Seoul Gencarkan Dorongan agar Dialog Korea Utara Berlanjut
Seoul mengirim pejabat ke China dan Amerika Serikat, dua negara yang berseberangan soal Korea Utara. Beijing-Washington sama-sama setuju isu nuklir Korea harus diselesaikan lewat dialog
Oleh
Kris Mada
·3 menit baca
FUJIAN, SABTU — Korea Selatan meningkatkan diplomasi untuk mendorong kelanjutan dialog dengan Korea Utara. Penyokong dan penekan Pyongyang didekati Seoul. Pada Sabtu (3/4/2021), Menteri Luar Negeri Korea Selatan Chung Eui-yong diterima Menlu China Wang Yi di Xiamen, Fujian. Sementara pada Jumat, Direktur Kantor Keamanan Nasional Korsel Suh Hoon menemui Penasihat Keamanan Nasional Amerika Serikat Jake Sullivan di Maryland, AS.
Lewat dua pertemuan terpisah itu, Seoul membahas upaya melanjutkan dialog dengan Pyongyang. Selama ini, Beijing dikenal sebagai penyokong Pyongyang, sementara Washington menjadi penekannya lewat aneka sanksi.
Selepas pertemuan dengan Wang, Chung menyebut bahwa China-Korsel punya tujuan soal denuklirisasi Semenanjung Korea sepenuhnya. ”Saya berharap China berperan aktif untuk mengelola kestabilan di semenanjung dan kemajuan berarti pada proses perdamaian Semenanjung Korea,” ujarnya.
Sementara Wang mengatakan, Beijing-Seoul akan mencari resolusi politik dalam masalah Semenanjung Korea. Ia menyebut, pertemuan dengan Chung terselenggara di waktu yang tepat. ”Korea Selatan dan China, negara penting di kawasan, adalah mitra strategis dan punya kesamaan posisi dalam merawat kestabilan dan kedamaian kawasan, sama-sama mengejar pertumbuhan dan keamanan dalam tata kelola global,” ujarnya.
Ia juga menekankan pentingnya keterbukaan dan pelibatan semua pihak. ”Kami akan menjaga keadaan internasional dengan PBB sebagai pusatnya. Kami berharap dapat merawat tatanan internasional berdasarkan hukum internasional dan bekerja sama untuk melindungi multilateralisme serta memperluas kepentingan bersama,” tuturnya.
Pertemuan Chung-Wang tepat sehari selepas pertemuan Suh-Sullivan. Dalam pertemuan dengan Sullivan, Suh menyebut bahwa AS juga setuju untuk segera melanjutkan upaya membuka lagi dialog dengan Korea Utara. Sejak pertemuan Presiden AS Donald Trump dan Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un di Hanoi pada 2019 gagal mencapai kesepakatan, sudah beberapa kali digelar upaya melanjutkan dialog. Sampai sekarang, belum ada perkembangan berarti.
Kesulitan melanjutkan perundingan terutama karena perbedaan posisi Pyongyang-Washington. Pyongnyang menuntut seluruh sanksi internasional terhadap Korut dicabut sebelum pelucutan nuklir Korut dilakukan. Washington meminta sebaliknya.
Pyongyang juga menegaskan, denuklirisasi Semenanjung Korea berarti penghapusan semua bentuk senjata nuklir dari kawasan. Hal itu berarti perangkat peluncur nuklir AS di kawasan harus disingkirkan juga. Korut tidak mau jika hanya program rudal dan nuklirnya saja yang dihapuskan, sementara persenjataan AS-Korsel yang bisa mendukung peluncuran nuklir tetap dipertahankan di Korsel.
Penyeimbangan
Lawatan Chung ke China dipandang sebagai upaya penyeimbangan setelah AS mencoba mengajak Korsel membangun aliansi mengadang China. Upaya AS antara lain dilakukan lewat lawatan Menlu AS Anthony Blinken dan Menteri Pertahanan AS Llyod Austin ke Seoul pada Maret lalu. Tidak seperti pernyataan bersama AS-Jepang yang keras soal China, pernyataan bersama Seoul-Washington tetap fokus pada isu Semenanjung Korea.
Pengajar di Renmin University, Cheng Xiaohe, menyebut lawatan Chung memang sangat tepat waktu dan berarti bagi Beijing. Sebab, lawatan terjadi di tengah upaya AS membangun aliansi menghadapi China.
Lawatan dilakukan selepas Presiden China Xi Jingping dan Kim Jong Un saling bertukar pesan Maret lalu. Xi mengatakan, Beijing siap bekerja sama semua pihak untuk mendorong penyelesaian politik dan menjaga perdamaian di Semenanjung Korea. (AFP/REUTERS)