Bank Dunia-IMF Pangkas Utang Negara Miskin untuk Mitigasi Perubahan Iklim
Negara-negara miskin bukan penghasil utama emisi gas rumah kaca, tetapi paling rentan terkena dampaknya. Bank Dunia dan IMF akan memangkas utang negara-negara miskin untuk mitigasi dampak perubahan iklim.
Oleh
Kris Mada
·3 menit baca
WASHINGTON, KAMIS — Bank Dunia dan Dana Moneter Internasional mematangkan rencana pemangkasan utang bagi sejumlah negara. Dana dari hasil pemangkasan dipakai untuk mengendalikan perubahan iklim dan memitigasi dampaknya.
Dokumen rencana pemangkasan itu mulai beredar sejak Rabu (7/4/2021) siang waktu Washington atau Kamis dini hari WIB. Dokumen itu beredar bersamaan dengan Konferensi Musim Semi yang digelar secara virtual oleh Bank Dunia.
Presiden Bank Dunia David Malpass mengatakan, negara-negara miskin bukan penghasil utama emisi gas rumah kaca. Sayangnya, negara-negara itu justru paling terdampak perubahan iklim yang dipicu peningkatan gas rumah kaca.
Karena itu, penting membantu mereka mendapatkan dana untuk beradaptasi pada perubahan iklim. ”Hanya 4 persen emisi gas rumah kaca dari negara-negara IDA,” ujarnya merujuk kepada negara-negara miskin penerima pinjaman dari skema yang dibuat Bank Dunia.
Ia menyebut, aktivitas perekonomian di negara maju harus diakui telah berdampak pada negara miskin. ”Negara miskin menanggung dampak terbesar dibandingkan kelompok negara lain,” ujarnya.
Dalam rencana bersama Bank Dunia dan IMF, perubahan iklim akan dikaitkan dengan pelestarian keanekaragaman hayati serta pemangkasan utang. Dalam berbagai inisiatif sebelumnya, tiga masalah itu selalu ditelaah secara terpisah.
Lewat rencana bersamanya, IMF dan Bank Dunia ingin mengatasi trio krisis yang dihadapi negara miskin, yakni beban utang, perubahan iklim, dan kehilangan keanekaragaman hayati. ”Kalau tidak dipikirkan, perubahan iklim dan kehilangan keanekaragaman hayati menjadi risiko sistemik pada perokonomian global,” kata seorang sumber yang mengetahui isi rencana Bank Dunia-IMF itu.
Rencana itu tidak akan menggantikan skema pemangkasan utang yang disetujui organisasi 20 negara terkaya, G-20. Di tengah pandemi Covid-19, G-20 setuju menunda cicilan utang negara-negara miskin. Dana cicilan dapat dialihkan untuk penanggulangan pandemi.
Tekanan utang
Bank Dunia menaksir, 30 negara termiskin dalam tekanan utang. Di antara mereka ada Chad, Etiopia, dan Zambia telah meminta penjadwalan hingga keringanan utang. Permohonan keringanan juga diajukan Belize yang punya utang setara 85 persen produk domestik bruto (PDB). Sejumlah lembaga pemeringkat telah memangkas peringkat surat utang Belize. Semakin rendah peringkat obligasi, semakin sulit negara mendapatkan pinjaman. Kalaupun dapat, bunganya bisa sangat tinggi.
Menteri Keuangan Belize Christopher Coye mengatakan bahwa negaranya membutuhkan keringangan utang untuk mengatasi dampak perubahan iklim. ”Kami tidak bisa mendanai (program mitigasi) perubahan iklim. Keuangan kami sangat terbatas. Kami seharusnya menerima kompensasi karena menanggung dampak aktivitas pihak lain,” ujarnya.
Perserikatan Bangsa-Bangsa menyebut, ada risiko utang 600 miliar dollar AS tidak terbayar dalam 5 tahun mendatang. ”Kita tidak bisa menutup mata pada krisis utang yang bisa dicegah. Banyak negara berkembang menghadapi keterbatasan keuangan sehingga akan sulit untuk pulih dan bertahan,” ujar Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres.
Sementara Carlos Manuel Rodríguez Echandi dari Global Environment Facility menyebut, utang luar negeri di negara berkembang sudah mencapai 8 triliun dollar AS pada 2019. Jumlah itu empat kali lipat dibandingkan pada 1999.
Kondisi semakin buruk di tengah pandemi karena pemerintah harus berutang lagi untuk mendanai penanggulangan dampak pandemi. Utang harus diajukan karena ekspor terhenti atau harganya menjadi rendah serta sumber pemasukan lain terpangkas di tengah pembatasan gerak selama pandemi. (AFP/REUTERS)