Amerika Serikat dan China serta sekutu masing-masing akan terus berusaha menarik Indonesia agar berpihak. Namun, praktik politik luar negeri bebas aktif Indonesia tetap konsisten dan dinamis.
Oleh
Kris Mada
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Netralitas Indonesia dibutuhkan negara-negara besar yang sedang berebut pengaruh di kawasan. Meski demikian, Amerika Serikat dan China serta sekutu masing-masing akan terus berusaha menarik Indonesia agar berpihak.
Peneliti Kebijakan Luar Negeri Universitas Bina Nusantara, Faisal Karim, mengatakan, strategi kebijakan luar negeri AS secara spesifik menyebut kerja sama dengan Vietnam dan Singapura. Demikian pula India dan sejumlah negara Asia lain. ”Indonesia tidak disebut secara spesifik,” ujarnya dalam webinar ”Evaluasi 100 Hari Pemerintahan Joe Biden” yang diselenggarakan Badan Pengkajian dan Pengembangan Kebijakan Kementerian Luar Negeri Kementerian Luar Negeri RI dan Sekolah Kajian Stratejik dan Global (SKSG) Universitas Indonesia, Jumat (16/4/2021).
Kepala BPPK Siswo Pramono, peneliti BPPK Ben Drajat, CSIS Evan Laksamana, serta dosen SKSG UI Rony Mamur Bishry juga hadir sebagai pembicara. Siswo menyebut, Indonesia justru beruntung tidak disebut secara spesifik dalam strategi kebijakan luar negeri AS di era Joe Biden. ”Kalau disebut, malah harus mendukung,” ujarnya.
Tidak perlu khawatir Indonesia akan disisihkan AS atau China gara-gara fakta itu. Sejarah mencatat posisi Indonesia selama ini selalu penting dan tegas. Di Asia Tenggara, tidak ada negara pernah memutuskan hubungan diplomatik dengan China kecuali Indonesia.
Di sisi lain, Indonesia-China kini bermitra secara baik dan dinamis.
Indonesia juga menjadi penghubung Samudra Hindia dengan Samudra Pasifik. Karena itu, penting bagi AS-China agar Indonesia tidak memihak dan tetap stabil. Sebab, keberpihakan Indonesia bisa berdampak pada akses perairan yang menghubungkan dua samudra penting itu. ”India tidak punya, Vietnam juga tidak punya waterways (alur penghubung laut),” ujarnya.
Posisi Indonesia berbeda dengan India dan Vietnam. New Delhi dan Hanoi sama-sama punya perbatasan darat dan pernah terlibat perang dengan Beijing. Sebaliknya, Indonesia tidak punya masalah perbatasan dengan China.
Siswo mengatakan, praktik politik luar negeri bebas aktif Indonesia tetap konsisten dan dinamis. Meski ada kesan Indonesia berpihak pada negara tertentu, hal itu hanya bagian dari dinamika kemitraan. ”Perdagangan dengan China, persenjataan dengan Amerika, itu dinamika,” ujarnya.
Ia juga mengatakan, persaingan AS-China tidak akan mereda di era Biden. Dalam pertemuan delegasi AS-China di Alaska beberapa waktu, indikasi penggunaan kekuatan oleh negara sangat terlihat. ”Persoalannya, tidak mungkin ada penggunaan kekuatan secara langsung. Pasti lewat Proxy,” ujarnya.
Kelas menengah
Faisal mengatakan, strategi polugri AS secara tegas menyebutkan kepentingan kelas menengah AS sebagai prioritas. Sudah sangat lama sekali kebijakan luar negeri AS tidak secara spesifik menyebut kelas menengah sebagai konstituennya.
Pemerintahan Biden menerjemahkan itu lewat kredo keamanan ekonomi adalah keamanan nasional. Kebijakan perdagangan internasional AS akan diarahkan untuk menaikkan kesejahteraan kelas menengah. Washington juga akan mendorong struktur perekonomian global yang tidak merugikan AS. Sektor manufaktur dan inovasi akan dimobilisasi untuk menggerakan industri di dalam negeri.
Pola perdagangan internasional dipandang tidak sesuai dengan kepentingan AS. Tidak hanya karena defisit neraca perdagangan, tetapi juga karena tidak setiap negara benar-benar mengikuti aturan perdagangan bebas. ”Pasar semikonduktor bisa dikuasai China karena subsidi sampai 40 persen. Dalam kondisi itu, prinsip laissez faire (menyerahkan pada mekanisme pasar) tidak akan berfungsi,” kata Faisal seraya menyebut ke depan AS akan juga akan memanfaatkan kekuatan geoekonominya untuk menghadapi China.
Adapun Rony mengatakan, Biden akan mencoba secara drastis aneka kebijakan warisan Donald Trump. Biden akan memanfaatkan aneka instruksi presiden untuk mendorong perubahan itu.
Memang, instrumen itu tidak berdampak seluas bila dibuat aturan yang disahkan parlemen. Biden tahu, tidak mudah mengubah kebijakan jika harus menunggu proses legislasi. Sebab, Senat yang berwenang membahas undang-undang hanya dikuasai separuh oleh Demokrat yang mengusung Biden.
Di antara 50 senator Demokrat pun, tidak semuanya mendukung Biden. Hal itu antara lain terlihat kala Biden mengusulkan kebijakan pengendalian senjata api. Sebagian senator Demokrat secara terbuka menyatakan tidak akan mendukung perubahan itu.
Sikap itu tidak lepas dari kepentingan konstituen AS yang masih memandang kepemilikan senjata api sebagai hak dasar yang dijamin konstitusi. Fakta pemilu sela akan digelar pada 2022 membuat para politisi akan fokus menjaga suara konstituen dibandingkan isu yang dianggap kepentingan bersama.
Pemilu 2022 juga akan menjadi fokus pemerintahan Biden. Karena itu, alih-alih mengurus luar negeri, Biden akan mencurahkan energi pada pemuliahn di dalam negeri.