Pemerintah Jordania Tuduh Pangeran Hamzah Berkomplot dengan Pihak Asing
Kekacauan politik di lingkaran kekuasaan Jordania menyita perhatian dunia. Pangeran Hamzah bin Hussein dikenakan tahanan rumah. Wakil PM Ayman Safadi menuduh Hamzah berkomplot dengan pihak asing dalam rencana jahat.
Oleh
ADHITYA RAMADHAN DAN MH SAMSUL HADI
·5 menit baca
AMMAN, MINGGU – Wakil Perdana Menteri Jordania Ayman Safadi, Minggu (4/4/2021), menyatakan bahwa mantan Putra Mahkota Pangeran Hamzah bin Hussein berkomplot dengan pihak-pihak asing dalam "sebuah rencana jahat" yang mengancam keamanan nasional. Rencana jahat itu berhasil digagalkan saat akan dijalankan, kata Safadi.
"Pada saat itu terungkap jelas bahwa mereka telah bergerak dari rancangan dan perencanaan menjadi aksi," ujar Safadi, yang juga menjabat menteri luar negeri itu, dalam konferensi pers di Amman, Jordania. Ia menyebutkan, sekitar 14-16 orang telah ditangkap, menyusul dua pejabat senior yang dekat dengan Pangeran Hamzah.
Pernyataan Safadi disampaikan sehari setelah Hamzah, saudara tiri Raja Abdullah II, dikenakan tahanan rumah. Dalam pernyataan yang direkam video dan dibuat di rumah tempat ia menjalani tahanan, Hamzah menuding kepemimpinan di negerinya bertindak korupsi dan tidak berdaya.
Insiden pertikaian di keluarga Kerajaan Jordania seperti itu belum terjadi sebelumnya. Jordania dikenal sebagai salah satu negara paling stabil di Timur Tengah. Insiden di Jordania mencuatkan kekhawatiran soal stabilitas di negara yang menjadi mitra utama Barat di kawasan yang terus bergolak.
Safadi mengungkapkan, agen-agen intelijen telah memantau rencana komplotan itu sejak beberapa waktu lalu dan menyampaikan hal tersebut kepada Raja Abdullah. Menurut Safadi, Hamzah telah diminta "menghentikan seluruh aktivitas dan pergerakan yang mengancam Jordania dan stabilitasnya, tetapi dia menolak.
Safadi tidak menyebut negara-negara asing yang dituding terlibat dalam komplotan tersebut. Ia mengungkapkan bahwa Bassem Ibrahim Awadallah, pejabat senior yang menjalin hubungan bisnis dengan beberapa negara Arab Teluk, terlibat komplotan dan telah berencana meninggalkan Jordania.
Pesawat untuk istri Hamzah
Safadi menyebut Awadallah sedang berupaya menyiapkan pesawat untuk istri Hamzah. Bersama pejabat senior lainnya, Sharif Hassan bin Zaid, Awadallah termasuk orang-orang yang kini ditahan. "Ada koordinasi bersama antara Awadallah dan Pangeran (Hamzah), tetapi saya tidak ingin memperincinya," ujar Safadi.
Ia juga enggan mengungkapkan, apakah Hamzah akan didakwa dengan kejahatan. Safadi mengatakan, saat ini ada upaya "baik-baik" dalam menangani Hamzah, sambil menambahkan bahwa stabilitas dan keamanan kerajaan menempati posisi di atas segala-galanya. "Rencana komplotan telah dilumpuhkan secara total. Keamanan dan stabilitas kami tidak terguncang," kata Safadi.
Pangeran Hamzah mengatakan, dirinya telah ditempatkan di bawah tahanan rumah sebagai bagian dari tindakan keras terhadap para kritikus oleh pihak kerajaan. Dalam sebuah video yang dikirimkan ke BBC oleh pengacaranya, Pangeran Hamzah menuduh para pemimpin negara terlibat korupsi, tidak mampu menjalankan tugas-tugas mereka, dan tindakan pelecehan. Pangeran Hamzah juga mengatakan, sejumlah temannya telah ditangkap, keamanannya dicabut, dan bahkan saluran internet serta teleponnya diputus.
Pangeran Hamzah membantah dirinya menjadi bagian dari ”konspirasi atau organisasi jahat”. Namun, dia mengatakan bahwa kerajaan telah ”terhalang dalam korupsi, nepotisme, dan aneka kesalahan terkait aturan-aturan di dalamnya”.
Dukungan negara mitra
Dunia internasional terus mengikuti dengan cermat perkembangan internal politik Jordania. Media pemerintah Jordania, Minggu (4/3/2021), menyebut bahwa keamanan dan stabilitas adalah “garis merah” yang tidak boleh dilewati.
