Jepang Akan Membuang 1,3 Juta Ton Air dari PLTN Fukushima ke Laut
Rencana Jepang membuang ke laut lebih dari 1,3 juta ton air terkontaminasi radioaktif yang sudah disaring dari dalam PLTN Fukushima Daiichi membuat khawartir negara-negara tetangganya, serta nelayan setempat.
Oleh
Luki Aulia
·3 menit baca
TOKYO, SELASA — Jepang akan membuang ke laut lebih dari 1,3 juta ton air terkontaminasi radioaktif yang sudah disaring dari dalam Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir Fukushima Daiichi. Namun, langkah ini diprotes negara-negara tetangga, seperti Korea Selatan dan China. Alasan Jepang, ini harus dilakukan agar bisa segera memulihkan PLTN Fukushima yang lumpuh akibat gempa bumi dan gelombang tsunami pada 2011. Lagipula, pembuangan air yang sudah disaring seperti itu biasa dilakukan PLTN di seluruh dunia.
Air tersaring sebanyak 1,3 juta ton yang kira-kira bisa memenuhi 500 kolam renang berukuran olimpiade itu selama ini disimpan di tangki-tangki raksasa di dalam Fukushima Daiichi dan biaya yang harus dikeluarkan setiap tahun sekitar 912,66 juta dollar AS. Air yang dimaksud ini adalah air yang digunakan untuk mendinginkan reaktor nuklir dan air hujan serta air tanah yang bisa masuk setiap harinya. ”Pembuangan ke laut sudah sesuai aturan standar. Proses ini membutuhkan waktu sampai 20 tahun,” sebut pernyataan tertulis Pemerintah Jepang, Selasa (13/4/2021).
Sebelum air terkontaminasi itu dibuang ke laut, akan disaring terlebih dahulu untuk menghilangkan isotop sehingga hanya akan tersisa tritium, yakni isotop radioaktif hidrogen yang sulit dipisahkan dari air. Kemudian air akan lebih disaring sampai tingkat tritium berada di bawah batas yang ditentukan dalam aturan. Barulah setelah itu air tersaring dibuang ke laut.
Sesuai aturan
Tritium dianggap relatif tidak berbahaya karena tidak memancarkan energi yang cukup untuk menembus kulit manusia. Amerika Serikat menyatakan, Jepang selama ini sudah bekerja sama dengan Badan Energi Atom Internasional dalam menangani tiga reaktor nuklirnya yang bocor. ”Jepang sudah mempertimbangkan semua pilihan dan dampaknya serta transparan dan mengadopsi standar keamanan nuklir global,” sebut Kementerian Luar Negeri AS.
Meski demikian, masih banyak yang mengkhawatirkan tingkat tritium atau kandungan lainnya. Tiga negara tetangga Jepang mengkhawatirkan hal itu, yakni Korsel, China dan Taiwan. Jepang diminta menyediakan informasi lebih banyak terkait rencana pembuangan air tersaring itu. Korsel juga akan memantau kadar radiologinya.
Perserikatan nelayan di Fukushima sejak lama meminta pemerintah tidak membuang air terkontaminasi ke laut karena dikhawatirkan akan berdampak buruk pada perikanan. Ini diperkuat oleh artikel dalam majalah Scientific American tahun 2014 yang menyebutkan tritium akan bisa meningkatkan risiko kanker. ”Kekhawatiran saya juga ada pada bahan-bahan radioaktif non-tritium yang masih ada di dalam tangki-tangki dalam tingkatannya masih tinggi,” kata ilmuwan senior di Institusi Oseanografi Woods Hole di Massachusetts, AS, Ken Buesseler.
Buesseler mengkhawatirkan bahan-bahan berbahaya lain yang lebih membahayakan kesehatan ketimbang tritinum dan bisa mengancam hasil perikanan serta sedimen di dasar laut.
Aman
Pakar risiko radiasi di Sains Kesehatan dan Perawatan Oita University, Jepang, Michiaki Kai, meyakinkan elemen tritium akan berbahaya bagi manusia hanya jika dalam dosis yang besar dan jika sudah disaring, ancaman akan jauh berkurang. ”Jumlah air yang akan dibuang ke laut tetap harus dikendalikan. Memang risikonya tidak bisa nol. Ini yang memicu kontroversi,” ujarnya.
Pakar radiasi yang juga Ketua Patologi Molekular di Imperial College, Geraldine Thomas, menegaskan, tritium tidak berisiko pada kesehatan sama sekali. Seharusnya masyarakat lebih mengkhawatirkan kandungan merkuri yang berada di laut ketimbang kandungan apa pun yang keluar dari Fukushima karena merkuri jauh lebih berbahaya bagi manusia. (REUTERS/AFP)