Sejak Osama bin Laden tewas pada 2011, Amerika Serikat sudah tidak punya alasan jelas untuk terus mengerahkan pasukan militer di Afghanistan. Perang Afghanistan menghabiskan biaya triliunan dollar AS.
Oleh
Kris Mada
·3 menit baca
WASHINGTON, KAMIS -- Setelah 19,5 tahun, Presiden Amerika Serikat Joe Biden akhirnya secara resmi mengumumkan keluar dari Afghanistan. Biden menyebut, sudah tidak ada lagi alasan untuk terus mengerahkan pasukan militer AS di Afghanistan. Selain itu, lokasi teror kini sudah berkembang.
Presiden AS George Bush mengumumkan serbuan ke Afghanistan pada September 2001 di Ruang Roosevelt, salah satu ruang pertemuan di Gedung Putih. Tujuan serangan itu adalah memburu Osama Bin Laden dan melumpuhkan Al Qaeda, kelompok teror yang dipimpin anggota keluarga konglomerat Arab Saudi tersebut.
Al Qaeda dianggap bertanggung jawab atas peristiwa 11 September 2001. Kala itu, dua pesawat dibajak lalu ditabrakkan ke menara kembar World Trade Center di Manhattan, New York. Taliban dituding memberi perlindungan kepada Bin Laden dan para pemimpin Al Qaeda.
Pada Rabu (14/4/2021) siang waktu Washington atau Kamis dini hari WIB, Biden memakai Ruang Roosevelt untuk mengumumkan penarikan tentara AS dari Afghanistan. Secara bertahap mulai 1 Mei 2021, tentara AS akan keluar sepenuhnya dari perang terpanjang yang pernah melibatkan AS itu. “Saya menyimpulkan bahwa ini waktunya mengakhiri perang terpanjang AS. Ini waktunya tentara AS pulang kampung,” ujarnya.
Ia menyebut, perang di Afghanistan tidak pernah dimaksudkan menjadi lintas generasi. AS dipimpin empat presiden sejak perang Afghanistan dimulai sampai sekarang. “Kita ke Afghanistan karena serangan mengerikan 20 tahun lalu. Hal yang tidak bisa jelaskan mengapa kita harus tetap di sana di 2021,” ujarnya.
Pasukan AS membunuh Osama di Pakistan pada 2011. Seharusnya, kematian Osama menjadi alasan penarikan pasukan AS dari Afghanistan. Sebab, satu dari dua alasan utama serbuan ke Afghanistan sudah tercapai. “Sejak (kematian Osama) itu, alasan kita tetap di Afghanistan menjadi semakin tidak jelas,” ujar Biden.
Ia tidak mau meneruskan kehadiran pasukan AS di sana. Meski menarik tentara AS dari Afghanistan, Biden memastikan tidak akan membiarkan Taliban berulah. “Taliban harus tahu jika mereka menyerang saat kita mundur, kita akan mempertahankan diri,” ujarnya.
Perang melawan teror juga akan diperluas. “Kita akan menata ulang kemampuan kontrateror dan aset penting di kawasan untuk mencegah kebangkitan ulang teroris, ancaman terhadap tanah tanah air. Kita meminta Taliban berkomitmen tidak membiarkan ancaman teroris kepada AS adan sekutunya dari tanah Afghanistan. Pemerintahan Afghanistan juga membuat komitmen serupa,” tuturnya.
Di luar Afghanistan
Biden menegaskan, organisasi dan operasi teror sudah berubah dalam 20 tahun terakhir. Kondisi itu membuat penempatan pasukan di satu negara yang menghabiskan miliaran dollar AS per tahun menjadi tidak masuk akal.
Dalam penelitian Brown University, perang di Afghanistan telah berkembang hingga ke 80 negara, termasuk Irak dan Suriah. Washington menghabiskan 6,4 triliun dollar AS sejak 2001 sampai 2020 untuk mendanai perang-perang itu.
Dalam laporan The New York Times, perang Afghanistan saja menyedot 2 triliun dollar AS. “Kita tidak bisa meneruskan kehadiran pasukan di Afghanistan, berharap menciptakan kondisi ideal untuk penarikan dan mengharapkan hasil berbeda,” ujar Biden.
Ke depan, AS akan mengerahkan asetnya untuk melawan teror di Afghanistan dan luar Afghanistan. Kini, kelompok teror berkembang pula di Afrika, Eropa, dan tentu saja Timur Tengah.
Biden juga mengingatkan, ancaman bagi AS dan dunia bukan hanya teror. Kini, dunia juga menghadapi dampak pandemi dan perubahan iklim. Penanganan semua ancaman itu membutuhkan kerja sama global. “Alih-alih kembali berperang dengan Taliban, kita harus fokus pada tantangan di hadapan kita. Kita harus melacak dan merusak jaringan dan operasi teror yang berkembang melebihi Afghanistan sejak peristiwa 11 September,” kata Biden.
Juru bicara Gedung Putih Jen Psaki mengatakan, komunitas intelijen AS sepakat bahwa ancaman teror kini lebih beragam. “Al Shabaab di Somalia, Al Qaeda di Semenanjung Arab, Al Nusra di Suriah. Semua berubah. Kita tidak bisa melihat dari sudut pandang 2001, kita harus melihat melalui dunia 2021,” ujarnya.
Tidak Setuju
Tidak semua pihak setuju dengan keputusan Biden. Menteri Pertahanan AS Lloyd Austin mengatakan, pandangan semua pihak sudah dipertimbangkan. “Keputusan sudah dibuat. Saya mengajak mereka (para komandan militer AS) untuk memimpin pasukan melalui upaya ini, melalui peralihan ini,” ujarnya.
Sementara Direktur Badan Intelijen Pusat AS (CIA) William J Burns malah secara terbuka menyebut dampak buruk penarikan pasukan dari Afghanistan. Kemampuan CIA mengumpulkan informasi ancaman teror akan hilang jika pasukan AS ditarik dari sana.
Ia mengakui, kelompok teror mana pun tidak bisa menyerbu AS saat ini. Sebab, sarang mereka diserbu pasukan koalisi AS. “Ada risiko besar saat pasukan AS dan koalisi ditarik,” ujarnya.
CIA sudah di Afghanistan lebih dari 40 tahun lalu. Bahkan, CIA dan aneka lembaga AS pernah bekerja sama dengan Osama. Media Inggris, The Independent, pernah menerbitkan laporan yang memuji peran Osama dalam perang Afghanistan. Belakangan, Osama jutsru menjadi musuh AS. (AFP/Reuters)