Pangeran Hamzah, Mantan Putra Mahkota Jordania, dalam Status Tahanan Rumah
Pangeran Hamzah adalah putra tertua mendiang Raja Hussein dan istrinya yang berkebangsaan Amerika, Ratu Noor. Ia adalah tokoh populer yang dikenal dekat dengan para pemimpin suku di Jordania.
Oleh
BENNY D KOESTANTO
·4 menit baca
AMMAN, SABTU — Aparat keamanan Jordania menangkap sejumlah orang dalam sebuah gerakan ”pembersihan keamanan” kerajaan pada Sabtu (3/4/2021). Mantan putra mahkota Jordania yang juga saudara tiri Raja Abdullah II, Pangeran Hamzah bin Hussein, melaporkan dirinya dikurung di rumahnya dalam status tahanan rumah.
Dalam video yang diunggah secara daring terlihat pengerahan aparat kepolisian besar-besaran di Dabouq, sebuah daerah yang dekat dengan istana kerajaan. Kantor berita resmi Petra mengatakan, mantan pembantu dekat keluarga kerajaan, Bassem Awadallah, yang juga kepala pengadilan kerajaan pada 2007-2008, dan Sherif Hassan bin Zaid di antara sejumlah tersangka yang ditangkap. Sherif adalah gelar yang diberikan kepada mereka yang dekat dengan keluarga kerajaan di Jordania. Pasangan itu ditahan karena ”alasan keamanan” dalam sebuah operasi aparat keamanan negara itu.
Pangeran Hamzah mengatakan, dirinya telah ditempatkan di bawah tahanan rumah sebagai bagian dari tindakan keras terhadap para kritikus oleh pihak kerajaan. Dalam sebuah video yang dikirimkan ke BBC oleh pengacaranya, Pangeran Hamzah menuduh para pemimpin negara dengan tuduhan korupsi, ketidakmampuan dalam tugas-tugas mereka, dan tindakan pelecehan. Pangeran Hamzah juga mengatakan, sejumlah temannya telah ditangkap, keamanannya dicabut, dan bahkan saluran internet serta teleponnya diputus.
Pangeran Hamzah membantah dirinya menjadi bagian dari ”konspirasi atau organisasi jahat”. Namun, dia mengatakan bahwa kerajaan telah ”terhalang dalam korupsi, nepotisme, dan aneka kesalahan terkait aturan-aturan di dalamnya”. Dalam aturan yang dibuat oleh kerajaan diungkapkan bahwa tidak ada ruang dan tidak ada yang diizinkan untuk mengkritik pihak berwenang. Kerajaan Jordania berpenduduk 10 juta orang. Ekonomi Jordania sudah tertekan bahkan sebelum pandemi Covid-19 melanda satu tahun terakhir.
Gerakan keamanan dari sisi kerajaan itu dilakukan ketika Jordania bersiap untuk menandai peringatan 100 tahun pendirian kerajaan. Kerajaan yang awalnya bernama Transjordania itu didirikan bersama Palestina di bawah mandat Inggris. Jordania mendeklarasikan kemerdekaan pada tahun 1946. Meskipun memiliki sedikit kekayaan minyak, sangat kekurangan air, dan berulang kali diguncang oleh perang di perbatasannya, Kerajaan Jordania telah berhasil bertahan dari pergolakan regional.
Gerakan keamanan dari sisi kerajaan itu dilakukan ketika Jordania bersiap untuk menandai peringatan 100 tahun pendirian kerajaan. Kerajaan yang awalnya bernama Transjordania itu didirikan bersama Palestina di bawah mandat Inggris.
Pangeran Hamzah adalah putra tertua mendiang Raja Hussein dan istrinya yang berkebangsaan Amerika, Ratu Noor. Dia memiliki hubungan baik secara resmi dengan Raja Abdullah II, saudara tirinya, dan merupakan tokoh populer yang dekat dengan para pemimpin suku. Abdullah telah mengangkat Hamzah sebagai putra mahkota pada 1999 sejalan dengan keinginan Raja Hussein. Namun, gelar itu dicabut pada tahun 2004 dan diberikan kepada putra tertua sang raja.
Militer Jordania membantah bahwa Pangeran Hamzah telah ditahan. Pangeran Hamzah tidak memegang posisi resmi apa pun di kerajaan itu. ”Apa yang diberitakan tentang penangkapan Pangeran Hamzah itu tidak benar,” kata Kepala Staf Gabungan Angkatan Bersenjata Jordania Mayor Jenderal Yousef Huneiti. Namun, dikatakan Huneiti, sang pangeran telah ”diminta untuk menghentikan beberapa kegiatan yang dapat digunakan untuk mengguncang stabilitas dan keamanan Jordania”.
Adapun Awadallah adalah mantan menteri keuangan dan perencanaan yang dididik di AS. Awadallah adalah sosok yang dekat dengan raja, tetapi juga menjadi tokoh kontroversial di Jordania. Sebelum menjadi kepala istana kerajaan pada tahun 2007, ia adalah kepala kabinet raja pada tahun 2006.
Awadallah telah menjadi sosok yang meningkat di Jordania dan memainkan peran kunci dalam mendorong reformasi ekonomi di negara yang dinilai relatif kekurangan modal itu. Namun, Awadallah kemudian mengundurkan diri dari posisinya pada tahun 2008. Ia mengundurkan diri setelah mendapat kecaman publik atas dugaan campur tangan dalam masalah politik dan ekonomi yang kontroversial.
Media Amerika Serikat, The Washington Post, menuduh mantan putra mahkota itu ”ditempatkan di bawah pembatasan” sebagai bagian dari penyelidikan atas dugaan persekongkolan untuk menggulingkan raja. ”Langkah itu menyusul penemuan apa yang oleh pejabat istana digambarkan sebagai plot yang kompleks dan jauh,” katanya, mengutip seorang pejabat intelijen senior Timur Tengah. Disebutkan bahwa rencana yang dituduhkan itu ”termasuk setidaknya atas satu anggota Kerajaan Jordania lainnya serta para pemimpin suku dan anggota lembaga keamanan negara”.
Juru bicara Departemen Luar Negeri AS, Ned Price, mengatakan, Washington ”mengikuti dengan cermat” peristiwa-peristiwa di sekutu dekatnya itu. ”Kami berhubungan dengan pejabat Jordania. Raja Abdullah adalah mitra kunci AS dan dia mendapat dukungan penuh kami,” katanya. Negara tetangga Jordania, Arab Saudi, juga bereaksi cepat terhadap perkembangan di Amman. ”Kerajaan (Saudi) menekankan dukungan penuhnya untuk kerajaan Hashemite di Jordania dan untuk keputusan serta tindakan yang diambil oleh Raja Abdullah II dan Putra Mahkota Hussein untuk menjaga keamanan dan stabilitas,” demikian pernyataan Kerajaan Arab Saudi. (AFP/REUTERS)