Pandemi dan penerapan kebijakan pembatasan gerak bukan alasan untuk tidak kreatif. Di sisi lain negara atau para pemangku kepentingan tetap perlu turun tangan untuk memberi bantuan untuk meningkatkan kesehatan mental.
Oleh
Adhitya Ramadhan dan B Josie Susilo Hardianto
·3 menit baca
Pandemi menjadi dunia baru. Di tengah penerapan kebijakan pembatasan, Kwon Joon harus membagi waktunya. Selain pekerjaan rumah, teman, dan saluran Youtube pribadi, remaja itu menyisihkan waktu memeriksa investasinya di pasar saham.
Di dunia yang kian tak aman oleh dampak ekonomi Covid-19, ia yakin perdagangan daring melindungi masa depan keuangannya. ”Saya kadang lupa memeriksa akun saham karena tugas sekolah atau bermain dengan teman,” kata Kwon kepada Thomson Reuters Foundation di Pulau Jeju, Korea Selatan. Ia menghasilkan laba 14 juta won (Rp 173 juta) sejak menginvestasikan dana 25 juta won, April 2020.
Dari Korsel hingga Amerika Serikat, kian banyak remaja dan dewasa muda yang lahir setelah 1996, dijuluki Generasi Z, beralih ke platform investasi daring guna mencari nafkah meski menimbulkan risiko bisa saja rugi besar.
Gen Z, sekitar 2,5 miliar orang atau 32 persen dari populasi global, melihat pasar tenaga kerja global tercabik-cabik pandemi, dengan melonjaknya pengangguran. Di tengah frustrasi akibat penerapan pembatasan sosial, sebagian Gen Z mencoba peruntungan di pasar saham.
Di AS, Apex Clearing yang memfasilitasi perdagangan bagi perusahaan pialang membuka hampir 6 juta akun pada 2020, naik 137 persen dibandingkan 2019. Sekitar 1 juta di antaranya milik investor Gen Z.
Namun, tak semua Gen Z menangguk ”kemewahan” itu. Anak-anak muda di negara miskin, seperti Amerika Latin dan Karibia, harus berjibaku lebih keras. Kantor berita Reuters, 8 April 2021, memberitakan, 1 dari 6 orang usia 18-29 tahun menganggur sejak pandemi Covid-19. ”Sulit bagi kaum muda mengakses pasar tenaga kerja,” kata direktur kelompok advokasi Kolombia, Alejandro Matos.
Makin terpuruk
Menurut Organisasi Buruh Internasional (ILO), rasa sedih, cemas, dan putus asa setelah krisis menghinggapi anak muda. Proporsinya lebih besar daripada kelompok usia lain. Akibatnya, kesehatan mental mereka memburuk. Pengangguran yang dialami warga usia 15-24 tahun tumbuh 3,4 persen, hampir dua kali dari warga usia di atas 25 tahun.
Pandemi Covid-19 memberi pukulan telak sekaligus: meningkatkan kebutuhan layanan kesehatan jiwa dan mendisrupsi layanan itu. Perlu inovasi demi pemulihan layanan ini.
Menurut survei Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada 2020, layanan kesehatan jiwa di 93 persen dari 130 negara terganggu. Padahal, kebutuhan atas layanan ini di masa pandemi meningkat. ”Kesehatan jiwa yang baik fundamental terhadap kondisi kesehatan keseluruhan,” kata Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus.
Layanan kesehatan jiwa sebelum pandemi tak mendapat cukup pendanaan. Anggaran negara-negara untuk layanan ini kurang dari 2 persen dari total anggaran kesehatan. Itu menyisakan kesenjangan lebar.
Menyadari hal itu, Inggris mengalokasikan anggaran 500 juta pounds untuk Rencana Aksi Pemulihan Layanan Kesehatan Jiwa. Kebijakan itu memberi manfaat bagi warga, termasuk kaum muda, dengan kesehatan jiwa ringan, seperti kecemasan, hingga berat.
Dalam rencana aksi itu, tenaga kesehatan terlatih akan ditambah. Bahkan, dokter spesialis kedokteran jiwa ditempatkan di fasilitas kesehatan primer agar pasien gangguan jiwa berat bisa mengaksesnya.
Di The Conversation edisi 16 Mei 2020, Guru Besar Emeritus University of Melbourne, Australia, Anthony Jorm, menulis, pemerintah federal Australia menganggarkan 48,1 juta dollar Australia bagi program kesehatan jiwa untuk riset dan pengumpulan data serta penjangkauan warga rentan. Tak kalah penting, pendanaan skema lapangan kerja. Sebab, soal kesehatan mental juga dipicu menurunnya pendapatan.
Aspek penjangkauan jadi krusial di tengah pandemi. Dengan keterbatasan mobilitas, muncul inovasi layanan kesehatan jarak jauh, termasuk untuk kesehatan jiwa. Sebanyak 70 persen negara yang disurvei WHO mengadopsi layanan itu.
Melalui pendanaan Bank Dunia, PsycHealth Zambia bermitra dengan kementerian kesehatan setempat dan lembaga lain memberi layanan kesehatan jiwa 24 jam gratis. (AP/AFP/Reuters)