Juru bicara Departemen Luar Negeri Amerika Serikat Ned Price, mengatakan, Washington “mengikuti dengan cermat” peristiwa di negara mitranya di kawasan itu. "Kami… berhubungan dengan para pejabat Jordania. Raja Abdullah II adalah mitra kunci AS dan mendapat dukungan penuh dari kami,” ujar Price.
Sedangkan Arab Saudi bereaksi cepat atas perkembangan di Amman. “Kerajaan menekankan dukungan penuhnya kepada Kerajaan Hashimiyah di Jordania…dan atas semua keputusan dan tindakan yang diambil oleh Raja Abdullah II dan Putera Mahkota Hussein untuk menjaga keamanan dan stabilitas,” demikian pernyataan Kerajaan Arab Saudi.
Pernyataan serupa juga disampaikan oleh, antara lain, Kementerian Urusan Kepresidenan Uni Emirat Arab (UEA), Mesir, Bahrain, dan Qatar. Dalam pernyataannya yang diunggah di Facebook, Sekretaris Jenderal Liga Arab, “menyatakan solidaritas penuh” atas tindakan yang diambil untuk menjaga keamanan dan stabilitas di Jordania.
Kantor berita pemerintah Petra, menyebut mantan pembantu dekat keluarga kerajaan sekaligus mantan Kepala Pengadilan Kerajaan tahun 2007-2008 Bassem Awadallah dan Sharif Hassan bin Zaid termasuk dalam sejumlah orang yang ditangkap. Mengutip sebuah sumber, Petra menyebut, kedua orang itu ditangkap karena “alasan keamanan.”
Koran pemerintah Al-Rai memperingatkan bahwa “keamanan dan stabilitas” Jordania merupakan “garis merah yang tidak boleh dilewati atau bahkan didekati oleh siapapun.”
Sebelumnya, pada Sabtu (3/4/2021), Angkatan Bersenjata Kerajaan Jordania membantah bahwa Pangeran Hamzah yang saat ini tidak menduduki jabatan resmi apapun telah ditahan. “Berita penahanan Pangeran Hamzah tidak benar” kata Kepala Staf Gabungan Mayor Jenderal Yousef Huneiti.
Namun, Pangeran Hamzah telah “diminta untuk menghentikan sejumlah kegiatannya yang bisa dimanfaatkan untuk mengganggu stabilitas dan keamanan Jordania.”
Hamzah adalah putra sulung mendiang Raja Hussein dan istri berkebangsaan Amerika Serikat, Ratu Noor. Ia memiliki hubungan resmi yang baik dengan Raja Abdullah II, saudara tirinya, dan merupakan sosok populer yang dekat dengan para pemimpin suku.
Abdullah telah menunjuk Hamzah sebagai putera mahkota pada tahun 1999, sesuai dengan keinginan mendiang Raja Hussein di saat-saat akhirnya. Akan tetapi, tahun 2004 ia mencabut gelar itu dan memberikannya kepada putera sulungnya, Hussein.
Indikasi perpecahan
Seperti dikutip Al Jazeera, seorang analis Timur Tengah Roxane Farmanfarmaian, mengatakan bahwa penahanan Hamzah adalah tanda yang jelas terjadinya kekacauan di level tinggi kekuasaan Jordania. “Tidak jelas apa peran Pangeran Hamzah dalam hal ini, tetapi jelas ada perpecahan di pengadilan yang membuat pasukan keamanan mempertimbangkan ini sebagai ancaman pada stabilitas pemerintahan Jordania,” katanya.
Sementara itu, The Washington Post melaporkan, mantan putera mahkota itu “ditempatkan di bawah pembatasan” sebagai bagian dari penyelidikan atas persekongkolan untuk menggulingkan raja. “Langkah itu menyusul penemuan yang oleh para pejabat istana digambarkan sebagai rencana yang kompleks dan jauh,” sebut The Washington Post mengutip keterangan seorang seorang pejabat intelijen senior Timur Tengah.
Skema yang dituduhkan itu “termasuk (melibatkan) setidaknya satu anggota kerajaan Jordania dan para pemimpin suku serta para anggota lembaga keamanan negara.”
Dalam editorial halaman depannya, koran Al-Rai membantah laporan tersebut. “Sejumlah orang mencoba menciptakan ilusi upaya kudeta di Jordania dan mencoba menyeret Pangeran Hamzah dalam fantasi mereka yang sakit,” demikian editorial Al-Rai.
"Semua yang terjadi adalah beberapa tindakan pangeran dipakai untuk menarget keamanan dan stabilitas Jordania.” (AP/AFP)