Pangeran Hassan Akhiri Drama Krisis Politik Jordania
Krisis politik di Jordania akibat konflik antara Raja Abdullah II dan Pangeran Hamzah berakhir secara kekeluargaan, dimediasi oleh Pangeran Hassan bin Talal, anggota tertua dan disegani dalam keluarga besar Hashemite.
Oleh
Musthafa Abd Rahman
·3 menit baca
KAIRO, KOMPAS — Kejaksaan Agung Jordania melarang semua pemberitaan melalui media resmi, media daring, dan media sosial di negeri itu terkait kasus Pangeran Hamzah bin Hussein (41) yang menguak sejak hari Sabtu lalu dan sempat mengguncang negeri Jordania. Sebagaimana dilansir kantor berita Jordania, Petra, Selasa (6/4/2021), Kejaksaan Agung Jordania menegaskan, akan memberi sanksi kepada media mana pun di Jordania yang memberitakan kasus Pangeran Hamzah.
Kejaksaan Agung Jordania mengambil keputusan tersebut menyusul krisis politik negeri Jordania akibat konflik Raja Abdullah II dengan Pangeran Hamzah. Konflik tersebut pada Senin (5/4) malam akhirnya bisa diselesaikan melalui mediasi anggota keluarga tertua dalam keluarga besar Hashemite yang berkuasa di Jordania, Pangeran Hassan bin Talal (75).
Pangeran Hassan adalah paman dari Raja Abdullah II dan Pangeran Hamzah yang disegani oleh semua anggota keluarga besar Hashemite. Pangeran Hassan juga dianggap sangat berpengalaman dalam pemerintahan karena pernah menjadi putra mahkota mendampingi mendiang Raja Hussein sangat lama, dari tahun 1965 hingga 1999.
Sejumlah pangeran berpengaruh dalam keluarga besar Hashemite hari Senin lalu berkumpul di istana Pangeran Hassan dalam upaya menyelesaikan konflik keluarga, persisnya antara Raja Abdullah II dan Pangeran Hamzah. Di antara sejumlah pangeran yang hadir saat itu adalah Pangeran Hashem bin Hussein, Pangeran Talal bin Muhammad, Pangeran Ghazi bin Muhammad, Pangeran Rashed bin Hussein, dan Pangeran Hamzah bin Hussein.
Pangeran Hassan dengan dukungan sejumlah pangeran tersebut berhasil membujuk Pangeran Hamzah agar loyal kepada negara Jordania dan pucuk pimpinannya, yakni Raja Abdullah II dan Putra Mahkota Hussein bin Abdullah II. Pangeran Hamzah lalu menandatangani surat loyalitas yang kemudian disiarkan Dewan Kerajaan melalui media resmi negara pada Senin malam itu.
Melalui surat loyalitas tersebut, Pangeran Hamzah menyatakan akan mengabdikan diri kepada raja dan putra mahkota serta berkomitmen mengikuti jejak nenek moyang, setia pada garis hidup dan jalur pendidikan nenek moyang, ikhlas mengikuti jejak nenek moyang dan mematuhi konstitusi negara Jordania. Pangeran Hamzah juga menyatakan, kepentingan nasional Jordania adalah di atas segala-galanya dan akan berdiri di belakang raja dalam menjaga Jordania dan kepentingannya, serta memberikan yang terbaik untuk rakyat Jordania.
Raja Abdullah II yang naik takhta sebagai raja Jordania sejak tahun 1999 memilih melalui mekanisme keluarga besar Hashemite dalam menyelesaikan perbedaan pendapat dengan adik tirinya, Pangeran Hamzah bin Hussein.
Pangeran Hassan dipilih menjadi mediator karena ia adalah yang paling senior dan disegani oleh semua anggota keluarga besar Hashemite saat ini.
Raja Abdullah II adalah putra Raja Hussein dari istri kedua, Ratu Mona. Adapun Pangeran Hamzah adalah putra sulung Raja Hussein dari istri keempat, Ratu Noor.
Raja Abdullah II hari Minggu lalu, seperti dilansir stasiun televisi Al Jazeera, segera meminta bantuan pamannya, Pangeran Hassan, untuk melobi Pangeran Hamzah agar bersedia menyelesailan masalah melalui mekanisme keluarga. Pangeran Hassan dipilih menjadi mediator karena ia adalah yang paling senior dan disegani oleh semua anggota keluarga besar Hashemite saat ini.
Mengejutkan
Krisis politik Jordania yang tiba-tiba mencuat ke permukaan pada Sabtu lalu cukup mengejutkan masyarakat internasional, mengingat Jordania dan keluarga besar Hashemite yang berkuasa di negeri itu sejak tahun 1921 dikenal cukup solid. Keluarga besar Hashemite di Jordania kini adalah satu-satunya keluarga keturunan langsung Nabi Muhammad SAW yang memiliki kekuasaan di dunia Arab.
Keluarga besar Hashemite sadar bahwa mereka kini hanya berkuasa di negeri kecil dengan kekayaan alam sangat terbatas dan dikelilingi negara-negara besar yang jauh lebih kuat.
Jordania berbatasan langsung dengan Israel dan Palestina di sebelah barat, Suriah di utara, Irak di timur, dan Arab Saudi di selatan. Negara berpenduduk 10.658.123 jiwa itu luas wilayahnya hanya 89.342 kilometer persegi. Hampir seluruh wilayah Jordania berupa gurun pasir dan hanya memiliki akses laut yang sempit ke Laut Merah melalui kota pelabuhan Aqabah.
Bertolak dari kesadaran akan keterbatasan potensi negerinya, keluarga besar Hashemite selalu menjaga kekompakan keluarga dan semua persoalan keluarga diselesaikan melalui mekanisme internal keluarga.
Maka, dengan latar belakang itu, Raja Abdullah II memilih menjaga kekompakan keluarga besar Hashemite.