Indonesia-China Perkuat Kerja Sama Vaksin Covid-19
Indonesia dan China terus memperkuat kerja sama dalam beragam bidang, terutama kesehatan. Sejumlah isu, seperti pasokan vaksin, krisis di Myanmar, dan stabilitas di kawasan Indo-Pasifik, menjadi perhatian kedua negara.
Oleh
Luki Aulia
·4 menit baca
WUYI, JUMAT — Indonesia dan China memperkuat kerja sama vaksin jangka pendek dan jangka panjang. Untuk jangka pendek, Indonesia berharap Pemerintah China memenuhi komitmen pengiriman vaksin sesuai dengan jadwal yang ditentukan. Adapun untuk jangka panjang, ada usulan untuk menjadikan Indonesia sebagai pusat vaksin di Asia Tenggara.
Hal itu dikemukakan Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi seusai bertemu dengan Menlu China Wang Yi, Jumat (2/4/2021), di Wuyi, Provinsi Fujian, China. ”Ide ini masih di tahap awal tetapi usulan Indonesia antara lain kerja sama penguatan riset pengembangan vaksin, pengembangan industri bahan baku, dan peningkatan kapasitas produksi vaksin nasional,” kata Retno yang berada di China bersama Menteri Perdagangan RI Muhammad Lutfi serta Menteri Badan Usaha Milik Negara RI Erick Thohir.
Retno mengatakan, semua ide ini masih akan dibahas lebih lanjut, tetapi pada prinsipnya China mendukung. Retno juga sudah membahas kerja sama vaksin jangka panjang serupa dengan Menlu Rusia, Sergei Lavrov. Sama seperti China, Rusia juga memberikan dukungan.
Dalam pertemuan bilateral itu, Wang juga sependapat dengan Retno terkait dengan pembatasan dan larangan ekspor negara-negara produsen vaksin untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Pembatasan dan larangan itu memengaruhi laju rantai pasok penyediaan vaksin bagi dunia, baik melalui jalur bilateral maupun multilateral. Jika ini terus terjadi, dikhawatirkan dunia semakin lama terlepas dari pandemi dan begitu pula dengan pemulihan ekonomi.
”Sebagai salah satu ketua COVAX AMC Engagement Group, saya memiliki tanggung jawab moral untuk terus menyerukan kerja sama agar kesetaraan akses terhadap vaksin untuk semua negara dapat terlaksana,” kata Retno.
Geopolitik
Selain isu vaksin, Retno dan Wang juga membahas situasi geopolitik, seperti Myanmar dan kerja sama Indo-Pasifik. Indonesia dan China memiliki kekhawatiran yang sama terhadap rakyat Myanmar yang semakin menderita. Penggunaan kekuatan dan kekerasan harus segera diakhiri serta dialog harus segera dilakukan di antara junta militer dan rakyat Myanmar.
”China mendukung upaya dan tawaran ASEAN membantu Myanmar dan mendukung inisiatif Presiden RI Joko Widodo untuk mengadakan KTT ASEAN. Menlu Rusia, Lavrov, juga mendukung,” kata Retno.
Ketika membahas kerja sama Indo-Pasifik, Retno kembali menekankan prinsip-prinsip ASEAN Outlook on the Indo-Pacific. Retno menekankan karakter inklusivitas yang berarti ASEAN terbuka pada semua mitra untuk mengimplementasikan kerja sama dalam konteks kerja sama itu. ”Kita meyakini konfrontasi tidak akan membawa manfaat bagi siapa pun. Dengan kerja sama yang baik, kita dapat menciptakan kawasan Indo-Pasifik yang stabil, damai, dan sejahtera,” ujarnya.
Indonesia akan konsisten memegang prinsip-prinsip ASEAN Outlook on the Indo-Pacific. Dengan memegang prinsip-prinsip itu, sentralitas ASEAN akan terjaga dan implementasi kerja sama penting diarahkan pada kerja sama ekonomi yang konkret dan saling menguntungkan.
Juru bicara Kemlu China, Hua Chunying, dalam harian Global Times, 31 Maret 2021, menyebutkan, tahun ini merupakan peringatan 30 tahun hubungan antara China dean ASEAN. Sejak pandemi Covid-19, China dan negara-negara di Asia Tenggara berkomunikasi aktif secara fleksibel terkait dengan perkembangan positif antiepidemi dan kerja sama pembangunan. ”Kami berharap hubungan ini akan berlanjut dan semakin dewasa,” ujarnya.
Direktur Pusat Studi Asia Tenggara di Akademi Ilmu Sosial China Xu Liping mengatakan, empat negara anggota ASEAN, yakni Indonesia, Malaysia, Singapura, dan Filipina, penting bagi China karena memiliki pengaruh signifikan di ASEAN. ”Keempat negara itu merupakan otak, penjaga, dan pendukung utama kerja sama di blok Asia Tenggara itu,” ujarnya.
Para pengamat China menilai, vaksin memegang peran penting untuk pemulihan ekonomi regional. Sayangnya, peluang negara-negara ASEAN dan negara berkembang lain untuk mendapatkan vaksin dari negara-negara di Barat sangat terbatas. Oleh karena itu, China menjadi salah satu negara yang diharapkan bisa menyediakan vaksin.
Terkait dengan isu Myanmar, para pengamat menilai, ASEAN dan China akan mencari solusi bersama apalagi karena posisi ASEAN yang sulit karena prinsip noninterferensinya. China dan ASEAN sama-sama berada di posisi yang pelik. ”China dan ASEAN biasanya tidak akan mengomentari isu dalam negeri masing-masing,” kata Xu.
Guru Besar Institut Hubungan Internasional di Universitas Hubungan Luar Negeri China, Li Haidong, menilai, China dan ASEAN mengembangkan hubungan berdasarkan rasa saling menghormati dan sama-sama mencoba membuat kawasan lebih bersatu dan fokus pada pembangunan. ”Hubungan China dan ASEAN lebih berdasar pada filosofi diplomatik yang modern dan beradab. Tidak seperti diplomasi Amerika Serikat yang berdasarkan ancaman dan mencari sekutu untuk menekan dan membuat ancaman baru yang berbahaya,” ujarnya.