Menlu Jepang Toshimitsu Motegi menyebut kerja sama AS-Jepang tidak menyasar negara tertentu. Jepang mendapat banyak keuntungan dari kerja sama dengan China.
Oleh
Kris Mada
·3 menit baca
BEIJING, SELASA — China memperingatkan Jepang agar tidak menjadi kepanjangan tangan Amerika Serikat di kawasan. Beijing mengajak Tokyo bekerja sama untuk kepentingan kedua negara dan kawasan.
Peringatan Beijing disampaikan Menteri Luar Negeri China Wang Yi kepada Menlu Jepang Toshimitsu Motegi lewat percakapan telepon pada Senin (5/4/2021) malam. Isi pembicaraan, menurut versi Tokyo, diungkap oleh Sekretaris Kabinet Jepang Katsunobu Kato pada Selasa siang. Sementara versi Beijing diungkap oleh sejumlah media China lewat edisi Selasa.
Kepada Motegi, Wang mengatakan bahwa kedua negara harus memastikan kerja sama di antara mereka. ”Jangan terlibat dalam konfrontasi di antara negara besar. China berharap Jepang, sebagai negara merdeka, melihat perkembangan China secara obyektif dan rasional, bukan disesatkan oleh beberapa negara yang punya bias kepada China,” demikian dikutip dari pernyataan tertulis Kemenlu China.
Ia juga mendesak Jepang mematuhi norma internasional, tidak mencampuri urusan dalam negeri China, dan tidak bertindak berlebihan. China dan Jepang seharusnya bekerja sama dengan dasar saling percaya dan saling menghormati. Kerja sama Beijing-Tokyo demi kesejahteraan dan kedamaian kawasan. Hubungan baik Beijing-Tokyo yang susah payah dibangun jangan sampai rusak.
Sebaliknya, Motegi menyampaikan hal yang tidak kalah keras kepada Wang. Motegi menyampaikan keprihatinan mendalam terkait dengan Xinjiang, Hong Kong, dan Taiwan. Ia juga mendesak China menahan diri di perairan Senkaku.
Kato mengatakan, Motegi menyampaikan pesan kepada Wang bahwa Tokyo sangat menghormati kebebasan, HAM, dan kepatuhan pada hukum. Karena itu, Motegi meminta Beijing menindaklanjuti keprihatinan Jepang soal Xinjiang.
Sejumlah anggota Partai Liberal Demokrasi pimpinan Perdana Menteri Jepang Yoshihide Suga disebut mendesak Suga bertindak lebih keras kepada China soal Xinjiang. Sejumlah sekutu Jepang di Amerika dan Eropa telah menjatuhkan sanksi ke sejumlah pihak di China gara-gara isu Xinjiang. Tokyo diharapkan melakukan hal serupa.
Kato mengatakan, Jepang tidak tertutup kemungkinan membahas tindakan sejenis. ”Penting menganalisis dan mempertimbangkan apakah Jepang mengadopsi sistem yang menentukan secara sepihak pelanggaran HAM lalu menjatuhkan sanksi, mempertimbangkan berbagai pandangan, termasuk kebijakan luar negeri dan HAM, serta tren di komunitas internasional,” ujarnya.
Meski saling menunjukkan posisi keras, Motegi-Wang sama-sama menyampaikan bahwa China-Jepang bisa terus bekerja sama. Mereka, antara lain, membahas soal perubahan iklim, Myanmar, hingga penanggulangan Covid-19.
Pengaruh AS
Pengajar Chinese Academy of Social Sciences, Wang Jian, menyebut kebijakan Jepang terhadap China cenderung menjadi keras gara-gara pengaruh Amerika Serikat. ”AS jelas tidak mau hubungan baik (tercipta) antara China dengan Jepang dan Jepang bekerja sama dengan AS dalam kebijakan terbarunya soal China,” ujarnya.
Ia mengingatkan, China-Jepang telah menandatangani Traktat Persahabatan dan Perdamaian. Tokyo harus menghormati itu.
Dalam pernyataan Kato, dugaan Wang dibantah oleh Motegi. Motegi menyebut kerja sama AS-Jepang tidak menyasar negara tertentu. Jepang mendapat banyak keuntungan dari kerja sama dengan China.
Di sisi lain, dalam beberapa pekan terakhir, Jepang memang menunjukkan sikap keras kepada China. Dalam lawatan Menlu AS Anthony Blinken ke Tokyo beberapa waktu lalu, Motegi dan Blinken membuat pernyataan bersama yang menyoroti China. Sorotan terutama terkait dengan Senkaku, kepulauan yang diperebutkan China-Jepang. Dalam pernyataan bersama Tokyo-Washington, AS menegaskan siap membantu pertahanan Jepang. Bantuan AS termasuk sampai penggunaan persenjataan nuklir AS. (AFP/REUTERS)