China Dorong Perluasan Penyelidikan Asal Muasal Covid-19
China membantah tudingan AS dan Barat bahwa Beijing tidak transparan pada tim WHO yang menyelidiki asal-usul Covid-19. Beijing mendorong penyelidikan itu diperluas ke tempat lain.
BEIJING, RABU — Pejabat kesehatan China, Rabu (31/3/2021), mendorong perluasan penyelidikan asal muasal virus korona di luar China. Dorongan itu disampaikan sehari setelah Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) merilis laporan penyelidikan mereka di China.
Beijing juga menolak kritik bahwa China tidak cukup memberikan data kepada tim WHO, yang terdiri dari para ahli internasional. Tim WHO tahun ini berkunjung ke China, termasuk ke Wuhan, tempat kasus pertama Covid-19 ditemukan.
Penyelidikan soal asal muasal virus Covid-19 menjadi bahan perseteruan diplomatik antara China dan negara-negara Barat, termasuk AS. AS dan negara-negara Barat berulang kali mengangkat pertanyaan tentang penundaan, transparansi, dan akses data. Adapun China mengemukakan teori-teori tentang kemungkinan virus muncul dari tempat lain.
Baca juga : Asal Muasal Virus Penyebab Covid-19 Masih Perlu Penelitian Lanjutan
”Jika kita membatasi studi tentang asal-usulnya di China, saya pikir itu merupakan kesalahpahaman saintifik karena sumbernya masih belum jelas," kata Liang Wannian, kepala tim China yang bekerja sama dengan para pakar dari WHO.
Para pakar sepakat bahwa virus bisa datang dari tempat lain, dengan kemungkinan utama dari negara-negara tetangga China di Asia Tenggara. WHO menyarankan agar penelitian lanjutan untuk mencari asal-usul pandemi Covid-19 dilanjutkan. Lokasi penelitian bisa ditambah, termasuk ke Asia Tenggara.
Saran itu dicantumkan dalam laporan akhir tim penyelidik WHO yang diterjunkan ke China. Pada bagian rekomendasi dalam laporan yang disiarkan pada Selasa (30/3/2021) itu secara jelas disebutkan bahwa Asia Tenggara termasuk kawasan yang perlu diperiksa.
Tim juga merekomendasikan pemeriksaan di wilayah habibat kelelawar tapal kuda. Sejumlah kajian menyebut hewan dengan habibat di China selatan hingga Malaysia dan Jepang itu sebagai salah satu asal virus korona.
Walakin, dalam kajian tim WHO ke China, ada perbedaan antara virus yang ditemukan di kelelawar itu dengan yang ditemukan pada pasien Covid-19. Diduga ada hewan perantara dalam penularan antara kelelawar dan manusia. Karena itu, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut.
Selain itu, SARS-CoV-2 tidak ditemukan di antara kelelawar dan hewan liar di China yang diperiksa tim WHO. Lebih dari 80.000 hewan liar dan hewan ternak diperiksa dari 31 provinsi dan tidak ada satu pun yang positif SARS-CoV-2 sebelum pandemi di China.
Baca juga : Kurang Akses, Amerika Serikat Ragukan Hasil Penyelidikan Tim WHO
Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus dan Manajer Unit Penyakit Berkembang WHO Maria van Kerkhove sepakat bahwa penelitian lanjutan dibutuhkan untuk memahami asal-usul pandemi Covid-19. ”Laporan ini kurang luas. Hal ini membutuhkan penyelidikan lebih lanjut, mungkin dengan tambahan ahli, dan saya siap menerjunkannya,” kata Tedros.
Ia juga menyebutkan, semua dugaan soal asal-usul SARS- CoV-2 masih harus diperiksa dan tidak ada yang dicoret. Hal itu termasuk dugaan virus dikembangkan di laboratorium, lalu terlepas dan kemudian menyebar luas menjadi pandemi.
Memang, dalam laporan tim, dugaan itu dinyatakan sangat kecil kemungkinan terjadi. Tim tidak menemukan bukti penguat untuk dugaan itu. ”Kami tidak menemukan bukti nyata meski bertanya cukup keras kepada Wuhan Institute of Virology,” kata Peter Daszak, salah seorang anggota tim WHO.
