Kurang Akses, Amerika Serikat Ragukan Hasil Penyelidikan Tim WHO
Amerika Serikat masih meragukan hasil tim investigasi Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO. Keraguan itu dipicu oleh penilaian bahwa China tidak membuka akses seluas-luasnya untuk penyelidikan asal mula Covid-19.
Oleh
Luki Aulia
·2 menit baca
WASHINGTON, SELASA —Hasil penyelidikan Organisasi Kesehatan Dunia terhadap asal-usul virus korona di Wuhan, China, dianggap kurang valid karena China diduga tidak memberikan akses seluas-luasnya kepada tim penyelidik WHO.
Hal ini diutarakan Amerika Serikat dalam pernyataan tertulis bersama 13 sekutunya, antara lain Inggris, Jepang, dan Australia, Selasa (30/3/2021). Hasil penyelidikan WHO disebutkan tidak dilengkapi data dan sampel yang dibutuhkan. Sebelumnya, Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus juga mengatakan, tim penyelidik yang didukung WHO itu sulit mendapatkan data mentahnya.
Namun, Kementerian Luar Negeri China menegaskan, pihaknya telah menunjukkan sikap terbuka, transparan, dan bertanggung jawab. ”Mempolitisir isu ini hanya akan menghambat kerja sama global dalam mempelajari asal-usul korona, mengganggu kerja sama antipandemi, dan menyebabkan banyaknya korban,” sebut Kemlu China dalam pernyataan tertulisnya.
Uni Eropa menilai laporan hasil penyelidikan tim penyelidik yang terdiri dari ilmuwan berbagai negara itu barulah langkah awal yang tetap harus ditindaklanjuti. Di dalam laporan hasil penyelidikan itu disebutkan, virus korona yang menyebar luas ke seluruh dunia tersebut tidak berasal dari laboratorium di Wuhan seperti yang dituduhkan Pemerintah AS di era Presiden Donald Trump.
Di dalam laporan itu, tim penyelidik menyimpulkan virus kemungkinan berasal dari kelelawar yang lalu menular ke manusia dari binatang perantara lain. Tim penyelidik menyatakan ”kemungkinan besar” virus tidak berasal atau dikembangbiakkan di laboratorium. Namun, tim penyelidik juga tidak setuju dengan teori China yang menyebutkan virus itu tidak berasal dari China, tetapi masuk ke China melalui produk makanan beku.
”Laporan itu tidak menyebutkan satu kesimpulan pasti. Namun, masih berupa hipotesis-hipotesis sehingga perlu ada studi lebih lanjut yang lebih lengkap,” kata Tedros.
Pandemi Covid-19 yang menewaskan sedikitnya 2,8 juta orang di seluruh dunia ini muncul pertama kali di kota Wuhan, China, pada akhir 2019. Untuk mengantisipasi pandemi pada masa mendatang, para pemimpin dunia mendorong pakta internasional baru. Di masa depan, seluruh dunia harus lebih siap untuk memprediksi, mengantisipasi, mendeteksi, mengakses, dan menangani pandemi secara efektif dengan saling berkoordinasi.
Lebih dari 20 negara, termasuk Jerman, Perancis, Korea Selatan, dan Afrika Selatan, sudah menandatangani ajakan itu. Tedros mendorong seluruh dunia segera bersiap menghadapi virus lainnya. ”Kini saatnya bertindak. Dunia tidak bisa lagi hanya menunggu sampai pandemi berakhir untuk merencanakan penanganan ancaman kesehatan lainnya,” ujarnya. (AFP)