Saat Kebutuhan Ekonomi Lebih Mendesak dari Sengketa Wilayah
Kepentingan ekonomi masyarakat bisa mengalahkan ketegangan hubungan Pakistan-India. Islamabad mencabut larangan impor sejumlah komoditas dari India guna mengendalikan inflasi. Namun, kabinet Pakistan menunda langkah itu.
Oleh
ADHITYA RAMADHAN
·3 menit baca
Hubungan dua negara bertetangga di Asia Selatan, India dan Pakistan, tidak selamanya lancar. Bahkan, sering kali keduanya terlibat perselisihan soal wilayah perbatasan, seperti pada tahun 2019 ketika New Delhi membatalkan status khusus Kashmir di kawasan yang dikuasainya.
Merespons sikap New Delhi itu, Islamabad kemudian menangguhkan hubungan dagang dan diplomatiknya dengan New Delhi. Kedua negara pun memanggil pulang para diplomat mereka, termasuk para anggota staf konsulatnya.
Namun, ketegangan diplomatik pun ternyata bisa luruh ketika urusan ekonomi negara sudah sedemikian mendesak. Sinyalemen ini mulai terlihat ketika Perdana Menteri India Narendra Modi dan Perdana Menteri Pakistan Imran Khan saling berkirim surat dan memulai kembali pembicaraan pemanfaatan sumber daya bersama dari Sungai Indus.
Dewan Kerja Sama Ekonomi Pakistan (ECC), lembaga pengambil kebijakan ekonomi tertinggi, Rabu (31/3/2021), mencabut larangan impor sejumlah komoditas dari India. Ini menjadi sinyal mencairnya hubungan kedua negara yang bermusuhan itu. New Delhi belum memberikan tanggapan soal ini.
Mediasi UEA
Pekan lalu, laporan Blomberg menyatakan bahwa normalisasi hubungan dagang tersebut dimediasi secara rahasia oleh Uni Emirat Arab (UEA).
ECC Pakistan kembali mengizinkan impor setengah juta ton gula, kapas, dan gandum dari India untuk mengendalikan inflasi yang terus merambat naik. Izin impor gula diharapkan bisa memangkas harga gula 20 persen menjelang bulan suci Ramadan saat konsumsi biasanya meningkat. Swasta bisa mengimpor gula hingga 30 Juni mendatang, sementara impor kapas dan benang bisa dilakukan, baik oleh swasta maupun badan usaha milik negara.
India merupakan produsen terbesar kapas dan produsen kedua terbesar gula di dunia. Ekspor barang-barang itu ke Pakistan akan mengurangi surplus di pasar mereka sambil membantu menurunkan harga di Pakistan. Sebelum hubungan kedua negara memburuk tahun 2019, Pakistan merupakan importir utama kapas India.
Ekonomi Pakistan yang sedang melemah semakin diperparah oleh gelombang ketiga pandemi Covid-19 yang memaksa pemerintah menerapkan karantina wilayah sebagian di seluruh negeri.
Saat ditanya mengapa Islamabad menormalisasi hubungan dagang dengan India meski sikap New Delhi soal Kashmir tidak berubah, Menteri Keuangan Pakistan Hammad Azhar mengatakan, pemerintah harus mengambil keputusan ”untuk kepentingan rakyat.”
Azhar menambahkan, ”Jika membuka hubungan dagang dengan sejumlah negara meringankan beban pengeluaran warga kebannyakan, tidak ada salahnya dilakukan. Harga gula di negara tetangga kita India lebih rendah dari Pakistan.”
”Memutus hubungan dagang dengan India adalah keputusan emosional dan sekarang upaya normalisasi kembali hubungan ini merupakan keharusan ekonomi,” kata Farrukh Saleem, ekonom sekaligus analis keuangan dan politik.
Pakistan telah memanfaatkan pasar internasional untuk menambah suplai gulanya melalui dua tender sebanyak 50.000 ton bulan lalu. Harga di tender pertama 540,1 dollar AS per ton dan tender kedua 544,1 dollar AS per ton.
Sementara India menawarkan gula dengan harga yang lebih rendah dibanding pemasok internasional lain, yakni Thailand. ”Pedagang Pakistan telah membeli gula India melalui kantor mereka di Dubai atau Afghanistan. Jika Pakistan mengizinkan impor dari India, mereka akan mengirimnya langsung ke Pakistan,” ujar seorang pengusaha.
Hanya sehari berubah
Namun, hanya berselang sehari setelah keputusan dikeluarkan EEC, Islamabad berubah pikiran. Kabinet Pakistan, Kamis (1/4/2021), menyatakan bahwa Islamabad menunda izin impor katun dan gula dan India sampai New Delhi meninjau ulang keputusannya tahun 2019 yang mencabut status wilayah khusus di Kashmir.
Hal itu ditegaskan Menteri Luar Negeri Pakistan Shah Mehmood Qureshi saat menyampaikan keputusan sidang kabinet, yang dipimpin Perdana Menteri Imran Khan. Keputusan ECC untuk memulai perdagangan dengan India ditentukan oleh sidang kabinet.
”Ini pandangan konsensus, termasuk perdana menteri, bahwa selama India tidak meninjau langkah unilateralnya pada 5 Agustus 2019 yang telah diambilnya, tidak mungkin menormalisasi hubungan dengan India,” ujar Qureshi. (AFP/REUTERS/AP/SAM)