Pedagang di Gaza memborong barang China untuk menyambut Ramadhan. Sementara restoran di Dubai boleh buka normal selama bulan puasa.
Oleh
Kris Mada
·3 menit baca
MEKKAH, SELASA — Mayoritas Muslim di seluruh dunia menyambut Ramadhan 2021 dengan keceriaan sekaligus kehati-hatian. Sebagian lagi menyambut Ramadhan dengan getir karena kenaikan harga serta dampak perang yang tidak kunjung usai.
Di Masjidil Haram dan Masjid Nabawi, Arab Saudi, shalat Tarawih pertama digelar pada Senin (12/4/2021) malam. Hanya orang yang sudah mendapat vaksinasi Covid-19 yang boleh masuk ke kedua masjid suci itu. Pemerintah Arab Saudi menempatkan penjaga di pintu masuk masjid. Seperti dilaporkan Arab News, tugas penjaga adalah memeriksa sertifikat vaksinasi lalu mengarahkan jemaah.
Di dalam masjid, jemaah wajib menjaga jarak sekurangnya 1 meter. Kewajiban itu membuat jemaah di Masjidil Haram terpangkas. Setelah rangkaian renovasi, luas kompleks Masjidil Haram mencapai 400 hektar dengan kapasitas maksimal 4 juta orang. Sejak 2020, bersamaan dengan renovasi pada masa Raja Salman bin Abdulaziz, Masjidil Haram belum pernah terpakai optimal karena pembatasan gara-gara pandemi Covid-19.
Menjelang Ramadhan, Otoritas Pelayanan Dua Masjid Suci mendisinfeksi kedua masjid tersebut. Otoritas juga menyingkirkan tempat minum umum yang biasanya tersedia di sejumlah bagian kedua masjid itu. Sebagai gantinya, air zamzam dikemas dalam botol sekali pakai.
Palestina
Kegembiraan tidak hanya di dua dari tiga masjid tersuci bagi Muslim itu. Di kompleks Masjidil Aqsa, Palestina, pun ada kegembiraan menyambut Ramadhan.
Setelah rangkaian vaksinasi, penduduk Jerusalem lebih optimistis menyambut Ramadhan 2021. Pada Ramadhan 2020, kompleks masjid itu ditutup untuk umum. Hanya sebagian pegawai boleh datang bergantian ke masjid yang dikelola Badan Wakaf Kerajaan Jordania itu.
Pedagang di sekitar Masjidil Aqsa berharap tahun ini ada lebih banyak anggota jemaah dan pelancong ke masjid yang menjadi kiblat pertama dalam sejarah Islam itu. ”Dengan vaksinasi, situasi menjadi lebih baik,” kata salah seorang pedagang di dekat Masjidil Aqsa, Mohammad Abu Sbeih.
Vaksinasi di Tepi Barat diselenggarakan bersama oleh Palestina dan Israel. Setelah tekanan internasional, Israel setuju memvaksinasi sebagian warga di wilayan Tepi Barat yang didudukinya.
Pedagang Gaza juga optimistis menyambut Ramadhan meski pandemi masih melanda. ”Tahun ini kami membeli barang dari China dan Mesir. Ada banyak pembeli. Orang-orang mau bergembira,” kata pedagang di Gaza, Hatem El-Helo.
Selain ke wilayah yang diduduki Israel, Gaza punya pintu pelintasan menuju Mesir. Karena itu, aneka impor ke Gaza lebih banyak melewati pintu Mesir. Dari Mesir, barang-barang buatan China semakin banyak memasuki Gaza. Hubungan China-Mesir memang terus meningkat.
Keceriaan juga menyebar di Uni Emirat Arab. Berbeda dari 2020, pemerintah Dubai kini mengizinkan kedai melayani buka bersama secara terbatas. Pemerintah Dubai juga mengizinkan restoran beroperasi secara normal sejak siang.
Sebelumnya, selama Ramadhan, kedai makan wajib memasang tirai atau pembatas lain pada siang hari. Dengan demikian, suasana di dalam kedai tidak terlihat dari luar. Kedai yang buka saat Ramadhan juga tidak perlu lagi izin khusus.
Sayangnya, tidak semua Muslim menyambut Ramadhan dengan gembira. Di Irak, inflasi membuat Ramadhan disambut dengan kegetiran. Harga aneka barang melonjak sejak sebelum Ramadhan. Kondisi itu, antara lain, dihasilkan dari penurunan nilai dinar terhadap dollar AS yang mencapai 25 persen. Dampaknya antara lain harga tomat naik dua kali lipat, sementara minyak goreng naik dari 1.500 menjadi 2.500 dinar per botol.
Karena perang dan penurunan produksi serta harga minyak, Baghdad tidak bisa lagi memberi tunjangan kepada keluarga miskin. Pada masa pemerintahan Saddam Hussein, setiap keluarga dengan penghasilan maksimal 1.000 dollar AS per bulan bisa mendapat tunjangan dalam bentuk kupon belanja. Kupon itu bisa ditukar dengan aneka barang kebutuhan sehari-hari di kedai-kedai terdekat dari tempat tinggal penerima.
Kegetiran juga menyebar di Yaman, yang masih benar-benar dalam suasana perang saudara. Tetangga Arab Saudi itu menggantungkan hingga 80 persen pangannya dari impor. Perang membuat pelabuhan impor sulit disandari kapal. Perang juga membuat Yaman tidak punya uang untuk melakukan impor. Akibatnya, warga Yaman mengandalkan bantuan dari komunitas internasional untuk memenuhi kebutuhan makan dan obat-obatan. (AFP/REUTERS)