkan menempatkan Tokyo di garis paling depan jika terjadi serangan balasan dari China.
Lu mengatakan, sebagai tetangga dekat China, Jepang tidak boleh melebih-lebihkan kemampuannya untuk menghadapi Beijing. Tokyo dinilai harus memikirkan konsekuensinya, baik dalam segi keamanan, politik, maupun ekonomi.
Dari Beijing dilaporkan, juru bicara Kementerian Luar Negeri China, Zhao Lijian, mengatakan bahwa China telah menyatakan keprihatinan serius tentang ”kolusi” antara Jepang dan AS. Ia meminta kedua negara tersebut harus merespons kekhawatiran China itu dengan serius.
Dalam acara lain di Washington, Suga mengatakan bahwa Jepang akan mengungkapkan apa yang perlu dikatakan kepada China, termasuk soal HAM. Namun, ia menekankan perlunya Tokyo membangun hubungan yang stabil dan konstruktif dengan Beijing. (AP/REUTERS)