Israel berkali-kali terlibat dalam serangan terhadap reaktor Natanz dan fasilitas nuklir Iran lainnya. Israel juga diduga mengatur pembunuhan terhadap para pakar nuklir Iran.
Oleh
kris mada
·4 menit baca
TEHERAN, MINGGU — Sebagian kompleks reaktor Natanz milik Iran kembali terbakar pada Minggu (11/4/2021). Teheran mengklaim kebakaran disebabkan masalah listrik dan tidak ada kerusakan serius. Sementara sumber-sumber Israel, musuh utama Iran di kawasan, menyebutkan, ada penyebab lain atas insiden itu dan kerusakan melebihi yang dilaporkan.
Juru bicara Badan Tenaga Atom Iran, Behrouz Kamalvandi, mengatakan, ada insiden di bagian kelistrikan reaktor. ”Penyebabnya masih diselidiki dan akan diumumkan pada kesempatan lain,” ujarnya sebagaimana dikutip sejumlah media Iran, seperti IRNA, Tasnim, dan Fars.
Ia menekankan, tidak korban jiwa dalam insiden itu. Otoritas juga tidak mendeteksi pencemaran yang bisa membahayakan manusia.
Sementara media Israel, Jerusalem Post, mengklaim mendapat informasi dari sumber tertentu yang menyebut kerusakan lebih besar dari yang diungkap oleh otoritas Teheran. Walakin, media Israel itu tidak memaparkan lebih lanjut kerusakan yang dialami Natanz.
Israel memang bisa saja mendapat informasi mendalam terkait aneka kejadian di Iran. Israel-Iran merupakan musuh bebuyutan dan berusaha saling menghancurkan. Pada 2013, sejumlah perusahaan keamanan dunia maya mengungkap, Amerika Serikat-Israel membuat sejumlah program jahat untuk menyerang sistem teknologi informatika di berbagai fasilitas nuklir Iran.
Serangan pada 2008-2009 itu, antara lain, dikenal menggunakan virus Stuxnet. Akibat serangan Stuxnet, sejumlah mesin pemutar di Natanz rusak.
Insiden lain
Selanjutnya, pada Juli 2020, ruang mesin pemutar di Natanz terbakar dan merusak sejumlah mesin pemutar. Mesin pemutar diperlukan dalam proses pengayaan uranium yang sedang dikejar Iran. Seperti pada kasus Stuxnet, Teheran menuding Israel bertanggung jawab atas serangan Juli 2020.
Israel juga diduga kuat bertanggung jawab atas pembunuhan pakar nuklir Iran, Mohsen Fakhrizadeh, pada November 2021. Baik pada insiden Juli 2021, pembunuhan Fakhrizadeh, maupun insiden Minggu pagi, Teheran menduga ada keterlibatan orang Iran yang bekerja untuk Israel.
Kecurigaan itu, antara lain, diungkap anggota parlemen Iran, Malek Shariati Niasar. Ia menyebut insiden Minggu pagi sangat mencurigakan dan parlemen akan segera menyelidikinya.
Kebakaran Minggu pagi terjadi beberapa jam setelah ruang mesin pemutar dan pemeriksaan di reaktor Natanz ditunjukkan kepada umum. Televisi Iran menyiarkan rekaman video yang menyebut ruangan itu salah satu dari 133 pencapaian di Hari Nuklir Iran. Dalam siaran itu disebutkan bahwa 133 pencapain tersebut membuktikan serangan Juli 2020 tidak akan menghentikan upaya Iran.
Di Natanz, Iran mulai mengalirkan gas yang akan diolah menjadi uranium yang dikayakan. Di reaktor itu ada mesin pemutar model IR6 sebanyak 164 unit dan IR5 30 unit. Di sana juga mulai diuji mesin IR9.
Insiden Minggu pagi juga terjadi selepas Iran dan para penanda tangan Joint Comprehensive Plan on Action (JCPOA) di Vienna, Austria pada Jumat pekan lalu. JCPOA hanya menyisakan China, Inggris, Perancis, dan Rusia sebagai perwakilan internasional dan Iran di satu sisi. Sementara Amerika Serikat, pihak lain yang ikut menandatangani dokumen yang juga dikenal sebagai Kesepakatan Nuklir Iran 2015 itu, keluar secara sepihak pada Mei 2018.
Perundingan Vienna, antara lain, mencoba membahas cara AS kembali ke JCPOA. Meski hadir, delegasi AS tidak ikut perundingan di Vienna.
Dalam perundingan itu, Teheran menuntut Washington membatalkan seluruh sanksi AS yang dikenakan kepada Iran selepas keluar dari JCPOA sebelum kembali bergabung dengan kesepakatan itu. Sebaliknya, Washington berkeras Teheran terlebih dulu memenuhi lagi kewajiban yang dilanggarnya sejak akhir 2018.
Sejak keluar dari JCPOA, AS kembali menerapkan serangkain sanksi kepada Iran. Washington memaksa komunitas internasional untuk bertindak serupa. AS mengancam menjatuhkan sanksi kepada siapa pun yang bertransaksi dengan Iran dan ancaman itu berlaku pula untuk warga serta badan usaha dari negara-negara penanda tangan JCPOA. Gara-gara ancaman AS, para pihak lain di JCPOA tidak kunjung menjalankan kewajiban mereka kepada Iran.
Padahal, sampai Mei 2018, Teheran sudah memenuhi sebagian kewajiban di JCPOA, antara lain mengizinkan pemeriksaan oleh pengawas internasional. Iran, antara lain, membongkar inti reaktor dan mesin pemutar yang dibutuhkan dalam pengayaan uranium. Jumlah cadangan uranium dan air berat juga dibatasi.
Teheran beralasan terpaksa mengurangi komitmen karena para penanda tangan JCPOA tidak kunjung memenuhi kewajibannya. Bahkan, ada salah satu pihak yang keluar lalu melakukan aneka tindakan yang bertolak belakang dengan kesepakatan. (AFP/REUTERS)