Sempat Minta Penundaan, Mantan PM Najib Mulai Jalani Sidang Banding
Tim pembela mantan PM Malaysia Najib Razak meminta penundaan sidang banding karena masih mencari dokumen tambahan dari AS dan Singapura. Permintaan itu ditolak jaksa dan majelis hakim. Sidang dijadwalkan 5-22 April ini.
Oleh
kris mada
·4 menit baca
KUALA LUMPUR, SENIN — Setelah berlangsung sekitar 2,5 tahun, belum ada tanda-tanda peradilan terhadap mantan Perdana Menteri Malaysia Najib Razak akan berakhir. Bahkan, dalam persidangan yang dijadwalkan pada Senin (5/4/2021), pembela hukum Najib kembali meminta pengunduran jadwal sidang.
Majelis hakim dan jaksa menolak permintaan pengunduran sidang. Sidang pun digelar dengan agenda mendengarkan permohonan banding Najib. Dalam pernyataan pembukanya, Muhammad Shafee mengatakan, majelis hakim telah membuat kekeliruan, termasuk dalam menetapkan masalah-masalah tambahan dalam putusan terakhir. Ia menyebut putusan terakhir majelis hakim tidak mengacu pada bagian dari kasus yang didakwakan terhadap Najib.
”Kami berpendapat, (putusan majelis hakim) itu sangat tidak tepat dan bahkan merugikan klien kami,” kata Muhammad Shafee.
Pengadilan banding telah menetapkan jadwal sidang banding dalam rentang waktu 12 hari, antara 5 dan 22 April ini. Jika banding Najib ditolak, mantan PM itu masih berkesempatan mengajukan banding lagi ke Mahkamah Federal, pengadilan tertinggi di Malaysia.
Permohonan pengunduran sidang tersebut sempat disampaikan oleh ketua tim pembela Najib, Muhammad Shafee Abdullah. Tim pembela masih mencari dokumen tambahan dari Amerika Serikat dan Singapura. Dokumen-dokumen itu diperlukan untuk memperkuat pembelaan Najib. Shafee memastikan, persidangan dapat dilanjutkan jika tim pembela tetap tidak mendapat dokumen tersebut sampai sebulan ke depan.
Jaksa V Sithambaram menolak permohonan itu. Ia beralasan, tim pembela Najib tidak pernah memberitahukan permohonan itu sebelum sidang Senin ini. Para hakim juga menolak permohonan itu. ”Alasannya tidak kuat. Kami sepakat tidak mengizinkan penundaan,” ujar hakim ketua Karim Abdul Jalil.
Sidang pada Senin ini merupakan rangkaian proses hukum atas Najib yang dimulai sejak Juli 2018. Najib dijerat dengan total 42 dakwaan tindak pidana pencucian uang (TPPU), penyalahgunaan kewenangan, dan penggelapan aset dalam pengawasannya.
Dakwaan-dakwaan itu dipecah menjadi beberapa rangkaian sidang. Seluruh rangkaian sidang tersebut terkait dugaan korupsi di perusahaan investasi Pemerintah Malaysia, 1MDB, yang dibuat pada masa pemerintahan Najib.
Vonis untuk rangkaian pertama telah dibacakan hakim pada 29 Juli 2020. Sidang pada Senin ini merupakan babak pembelaan atas vonis tersebut. Meski selisih waktu pembacaan vonis dengan jadwal pembelaan hampir 10 bulan, tetap saja pembela memohon penundaan untuk melengkapi bukti. Permohonan itu ditolak hakim dan jaksa.
Pada 28 Juli 2020, Najib divonis bersalah untuk tujuh dakwaan pada rangkaian pertama dari tiga sidang yang harus dijalaninya. Hakim menetapkan Najib terbukti bersalah untuk dakwaan TPPU senilai 42 juta ringgit, penyalahgunaan kewenangan, dan penggelapan aset dalam pengawasannya.
Pada 29 Juli 2020, hakim memvonis Najib total 72 tahun penjara untuk tujuh dakwaan itu dan denda 210 juta ringgit subsider 5 tahun kurungan. Meski demikian, hakim menetapkan seluruh vonis untuk tujuh dakwaan itu dijalani serentak sehingga Najib akan dipenjara 12 tahun untuk tujuh dakwaan tersebut.
Penyidik di berbagai negara menaksir sedikitnya 4,5 miliar dollar AS dicuri dari 1MDB. Dana curian, antara lain, masuk ke rekening Najib senilai 680 juta dollar AS. Dana curian juga dipakai untuk berbagai keperluan Najib, keluarga, dan koleganya di Organisasi Nasional Melayu Bersatu (UMNO).
Dalam rangkaian sidang perdana, Najib didakwa menerima suap dan terlibat TPPU dana SRC Internasional senilai 42 juta ringgit. SRC Internasional merupakan anak usaha 1MDB.
Hukum Malaysia mengenakan ancaman hingga 20 tahun penjara untuk setiap dakwaan penyalahgunaan kewenangan. Ancaman senada dikenakan untuk penggelapan benda dalam pengawasannya. Selain itu, ada juga ancaman 15 tahun penjara untuk setiap dakwaan TPPU. Terdakwa TPPU juga diancam denda serendahnya 10.000 ringgit.
Melebar
Kasus korupsi 1MDB terus melebar dan belum diketahui ujungnya. Pada Maret 2021, Kepolisian Malaysia mengumumkan penyelidikan terhadap Tawfiq Ayman. Tawfiq merupakan suami Zeti Akhtar Azis. Zeti menjadi Gubernur Bank Negara Malaysia (BNM) periode 2000-2016.
Perusahaan Tawfiq, Iron Rhapsody dan ADKMIC, dilaporkan menerima total 169,2 juta dollar AS dari perusahaan-perusahaan yang terafiliasi dengan Jho Low. Dalam kasus 1MDB, Jho Low disebut sebagai dalang utama.
Kiriman untuk Iron Rhapsody dilakukan pada 2008 dan 2009 senilai 16,2 juta dollar AS. Kepolisian Singapura menginformasikan soal kiriman itu kepada BNM yang sedang dipimpin Zeti. Kiriman ke Iron Rhapsody dilakukan setelah pemerintahan Najib menuntaskan akuisisi Trengganu Investment Agency (TIA).
Oleh Najib, TIA diubah menjadi 1MBD yang diarahkan sebagai kendaraan investasi Malaysia. Padahal, sejak lama Malaysia mempunyai Khazanah yang menjadi lembaga pengelola investasi negara.
Sementara pada 2011 dan 2013, ADKMIC menerima total 153 juta dollar AS dari Goldstar. Dalam penyelidikan sejumlah negara ditemukan, Goldstar merupakan salah satu dari banyak perusahaan yang dibentuk Jho Low. Goldstar diketahui menerima 700 juta dollar AS setelah 1MDB menerbitkan surat utang. (AFP/REUTERS)