AS Jatuhkan Sanksi Lagi pada Perusahaan Teknologi China
Pemerintah AS kembali memasukkan sejumlah nama perusahaan dan laboratorium superkomputer dalam daftar hitam perusahaan yang bisa mengakses teknologi baru perusahaan AS. Kongres AS juga bertindak senada.
Oleh
Mahdi Muhammad
·3 menit baca
WASHINGTON, JUMAT — Pemerintah Amerika Serikat kembali memasukkan tujuh laboratorium superkomputer China dan industri manufakturnya ke dalam daftar hitam ekspor karena teknologi yang dibeli diduga digunakan untuk pengembangan senjata oleh militer ”Negeri Tirai Bambu”. Keputusan pemerintahan Presiden Joe Biden itu diyakini bisa menaikkan suhu konflik di antara kedua negara yang jauh dari kata usai.
Sanksi terbaru AS atas perusahaan teknologi dan manufaktur asal China yang diumumkan Kamis (8/4/2021) adalah tanda terbaru Presiden Biden tetap menjalankan kebijakan keras yang pernah diambil oleh mantan Presiden AS Donald Trump. AS memandang industri teknologi China sebagai ancaman, mulai dari tudingan serangan siber hingga pencurian rahasia bisnis perusahaan-perusahaan AS oleh China.
Biden dalam beberapa kali pernyataannya mengatakan dirinya menginginkan hubungan yang lebih baik dengan Beijing. Namun, dia tidak memberikan indikasi pemerintahannya akan meringankan atau bahkan membatalkan sejumlah sanksi yang dijatuhkan Trump terhadap sejumlah perusahaan raksasa teknologi telekomunikasi China, yaitu Huawei dan lain-lain. Dimasukkannya tujuh laboratorium dan industri manufaktur dalam daftar hitam AS menjauhkan rencana Biden ”memperbaiki” hubungan dengan China.
Superkomputer rancangan China telah mencetak rekor kecepatan, tetapi dirakit dari cip prosesor dan perangkat keras lain yang disuplai industri AS. Superkomputer itu diyakini intelijen dan Departemen Perdagangan AS bisa digunakan dalam pengembangan senjata dengan menyimulasikan ledakan nuklir dan aerodinamika pesawat serta rudal berkecepatan tinggi atau siluman.
Hukuman terbaru dari AS ini memengaruhi National Supercomputing Center milik Pemerintah China yang ada di beberapa kota, seperti Jinan, Shenzhen, Wuxi, dan Zhengzhou. Selain itu, hukuman ini juga berpengaruh pada kinerja Tianjin Phytium Information Technology, Shanghai High-Performance Integrated Circuit Design Center, dan Sunway Microelectronics.
Sementara itu, regulator telekomunikasi AS sedang dalam proses mencabut hak tiga operator telepon China untuk beroperasi di Amerika Serikat.
Menanggapi kebijakan baru Pemerintah AS, Partai Komunis China menyatakan bahwa upaya percepatan untuk mengubah China menjadi ”kekuatan teknologi” yang mandiri akan menjadi prioritas ekonomi utama tahun ini.
RUU persaingan strategis
Sebuah inisiatif bipartisan yang langka di Kongres antara Partai Demokrat dan Partai Republik di Komite Hubungan Luar Negeri Senat AS saat keduanya mempresentasikan Rancangan Undang-Undang Persaingan Strategis. RUU baru ini dibuat untuk mengatur hubungan AS dan China dan dirancang untuk meningkatkan tekanan atas dugaan pencurian kekayaan intelektual yang dilakukan oleh Beijing, di samping memperkuat hubungan AS dengan Taiwan.
”Pemerintah AS harus memiliki pandangan yang jernih serta sadar tentang niat dan tindakan Beijing serta mengalibrasi kebijakan dan strategi sesuai dengan situasi terkini,” kata Senator Bob Menendez, senator asal Demokrat yang mengetuai Komite Hubungan Luar Negeri.
Dalam rancangan UU tersebut, sanksi digambarkan sebagai alat yang ampuh untuk AS dan menyuarakan keprihatinan bahwa ada cabang eksekutif yang belum sepenuhnya melaksanakan langkah-langkah yang telah disetujui oleh Kongres.
Jika RUU itu nantinya disetujui dan disahkan sebagai UU, Menlu AS diwajibkan mengeluarkan daftar tahunan semua perusahaan milik Pemerintah China atau milik pribadi WN China yang telah diuntungkan dari pencurian kekayaan intelektual yang merugikan perusahaan atau sektor mana pun di AS. UU ini juga mendorong adanya penilaian terhadap dugaan pemerkosaan, aborsi paksa, dan kekerasan berbasis jender terhadap warga minoritas Uighur yang diduga dilakukan Beijing.
Berbanding terbalik dengan kebijakan atas China, RUU ini menegaskan dukungan AS yang kuat terhadap Taiwan. Undang-undang tersebut akan mengharuskan Amerika Serikat untuk menggunakan ”nomenklatur dan protokol yang sama” dalam berurusan dengan Taiwan seperti halnya dengan pemerintah asing mana pun meski akan tetap dipertahankan bahwa Washington hanya mengakui Beijing.
Di dalam RUU tersebut ditegaskan, Pemerintah AS harus mempertahankan kredibilitas sebagai pembela nilai-nilai demokrasi dan prinsip-prinsip pasar bebas yang diwujudkan oleh rakyat dan Pemerintah Taiwan di tengah ancaman pencaplokan oleh Beijing.
Politisi AS di seluruh garis partai semakin mendorong garis keras terhadap China, salah satu dari sedikit area di mana Presiden Joe Biden telah menyuarakan persetujuan terhadap pendahulunya, Donald Trump. (AP/AFP)