Perhatian di Timur Tengah sejak akhir pekan lalu tersedot pada drama di Jordania. Ketegangan drama tiga hari itu menegaskan pentingnya Jordania di kawasan.
Oleh
REDAKSI
·2 menit baca
Di kawasan Timur Tengah yang tak pernah selesai bergolak, Jordania dikenal sebagai salah satu negara paling stabil. Oasis stabilitas di Timur Tengah, demikian harian AS, The New York Times, menyebut negara mitra dan pro-Barat itu. Berbatasan langsung dengan Israel, wilayah pendudukan Tepi Barat, Suriah, Irak, dan Arab Saudi, serta menampung jutaan pengungsi Palestina setelah perang Arab-Israel 1948 dan 1967 plus sedikitnya 670.000 pengungsi dari Suriah, Jordania dipandang sebagai benteng stabilitas di Timur Tengah.
Negara penjaga resmi Masjidil Aqsa itu juga memegang peran penting dalam penyelesaian konflik Palestina-Israel. Amerika Serikat (AS) menempatkan pasukan dan pesawat di negara itu, menjalin hubungan erat dengan intelijen Jordania, plus memasok bantuan lebih dari 1,5 miliar dollar AS bagi pemerintah negara itu tahun lalu. Guncangan sekecil apa pun di Jordania selalu penting untuk dicermati.
Guncangan melanda Jordania, Sabtu (3/4/2021), saat mantan Putra Mahkota Pangeran Hamzah bin Hussein mengumumkan lewat rekaman video yang dikirimkan ke BBC bahwa ia dikenai tahanan rumah. Pangeran Hamzah adalah putra Raja Hussein dari istri keempat kelahiran AS, Ratu Noor. Sebelum Raja Hussein wafat tahun 1999, Pangeran Hamzah diangkat menjadi putra mahkota. Takhta kerajaan diberikan kepada Raja Abdullah II, putra dari istri kedua Raja Hussein, Putri Muna. Tahun 2004, Raja Abdullah II mencopot gelar putra mahkota dari Pangeran Hamzah dan mengalihkannya kepada putra sulungnya, Pangeran Hussein.
Dalam videonya, Pangeran Hamzah (41) juga melontarkan kritik terbuka terhadap kepemimpinan di negaranya yang disebutnya ”korup, tak mampu menjalankan tugas, dan tidak menoleransi kritik atau perbedaan”. Di Jordania, negara di mana citra kekompakan keluarga kerajaan berada di atas segalanya dan perbedaan disimpan rapat, kritik seterbuka itu jelas mengguncang.
Gambaran kegentingan situasi bisa ditangkap dari penjelasan Wakil Perdana Menteri yang juga Menteri Luar Negeri Jordania, Ayman Safadi, dalam konferensi pers, Minggu. Safadi mengungkapkan penangkapan 14-16 orang menyusul penangkapan dua pejabat senior yang dekat dengan Pangeran Hamzah serta memiliki keterkaitan dan jaringan dengan Arab Saudi.
Ada juga pihak asing yang terlibat, kata Safadi. Detail cerita upaya penyiapan pesawat jet pribadi bagi Putri Basma, istri Pangeran Hamzah, untuk melarikan diri dari negara itu— disebut melibatkan mantan pejabat dinas intelijen Israel, Mossad—menguatkan spekulasi bahwa terjadi upaya kudeta yang gagal dalam drama tiga hari di Jordania itu.
Ketegangan drama di Jordania mulai mereda, Senin, ketika Pangeran Hamzah menyatakan kembali sumpah kesetiaan kepada Raja Abdullah II berkat mediasi Pangeran Hassan bin Talal, anggota keluarga tertua yang disegani di keluarga besar kerajaan. Meski masih terus mengundang tanda tanya tentang apa yang sebenarnya terjadi di balik drama tiga hari itu, peristiwa ini menegaskan kembali posisi penting Jordania dalam memengaruhi situasi di kawasan Timur Tengah.