Warga Uighur di Turki Protes Perjanjian Ekstradisi Turki-China
Warga Uighur di Turki memprotes perjanjian ekstradisi Turki-China saat Menteri Luar Negeri China Wang Yi berkunjung ke Turki. Mereka khawatir, dengan kerja sama ekstradisi, warga Uighur di Turki dikirim balik ke China.
Oleh
ADHITYA RAMADHAN
·3 menit baca
ISTANBUL, KAMIS — Warga Uighur di Turki kembali berunjuk rasa menentang perjanjian ektradisi antara Turki dan China yang dibahas saat Menteri Luar Negeri China Wang Yi berkunjung ke Turki, Kamis (25/3/2021). Wang menggelar pembicaraan dengan mitranya, Menteri Luar Negeri Turki Mevlut Cavusoglu. Para pengunjuk rasa itu juga memprotes perlakuan China terhadap warga Uighur di Provinsi Xinjiang, China bagian barat.
Sekitar 3.000 demonstran berkumpul di Istanbul meneriakkan ”Diktator China” dan ”Stop Genosida Uighur, Tutup Kamp”. Beberapa di antaranya mengibarkan bendera biru-putih kambang gerakan kemerdekaan Turkistan Timur, nama yang mengacu pada Xinjiang. Warga Uighur menggelar protes di ibu kota Ankara dan Istanbul menentang perjanjian ekstradisi Turki-China.
Bulan lalu, seorang juru bicara Kedutaan Besar China di Turki mengatakan bahwa warga Uighur yang telah menggelar protes rutin dekat wilayah diplomatik China di Turki dalam beberapa bulan terakhir mencoba menipu warga Turki dan merusak hubungan kedua negara.
Pada Desember 2020, Beijing menyetujui kesepakatan ekstradisi dengan Ankara yang sampai sekarang masih menunggu ratifikasi oleh parlemen Ankara. Para aktivis dari kalangan sekitar 40.000 warga Uighur yang ada di Turki memprotes kesepakatan ini dan mengekspos penderitaan warga Uighur akibat tindakan China.
Diplomasi vaksin Covid-19
Kekhawatiran warga Uighur akan perjanjian ekstradisi ini juga semakin besar mengingat saat ini Ankara sangat bergantung pada Beijing dalam pengadaan vaksin Covid-19 mereka. Hingga sekarang, Ankara telah menerima 15 juta dosis vaksin Covid-19 dari Sinovac Biotech dan memesan 10 juta dosis tambahan.
Pekan ini, Turki juga menerima 1,4 juta dosis vaksin Covid-19 dari Pfizer-BioNTech. Ini merupakan vaksin Covid-19 dari luar China pertama yang diterima Turki.
Kementerian Luar Negeri Turki mengatakan, selama kunjungannya ke Turki, Wang Yi akan membahas isu-isu global, kawasan, dan hubungan bilateral kedua negara dengan Cavusoglu. Wang juga dijadwalkan bertemu dengan Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan.
Cavusoglu membantah bahwa kesepakatan ekstradisi kedua negara akan menyebabkan warga Uighur di Turki dikirim ke China. Menurut dia, kesepakatan tersebut sama saja dengan perjanjian serupa yang dimiliki Turki dengan negara lain.
Para pakar Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) memperkirakan, setidaknya 1 juta warga Uighur dan kelompok Muslim lainnya ditahan di pusat penahanan di Provinsi Xinjiang. Amerika Serikat pada Januari 2021 menyatakan, China telah melakukan ”genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan” dengan menekan warga Uighur.
China membantah tuduhan itu dan mengatakan bahwa kompleks di Xinjiang dibangun untuk menyediakan pelatihan vokasi untuk memerangi paham ekstremisme dan separatisme.
Uni Eropa, AS, Inggris, dan Kanada Senin pekan ini memberlakukan sanksi terbarunya untuk para pejabat China yang dinilai bertanggung jawab dalam menekan warga Uighur dan minoritas Muslim lainnya. China membalasnya dengan menerapkan sanksi terhadap UE.
Brussels, London, dan Ottawa memasukkan mantan dan pejabat di Xinjiang, yaitu Zhu Hailun, Wang Junzheng, Wang Mingshan, dan Chen Mingguo, ke dalam daftar hitam. Sanksi terkoordinasi ini juga menarget perusahaan Production and Construction Corps yang dikelola oleh Xinjiang. Sementara Washington, yang sudah menjatuhkan sanksi kepada dua orang di antara daftar itu pada Juli 2020, menambahkan dua nama ke dalam daftar hitamnya.
”Dengan bertindak bersama, kami mengirimkan sinyal yang sangat jelas bahwa komunitas internasional bersatu terhadap pelanggaran hak asasi manusia di Xinjiang dan Beijing harus mengakhiri diskriminasi dan kekerasannya di kawasan itu,” kata Kementerian Luar Negeri Inggris.
Sementara Menteri Luar Negeri Kanada Marc Garneau menyebutkan, sanksi tersebut menekankan ”keprihatinan yang besar atas pelanggaran hak asasi manusia yang sedang berlangsung” di Xinjiang. (REUTERS/AFP)