Seperti Tedros, Daszak juga mengatakan bahwa perlu ada penelitian lebih lanjut. Terkait tanggapan Amerika Serikat dan 13 negara lain atas hasil kerja timnya, ia menegaskan bahwa permintaan AS sama dengan timnya. Bahkan, rekomendasinya diperincikan dalam laporan. ”Hal ini sudah disepakati China dalam laporan bersama,” ujar peneliti asal Inggris yang bekerja di AS itu.
Baca juga : Bocoran Laporan Penyelidikan WHO: Covid-19 Bukan dari Laboratorium
Menurut Daszak, kritik AS dan 13 negara lain lebih terlihat bermotif politik dibandingkan saran jelas dan realistis yang dapat membantu pekerjaan dia dan rekannya lebih akurat. Dalam pernyataan yang disiarkan Kementerian Luar Negeri AS, 14 negara menyatakan prihatin atas laporan tersebut. Mereka menekankan pentingnya bekerja sama serta perlunya proses yang cepat, mangkus, dan transparan berdasarkan ilmu pengetahuan dan independen bagi pemeriksaan internasional untuk mencari muasal wabah.
Epedemilog pada Pusat Pengendalian Penyakit Menular China, Zen Guang, berpendapat senada dengan Daszak. ”Kenapa orang-orang, yang tidak terlibat dalam penyelidikan di China, berteriak di luar? Saya tidak yakin mereka benar-benar membahas soal sains,” ujarnya kepada Global Times, media yang dekat dengan Pemerintah China.
Menurut dia, laporan WHO dibuat oleh peneliti yang benar-benar terjun ke lapangan. Sangat menyedihkan jika pihak dengan motif politik berusaha mengotori laporan atau mencemooh ilmu pengetahuan.
Isu pembatasan akses
Anggota lain tim itu, Pete Embarek, tidak hanya menyepakati pentingnya kajian lanjutan. Ia juga mengungkap tekanan kepada anggota tim. Walakin, ia dan rekan kerjanya memastikan tidak ada bagian penting yang dihapus dari laporan.
Terkait pembatasan akses terhadap data pasien, ia menyebut hal serupa akan terjadi di negara lain. ”Kami tidak punya akses penuh pada data mentah yang kami inginkan, hal itu dimasukkan dalam rekomendasi untuk kajian lanjutan,” ujarnya.
Baca juga : Tim WHO Mencoba Satukan Kepingan Informasi Asal-usul Covid-19
Seperti Tedros, ia juga menekankan bahwa sampai saat ini tidak ada kesimpulan soal asal-usul pandemi. Karena itu, semua skenario masih dipertimbangkan. Hal itu termasuk dengan dugaan virus SARS-CoV-2 berasal dari laboratorium dan terlepas, kemudian menyebar luas. Memang, dalam laporan tim disebutkan, dugaan itu mendekati tidak mungkin karena tidak ada bukti-bukti pendukung ditemukan oleh tim.
Adapun anggota tim WHO asal Australia, Dominic Dwyer, juga pernah mengungkap pembatasan akses. Tim meminta data lengkap 174 pasien pertama di Wuhan. Walakin, mereka hanya boleh melihat risalah.
Liang Wannian, ketua tim China dalam penyelidik WHO, mengatakan bahwa anggota tim WHO bisa mengakses semua data. ”Menurut hukum China, beberapa data tidak bisa dibawa atau disalin. Walakin, kami menganalisis bersama di Wuhan. Siapa pun bisa melihat pusat data, bahannya, semua dilakukan bersama,” katanya.
Soal keterlambatan penyiaran laporan, ia menyebut ada proses verifikasi untuk setiap hal dalam laporan. Setelah semua pihak memverifikasi segala hal dalam laporan, laporan dapat disiarkan. ”Kami menjunjung prinsip kualitas di atas segalanya,” ujar Liang.
Ia mengatakan, China telah menyelesaikan peran dalam penelitian bersama. Kini, dunia perlu melihat lebih jauh soal awal mula pandemi.
Xin Qiang, Wakil Direktur Kajian AS di Fudan University, mempertanyakan fakta penyelidikan yang hanya diarahkan ke China. Seperti Daszak, ia juga menuding pernyataan AS dan 13 negara lain bermotif politis. ”Karena itu, tidak peduli berapa banyak pun penyelidikan dilakukan atas permintaan AS, nama China tetap buruk,” ujarnya kepada Global Times. (AP/AFP/REUTERS/SAM)